Jasmine D'Orland, seorang duchess yang terkenal dengan karakter jahat, dituduh berselingkuh dan dihukum mati di tempat pemenggalan di depan raja, ratu, putra mahkota, bangsawan, dan rakyat Kerajaan Velmord.
Suaminya, Louise, yang sangat membencinya, memenggal kepala Jasmine dengan pedang tajamnya.
Sebelum kematiannya, Jasmine mengutuk mereka yang menyakitinya. Keluarganya yang terlambat hanya bisa menangisi kematiannya, sementara sebagian bersorak lega.
Namun, enam bulan sebelum kematian itu, Jasmine terlahir kembali, diberi kesempatan kedua untuk mengubah nasibnya yang tragis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyambutan Rombongan Duke Louise
Pagi hari yang cerah, Duchess Jasmine tampak anggun dan memukau dalam balutan pakaian sederhana namun elegan, berbeda dari dulu yang selalu menonjolkan warna merah mencolok dan makeup bold untuk menyambut Duke Louise Clair. Kali ini, ia lebih memilih kesederhanaan, tetapi tetap memancarkan pesona dan kemewahan dengan cara yang berbeda. Di dalam kamar pribadinya, pelayan-pelayan dari D'Orland sedang mendandaninya dengan hati-hati, memastikan setiap detail riasan dan pakaian terpadu sempurna.
Duchess Jasmine duduk tenang, memandang cermin besar yang terletak di dinding, sesekali melirik ke arah pelayan-pelayannya yang sibuk dengan persiapan.
"Apakah semua persiapan sudah siap?" Jasmine bertanya dengan suara lembut namun tegas, memastikan semuanya berjalan lancar. Suara langkah kaki pelayan yang cepat dan teratur terdengar di sekelilingnya.
Flo dan Dolly, yang bertugas menangani dekorasi kediaman, mendekat dan menjawab dengan penuh keyakinan, "Semua sudah siap, Yang Mulia. Dekorasi telah kami atur dengan sempurna. Ruangan ini akan terlihat sangat indah untuk menyambut kedatangan Duke dan tamunya."
Duchess Jasmine mengangguk puas, senyumnya tampak nyata meskipun tak berlebihan. "Bagus. Terima kasih atas usaha kalian." Lalu, ia beralih bertanya kepada Paula, Rachel, dan Jess, yang bertanggung jawab atas persiapan dapur.
"Bagaimana dengan makanan? Apa semua menu sudah siap? Jangan sampai ada yang kurang," tanya Duchess dengan tatapan tajam, meskipun suaranya tetap lembut.
Rachel yang lebih senior di dapur, dengan sigap menjawab, "Semua menu sudah kami persiapkan dengan hati-hati, Yang Mulia. Kami juga memastikan kualitas bahan dan rasa semuanya sempurna. Makanan akan siap tepat waktu untuk acara."
Paula, yang berdiri di sebelahnya, menambahkan dengan percaya diri, "Kami sudah memastikan semuanya sesuai permintaan, bahkan lebih dari itu. Kami akan membuat tuanmu terkesan."
Duchess Jasmine tersenyum tipis, senang mendengar laporan yang baik dari semua pelayan. "Terima kasih, kalian semua sangat membantu. Aku percaya acara ini akan berjalan lancar berkat kerja keras kalian."
Setelah selesai dengan persiapan pribadi dan mendengar laporan dari para pelayan, Duchess Jasmine bangkit dari tempat duduknya dan melangkah keluar dari kamar dengan langkah mantap. Ia disambut oleh Paman Harold, yang menunggu di luar dengan dua pengawalnya, Vincent dan Julian, yang selalu siap siaga. Paman Harold tampak terkesan dengan penampilan Duchess kali ini, berbeda dari sebelumnya yang selalu terlihat mencolok.
"Selamat pagi, Paman Harold," ucap Duchess dengan anggun, tanpa menunjukkan kebanggaan berlebihan, namun cukup memberi kesan bahwa ia puas dengan hasil persiapannya.
Paman Harold tersenyum tipis, namun ada sedikit kegugupan di matanya. "Selamat pagi, Duchess. Persiapan semuanya terlihat sangat memukau. Bahkan jauh lebih mewah dibandingkan dengan yang sebelumnya."
Duchess Jasmine tersenyum tipis, matanya menyiratkan kebijaksanaan. "Itu karena kita tidak membuang-buang uang untuk hal-hal yang tidak perlu. Setiap pengeluaran dapat dipertanggungjawabkan dengan jelas, berbeda dengan mereka yang hanya tahu mengambil keuntungan untuk diri sendiri."
