( Zona Cinta Manis )
Midea Lestari harus menelan pil pahit ketika difitnah sudah menabrak seorang wanita yang tengah hamil besar hingga tewas. untuk menebus kesalahan yang bukan karena perbuatannya, ia harus mendekam di balik jeruji besi dan merelakan masa depannya.
Satu bulan mendekam dipenjara, akhirnya Dea dibebaskan karena keluarga korban membayar jaminan untuknya. sebagai gantinya Dea terpaksa menikah dengan Shady Hutama, duda tampan yang istrinya tewas dalam kecelakaan itu. Dea menjadi ibu pengganti untuk putri Shady yang bernama Naura.
Bagaimana lika liku kehidupan rumah tangga Shady dan Dea? Apakah Dea bisa meruntuhkan kerasnya hati Shady yang selalu menaruh dendam padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pinkanmiliar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
09 - Permintaan Maaf
"Rasya, apa yang kau lakukan disini?"
Shady bertanya untuk mengusir rasa terkejutnya. Ia tak menyangka jika akan bertemu dengan orang yang dikenalnya di tempat ini.
"Kau mencari Dea?" Rasya balik bertanya.
"Eh?!" Shady nampak bingung. Ia seperti seorang pencuri yang tengah tertangkap basah. Tapi rasanya ia tak bisa menghindar lagi. Ia memutar otak untuk mencari alasan yang bagus untuk Rasya.
"Aku yang membawa Dea kemari. Dia pingsan di kampus." Rasya menjelaskan perihal kehadirannya di rumah sakit.
"Oh, begitu." Shady bingung harus berkata apa lagi.
"Kau sendiri? Apa yang kau lakukan disini? Apa kau ... mengenal Dea?" Selidik Rasya.
"Eh?!"
"Tadi ada yang menghubungi ponsel Dea, aku yang menjawabnya dan mengatakan jika Dea ada di rumah sakit. Aku pikir seseorang yang adalah kerabatnya yang datang kemari. Tapi ternyata ... itu adalah kau."
"Ah iya. Seseorang menghubungiku dan memintaku untuk datang melihat kondisi Dea." Shady menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Rasya merasa ada gelagat aneh yang ditunjukkan Shady.
"Jadi, apa hubunganmu dengan Dea?" Rasya masih penasaran dengan kehadiran Shady.
"Dia ... dia adalah..." Kalimat Shady masih menggantung. Membuat Rasya makin penasaran dengan apa yang akan Shady katakan.
Di tengah kebingungannya menjawab pertanyaan Rasya, tiba-tiba seorang perawat memanggil nama Dea.
"Keluarga Midea Lestari!" Seru seorang perawat.
Dengan sigap Rasya menghampiri perawat itu.
"Saya adalah dosennya di kampus. Saya yang membawanya kemari," jelas Rasya.
"Begini, Pak. Kondisi nona Dea dalam keadaan baik, hanya saja tekanan darahnya sangat rendah. Jadi, untuk memulihkannya Nona Midea akan menjalani rawat inap barang satu atau dua hari tergantung kondisinya. Sepertinya nona Midea juga mengalami stres hingga dia tidak makan dengan teratur. Pasien masih belum sadarkan diri dan setelah ini akan dipindahkan ke ruang rawat inap," jelas perawat panjang lebar.
"Baik, Suster. Sekali lagi terima kasih."
Shady yang mendengar penjelasan si perawat ikut merasa bersalah. Kejadian pagi tadi pasti membuat Dea sangat syok. Shady ingat bagaimana ekspresi ketakutan Dea saat Shady memintanya keluar dari mobil. Ditambah lagi Shady yang hampir merenggut paksa kehormatan Dea. Pastinya hal ini membuat Dea stres dan tertekan. Belum lagi tekanan dari Clara yang selalu berkata ketus.
Shady sangat ingin melihat kondisi Dea. Tapi rasa gengsi untuk mengakuinya teramat besar hingga akhirnya ia hanya bisa diam di depan ruang IGD. Ia duduk diam sambil memikirkan banyak hal.
