Erlangga Putra Prasetyo, seorang pemuda tampan dengan sejuta pesona. Wanita mana yang tidak jatuh cinta pada ketampanan dan budi pekertinya yang luhur. Namun di antara beberapa wanita yang dekat dengannya, hanya satu wanita yang dapat menggetarkan hatinya.
Rifka Zakiya Abraham, seorang perempuan yang cantik dengan ciri khas bulu matanya yang lentik serta senyumnya yang manja. Namun sayang senyum itu sangat sulit untuk dinikmati bagi orang yang baru bertemu dengannya.
Aira Fadilah, seorang gadis desa yang manis dan menawan. Ia merupakan teman kecil Erlangga. Ia diam-diam menyimpan rasa kepada Erlangga.
Qonita Andini, gadis ini disinyalir akan menjadi pendamping hidup Erlangga.Mereka dijodohkan oleh kedua orang tuanya.
Siapakah yang akan menjadi tambatan hati Erlangga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ujian kecil
Semua orang memberikan selamat kepada mereka. Bahkan tak sedikit dari mereka yang menggoda pengantin baru. Sepupu mereka yang lain tidak dapat membayangkan lucunya keluarga mereka nanti. Apa lagi setahu mereka, Rifka selalu cenderung tidak ramah kepada Erlangga.
"Ya ampun Mbak, makanya jangan jutek-jutek sama Bang Er! Sekarang jadi istrinya, rasain tuh! Haha... " Ujar Erika.
"Cie yang udah jadi istri... istrinya sepupu sendiri lagi." Sahut Rihana.
Rifka hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar candaan mereka.
Mereka melanjutkan acara malam ini dengan makan bersama. Banyak menu yang tersedia. Nampak Opa Tristan dan Oma Salwa sumringah. Rencana mereka berjalan dengan mulus.
"By, kamu sudah melakukannya dengan baik."
"Hem iya Bun. Kalau seperti ini, aku ingin hidup lebih lama lagi. Aku ingin menggendong cicit baruku nanti."
"Semoga kita diberikan panjang umur, by."
"Amin... "
Mami Fatin mengambilkan makanan untuk Rifka. Karena seharian Rifka mogok makan. Ia menyiksa dirinya sendiri karena menyangka akan tetap bertunangan dengan Kadafi.
"Ehem, ayo makan dulu. Seharian kamu tidak makan."
"I-iya Bunda."
Rifka menerima sepiring makanan yang diberi sang Mami. Ia makan bersama dengan yang lain. Tanpa ia sadari, Erlangga sedang curi-curi pandang kepadanya.
"Istriku... ah iya dia sudah menjadi istriku. Jadi tidak dosa bagiku memandangnya." Batin Erlangga seraya mengulum senyum.
"Bos... ya Allah, Bos. Aku jadi insecure lihat kamu senyum-senyum sendiri, Bos. Baru kali ini."Bisik Kendra.
"Diamlah, Ken! Aku sedang memandang wajah istriku."
"Nanti kan bisa, bos. Di kamar, haha...."
Erlangga tidak membalasnya lagi. Ia melanjutkan makannya. Karena ia pun seharian belum makan sama seperti Rifka. Dari tadi pagi ia sudah kehilangan semangat hidup. Setelah selesai makan, asisten rumah tangga membereskan dibantu para perempuan membereskan perabot ang bekas mereka makan. Sedangkan para tetua laki-laki sedang bermusyawarah untuk ke depannya.
"Meski mereka sudah suami istri, tapi Abi tidak mau mereka tinggal bersama dulu karena ini terlalu mendadak. Apa lagi di sini Rifka tidak kebagian kamar. Dan tidak mungkin juga ia langsung ikut ke rumah suaminya. Biarkan mereka pacaran dulu, saling memberi perhatian dari jauh. Tunggu sampai mereka resepsi baru boleh tinggal bersama."
Opa Tristan ingat pada Oma Salwa dulu, saat baru dinikahinya dan langsung ikut ke rumahnya. Oma Salwa canggung, namun saat itu masih ada Ira yang menemaninya. Opa menangkap nasib Rifka akan sama seperti Omanya dulu. Karena ia masih terkejut dengan pernikahan mendadak ini.
"Kapan baiknya acara resepsi mereka, bi?" Tanya Papa Pras.
"Minggu depan. Masih ada waktu satu minggu untuk mempersiapkan segalanya. Kita kerahkan orang-orang di bagian masing-masing. Semua pasti bisa diatasi. Besok biar Rifka dan Erlangga ke KUA dulu untuk mendaftarkan pernikahannya. Undangan langsung cetak besok."
"Iya, bi."
"Meski ini pernikahan masih dalam lintas keluarga, tapi Abi mau pernikahan ini dido'akan banyak orang. Apa lagi Erlangga adalah putra mahkota dalam keluarganya, bukan begitu Pras?"
"Iya, bi."
Semua orang sudah menyetujui keputusan Opa Tristan. Kalau sudah Opa yang turun tangan, pasti akan mudah. Anggap saja ini ujian kecil bagi pengantin baru.