Paman Harold hanya bisa mengangguk, merasa sedikit malu dengan kenyataan yang ada. Ia tidak bisa menyangkal bahwa apa yang dikatakan Duchess benar. Di bawah pengelolaan Nania, banyak uang yang terbuang dengan sia-sia. "Saya benar-benar kagum dengan perubahan ini, Duchess. Semua tampak sempurna."
Duchess Jasmine melangkah lebih dekat kepada Paman Harold, matanya menatap dalam seolah menyelidiki. "Jadi, apakah ini sesuai dengan ekspektasi tuanmu? Apa yang kau pikirkan tentang semua persiapan ini?" tanyanya dengan nada menggoda, namun tetap tenang.
Paman Harold menatapnya dan, setelah ragu sejenak, ia berkata dengan jujur, "Ini jauh lebih baik daripada yang saya harapkan. Saya kira akan ada lebih banyak kekurangan, tapi ternyata semua sudah terorganisir dengan baik."
"Bagus," jawab Duchess Jasmine singkat, lalu menambahkan dengan senyuman tajam, "Sekarang mari kita keluar dan sambut tuanmu, bersama simpanannya itu."
Paman Harold tampak sedikit terkejut dengan sindiran yang sangat jelas dari Duchess. Namun, ia tidak berani berkomentar lebih jauh, hanya mengangguk dan memimpin mereka menuju pintu keluar. Vincent dan Julian mengawal Duchess Jasmine menuju tempat sambutan.
Duchess Jasmine berdiri di depan gerbang kediaman Clair dengan anggun, dikelilingi oleh para pelayan dan pengawalnya yang berdiri dalam formasi rapi. Angin lembut mengibarkan sedikit ujung gaunnya yang sederhana namun memukau, memperlihatkan aura kewibawaan seorang pemimpin. Semua orang menantikan kedatangan Duke Louise Clair, dan tak lama kemudian, suara derap kuda dan roda kereta terdengar mendekat.
Rombongan Duke Louise tiba dengan penuh kemegahan. Sang Duke turun dari kudanya dengan gerakan elegan, mengenakan jubah kebesarannya, diikuti oleh seorang Di sampingnya berdiri seorang wanita muda dengan gaun mewah berwarna merah tua, Cecilia Thorne, wanita yang menjadi mimpi buruk dalam kehidupan pertama Duchess Jasmine. Wanita itu tersenyum angkuh, memandang kediaman Clair dengan tatapan penuh kepuasan. Para prajurit yang mengikuti rombongan itu berdiri berjajar rapi, menunggu instruksi lebih lanjut.
Duchess Jasmine, yang telah menunggu dengan penuh percaya diri, berjalan anggun ke arah gerbang untuk menyambut tamu-tamu tersebut. Langkahnya mantap, dengan senyum tipis yang menghiasi wajahnya, cukup untuk membuat siapa pun merasa ada sesuatu yang berbeda dari dirinya hari ini. Para pelayan dan pengawal yang melihatnya bahkan merasa kagum akan wibawa sang Duchess.
Ketika Cecilia membuka mulutnya untuk berbicara lebih dulu, Duchess Jasmine segera memotongnya tanpa ragu.
“Selamat datang, Duke Louise,” ucap Duchess Jasmine dengan nada yang halus, tetapi dingin dan sinis. Ia melanjutkan sambil melirik ke arah para pasukan dan tamu lainnya, “Dan tentunya, selamat datang juga kepada semua pasukan pemberani yang telah berjuang di perbatasan atas nama wilayah Clair, serta tamu-tamu terhormat yang datang hari ini.” Senyumnya lebar, tetapi ada ketajaman tersembunyi di baliknya.
Cecilia tampak terganggu, tetapi sebelum ia sempat membalas, para prajurit yang berdiri di belakang Duke Louise terdiam mematung, terpana melihat Duchess Jasmine. Mereka saling berbisik pelan, namun tetap bisa terdengar.
“Siapa lady ini? Apa dia benar-benar Duchess Jasmine Clair?” tanya salah satu prajurit muda.
“Duchess Jasmine Clair? Bukankah dia biasanya berdandan mencolok dan… ya, sedikit terlihat tua? Tapi lihat dia sekarang, dia seperti… seorang dewi,” gumam prajurit lain yang jelas tak bisa menyembunyikan kekagumannya.