"Abang!" Suara panggilan dari seseorang yang Shady kenali membuatnya menoleh.
"Ibu? Kenapa ibu datang kesini juga?"
"Ibu sangat khawatir dengan Dea. Bagaimana kondisinya?" tanya Nilam.
"Dia masih belum sadarkan diri, Bu. Dia harus di rawat disini beberapa hari."
"Ya Tuhan, kalau begitu pesankan kamar yang paling bagus. Ibu ingin melihat kondisinya dulu."
Tanpa mempedulikan Rasya yang ada disana, Nilam masuk ke dalam ruang IGD dengan bertanya kepada perawat.
"Sepertinya ibumu sangat mengkhawatirkan Dea. Jadi, keluargamu mengenalnya?" Rasya masih tak menyerah untuk membuat Shady mengaku.
"Iya, Dea adalah pengasuh putriku, Naura." Entah kenapa kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Shady.
"Pengasuh?"
"Benar. Dia bekerja paruh waktu sebagai pengasuh Naura."
Rasya masih belum bisa percaya dengan apa yang dikatakan Shady. Ingin bertanya lebih lanjut, namun bunyi getar ponselnya membuat Rasya harus segera menjawabnya. Ternyata itu adalah sang asisten yang memintanya untuk segera datang ke kampus.
Dengan berat hati, Rasya berpamitan pada Shady dan meminta pria itu untuk menjaga Dea. Shady berterimakasih karena Rasya sudah menolong Dea.
Tiba di parkiran, Rasya segera memasuki mobilnya dan melesat pergi dari rumah sakit. Dalam perjalanan, Rasya memegangi kepalanya. Banyak hal terlintas dalam benaknya.
Rasya menepikan mobilnya dan menghubungi seseorang.
"Halo, Eksa. Tolong kau periksa tentang Midea Lestari. Kapan dia keluar dari penjara dan siapa yang menjaminnya. Aku butuh informasinya sekarang!"
Rasya mematikan sambungan telepon. Ia masih menunggu informasi dari sang asisten, Eksa. Tak lama bunyi getar ponsel Rasya kembali menggema.
"Halo, bagaimana?" Tanya Rasya tak sabar.
"Menurut data di rumah tahanan, Midea Lestari masih tercatat sebagai penghuni rumah tahanan, Tuan. Dia masih belum dibebaskan."
"Apa?! Kau yakin?"
"Iya, Tuan."
Rasya masih tak percaya dengan apa yang dikatakan sang asisten. Jelas-jelas Dea adalah mahasiswinya dan Dea sudah dibebaskan dari penjara.
"Apa ini adalah perbuatan Shady? Tapi, untuk apa Shady melakukan ini?" Gumam Rasya.
Rasya kembali melajukan mobilnya karena tak bisa menemukan jawaban pasti. Ia akan menyelidiki ini lebih lanjut di lain waktu.
Sementara itu di rumah sakit, Dea sudah dipindahkan ke kamar VIP rawat inap. Nilam sengaja memberikan kamar terbaik untuk menantunya.
"Bang, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Dea bisa pingsan begini? Bukankah kamu berangkat dengannya tadi?" Nilam mulai bertanya.
"Eh? Aku ... aku tidak bersama dengan Dea, Bu. Saat aku ingin mengajaknya berangkat bersama, aku tidak menemukan Dea di halte bus. Dia sudah lebih dulu naik bus," bohong Shady.
"Kamu ini! Mulai sekarang bersikap baiklah pada Dea. Ibu merasa kasihan pada Dea karena sikap Clara. Jika tahu akan begini, lebih baik dia menetap di luar negeri saja." Nilam menghela napas mengingat kelakuan Clara yang selalu menindas Dea.
"Bu, jangan bicara begitu. Abang janji akan bicara pelan-pelan dengan Clara." Shady berusaha menenangkan Nilam.
"Malam ini menginaplah disini. Biar ibu yang menjaga Naura," ucap Nilam mengusap lengan Shady.
"Eh?!" Shady nampak terkejut.