Sudah jam 10 malam. Keluarga pun mulai pulang satu persatu. Di rumah Opa Tristan kamar sudah penuh. Bunda Winda dan keluarga suaminya pun ikut pamit. Bunda Winda pun tak ingin ketinggalan menggoda putra dan menantunya.
"Rifka, Bunda pulang dulu ya. Maaf suamimu Bunda bawa dulu."
Rifka hanya mengulum senyum. Sedangkan Erlangga hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Duh, bakal ada yang nggak bisa tidur nanti nih. Aku nggak mau ah tidur sama pengantin baru." Goda Erika.
Rifka mencubit pinggang Erika.
"Au sakit, Mbak! Bang Er, istrimu KDRT nih! Hati-hati bang, nanti kamu dimutilasi."
"Haha... kalian itu lucu!" Sahut Rayyan.
Erlangga pun pamit kepada Opa dan Oma. Erlangga mencium kening Oma Salwa.
"Terima kasih, Opa, Oma."
"Dengar Er, ini tidak gratis." Ujar Opa.
"Wah wah....jadi Er harus bayar royalti gitu, Opa?"
"Iya, bayarnya gampang."
"Apa Opa?"
"Cukup buat Rifka bahagia, dan berikan cicit yang banyak untuk kami, hehe.... "
Erlangga menyunggingkan senyum mendengar permintaan Opa. Belum apa-apa sudah ditodong cicit.
"Menantuku....kemarilah! Pamit dulu sama istrimu. " Goda Mami Fatin.
"Mami... " Lirih Rifka. Wajahnya memerah bak kepiting rebus.
Sepertinya malam ini Erlangga harus rela menjadi bulan-bulanan keluarganya. Yang penting semuanya bahagia, terutama dirinya.
Erlangga melangkah mendekati Mami Fatin dan Rifka yang saat ini sedang berdiri berdampingan.
Erlangga mencium punggung tangan Mami Fatin.
"Papi ayo ke kamar, aku sudah mengantuk." Ujar Mami Fatin memberi kode kepada suaminya agar meninggalkan mereka berdua. Yang lain pun begitu. Mereka pura-pura sibuk.
"Opa, Oma, ayo masuk kamar. Kalian sudah waktunya istirahat." Ujar Rayyan.
Opa dan Oma mengulum senyum, dan mereka pun masuk ke kamar.
Sementara Bunda Winda dan suaminya keluar dari rumah itu dan masuk ke dalam mobil. Mereka benar-benar meninggalkan Rifka dan Erlangga hanya berdua di ruang tengah. Keduanya sama-sama salah tingkah.
"Ehem... Maaf kalau kamu terpaksa menerima keadaan ini. Tapi kita sudah berkomitmen, jadi bagaimanapun sekarang kita sudah menjadi suami istri. Aku harap kamu mau belajar bersamaku dalam mengarungi bahtera ini."
Seperti biasa, jawaban Rifka singkat saja.
"Insyaallah."
"aku pulang dulu."
"Iya."
"Istirahatlah!"
"Hem, iya."
Rifka tak berani menatap mata suaminya. Sungguh ia sangat malu saat ini.
Erlangga mengulurkan tangannya untuk dicium. Beruntung Rifka masih peka. Ia langsung menerima tangan suaminya dan menciumnya.
Tangan kiri Erlangga terangkat untuk mengusap kepala istrinya.
"Sampai jumpa besok."
Entah kenapa kali ini Rifka tidak bisa bersikap jutek kepada Erlangga.
"Aku pulang dulu."
"Iya, hati-hati."
"Em... kamu tidak mau ngasih sesuatu, apa gitu?"
"Apa?"
Erlangga menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Eh nggak jadi! Aku pulang ya, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Erlangga pun keluar dari rumah itu, dan masuk je dalam mobil. Di dalam mobil Bunda dan Papa sedang menunggunya.
Setelah kepergian Erlangga, Rifka tidak langsung masuk ke dalam kamar. Namun ia mengintip dari jendela depan untuk melihat kepergian suaminya.
Rifka meraba dadanya yang saat ini berdebar hebat.
"Ya Allah, begini rasanya jatuh cinta pada orang yang sudah halal untuk dicintai?"
Ternyata ada yang mengintip dari atas. Mami Fatin dan Papi Zaki. Mereka berdua mengulum senyum melihat Rifka dan Erlangga yang biasanya kalau bicara seperti tikus dan kucing namun kali ini mereka malu-malu kucing.
"Gemes deh, Pi. Jadi pingin muda lagi."
"Ingat cucu sudah banyak, Mi."
"Hehe.. iya. Bantar lagi nambah cucu."
Di dalam mobil, Erlangga tidak hentinya bertanya kepada sang Bunda atas apa yang sudah terjadi malam ini. Ia penasaran dengan rencana para orang tua sehingga bisa mempersatukan mereka dengan sangat mudah.
Bersambung....
...****************...
Mohon dukungannya ya kak readers author yang baik hati. Maaf belum bisa maksimal karena masih sibuk acara tahlil dan tugas negara 🙏
lanjut
semangat untuk up date nya
semoga bahagia terus Erlangga dan Rifka