"Kamu adalah suaminya. Sudah sepatutnya kamu menjaga istrimu dengan baik."
Terdengar suara rintihan dari arah ranjang. Dea mulai tersadar. Nilam segera menghampiri brankar Dea.
"Sayang, bagaimana keadaanmu?" Tanya Nilam dengan suara lembutnya dan membelai puncak kepala Dea.
"Ibu?" Lirih Dea menatap Nilam.
Dea memperhatikan sekelilingnya. Ia mulai paham dimana dirinya sekarang.
"Istirahatlah dulu disini hingga kondisimu pulih. Shady akan menjagamu."
Mata Dea membola mendengar nama Shady. Ketakutan mulai menggelayuti hati Dea. Masih jelas dalam ingatannya bagaimana Shady memperlakukannya dengan kasar. Bahkan Shady hampir saja merenggut hal berharga dalam dirinya.
Dea memalingkan wajahnya ketika Shady mulai mendekati brankar. Sungguh ia tak ingin bertemu dengan Shady saat ini. Tapi Dea tidak bisa membiarkan Nilam curiga dengan mereka.
"Kalau begitu Ibu tinggal dulu ya. Nanti ibu akan minta Rosi menyiapkan kebutuhanmu dan membawakannya kemari."
Shady mengangguk.
"Sayang, ibu tinggal dulu ya! Sudah ada Shady disini yang akan menemanimu." Nilam mencium puncak kepala Dea dan mengusapnya.
Dengan berat hati Dea harus rela kembali berduaan dengan Shady. Dea masih memalingkan wajahnya dan tak mempedulikan Shady.
"Aku harus kembali ke kantor. Ada hal yang harus aku urus. Nanti malam aku akan kembali kemari. Kau istirahat saja dulu."
Shady berpamitan kepada Dea namun gadis itu hanya diam. Hatinya masih terasa sakit mengingat kejadian pagi tadi.
...***...
Malam harinya, Shady kembali ke rumah sakit dengan membawa beberapa pakaian ganti untuk Dea. Shady juga membawa makanan untuk Dea. Mungkin dengan begitu Dea akan lebih cepat pulih.
"Ini aku bawakan buah, makanlah sedikit!" Ucap Shady dengan mendekati brankar Dea.
"Jangan mendekat! Letakkan saja di situ!" Dea menunjuk meja nakas di samping brankarnya.
Shady mengalah. Baru kali ini ia merasa sangat bersalah kepada Dea.
"Aku minta maaf. Aku tahu aku sudah menyakitimu. Aku minta maaf..." lirih Shady dengan menampakkan raut wajah penyesalan.
Dea masih diam. Ia sendiri bingung dengan apa yang dirasakannya. Jantungnya berdebar hebat ketika Shady menciumnya dengan kasar tadi. Seandainya saja Shady melakukannya dengan lebih lembut, mungkin Dea tidak akan sekecewa ini kepada pria dihadapannya.
"Aku benar-benar menyesal, Dea. Aku janji tidak akan melakukannya lagi. Kumohon maafkan aku..."
Dea masih tak menjawab. Hingga membuat Shady keluar dari kamar dan memilih duduk di bangku depan kamar Dea.
Di dalam kamar, Dea tak mampu lagi membendung air matanya. Entah kenapa hatinya terasa sakit ketika Shady meminta maaf padanya. Bahkan mendengar janji yang diucapkan Shady, membuat Dea seakan tertusuk pisau tajam di dadanya.
Dea memegangi dadanya yang terasa nyeri. Entah sejak kapan Dea merasakan hal yang berbeda kepada Shady. Mengenalnya selama satu tahun ini, membuat Dea merasakan debaran aneh dalam hatinya. Hubungan mereka mulai membaik, dan Shady mulai percaya padanya.
Tapi setelah kejadian pagi tadi, bisa dipastikan jika hubungan mereka akan kembali dingin. Entah kenapa Dea terasa menyesal karena sudah membuat Shady meminta maaf.
dan yg mengirim bunga ke makam nola adalah rasya.
ceritanya bagus