Duke Louise, yang menyadari suasana aneh di sekitarnya, melirik tajam ke arah Duchess Jasmine, mencoba membaca maksud dari perubahan ini. “Siapa… kau?” tanyanya dengan ragu, namun dengan nada penuh otoritas.
Duchess Jasmine hanya tersenyum samar, lalu menjawab dengan nada penuh sindiran, “Apakah kau lupa dengan istrimu ini, Duke? Atau… mungkin karena kau terlalu sibuk menikmati waktu bersama kekasih simpananmu, sehingga kau tidak lagi mengenali wanita yang kau nikahi?”
Cecilia tampak terkejut dengan kata-kata tajam itu, wajahnya langsung memerah karena marah dan malu. “Apa maksudmu berbicara seperti itu, Duchess? Kau tidak pantas mengucapkan hal itu di depan umum!” katanya sambil menatap Jasmine dengan tajam.
Namun Duchess Jasmine tetap tenang, bahkan memberikan anggukan kecil kepada Cecilia sebelum berbicara lagi. “Oh, aku hanya menyatakan fakta. Apakah ada sesuatu yang salah, Lady?” katanya dengan suara tenang yang penuh tantangan.
Duke Louise mengangkat tangan, mencoba menghentikan pertengkaran yang mulai memanas. “Jasmine, cukup. Aku tidak datang ke sini untuk mendengar ucapanmu. Apa maksud semua ini?”
Duchess Jasmine memiringkan kepalanya sedikit, seolah berpikir, sebelum menjawab dengan santai, “Maksudku? Tidak ada. Aku hanya menyambut kedatanganmu dan seluruh para tamu dengan cara yang seharusnya, Duke.”
Cecilia yang selalu tahu cara memanfaatkan situasi, membuka mulutnya lebih dulu dengan suara lembut, “Sudah lama tidak berjumpa, Duchess Jasmine.” Nadanya sopan, tetapi ada racun tersembunyi dalam setiap kata. “Tidak seperti biasanya Anda menyambut rombongan pasukan setelah bertugas. Apa yang membuat Anda datang ke sini hari ini?”
"Ah, ini dia. Manipulasi khas Cecilia Thorne," pikir Jasmine sambil tetap menjaga senyumnya yang tenang.
Jasmine melangkah maju dengan anggun, suaranya lembut tetapi setiap kata memiliki bobot yang tidak bisa diabaikan. “Tentu saja, aku hanya melakukan tugasku sebagai Duchess Clair. Apakah kau lupa, Lady, bahwa statusku di sini adalah istri sah Duke Louise Clair? Ah, tapi mungkin kau memang lupa…” Jasmine melirik tangan Cecilia yang masih bertengger di lengan Louise dengan senyum sopan penuh sindiran. “…karena tanganmu masih berada di lengan suamiku. Sepertinya itu tidak pantas untuk seorang lady yang belum menikah, apalagi dengan pria yang sudah memiliki istri.”
Duke Louise menoleh ke arah lengan Cecilia, wajahnya menunjukkan keraguan sejenak sebelum ia perlahan menurunkan tangan Cecilia dari lengannya. Suasana di sekitarnya langsung dipenuhi bisikan para prajurit dan tamu yang berdiri di belakang mereka.
“Lihat itu, Duchess Jasmine benar.”
“Memalukan sekali, wanita itu berani bersikap seperti itu di depan istri sah Duke.”
“Dia sangat berani, tapi Lady Jasmine lebih unggul dalam wibawa.”
Cecilia, yang menyadari perubahan suasana, memaksakan senyum lembutnya meskipun matanya sempat memancarkan kilatan kemarahan. Namun, Jasmine, yang sudah memperkirakan reaksinya, melanjutkan dengan tenang.
“Jadi, Lady Cecilia yang terhormat,” ucap Jasmine dengan nada sopan tetapi menusuk, “hari ini Anda tidak perlu menggantikan saya untuk menyambut rombongan Duke. Karena saya, sang Duchess Clair, masih sepenuhnya menjalankan peran saya di rumah ini.”
Wajah Cecilia tampak memerah karena malu dan marah, meskipun ia mencoba kembali mengendalikan ekspresinya. Jasmine memperhatikan setiap perubahan di wajahnya dengan kepuasan tersembunyi.
“Ah, tidak perlu sungkan, Duchess Jasmine,” balas Cecilia dengan suara lembut yang terkesan tulus, tetapi Jasmine tahu bahwa nada itu adalah upayanya untuk menyelamatkan harga diri. “Saya hanya senang membantu.”
“Benarkah?” Jasmine menjawab sambil memiringkan kepalanya sedikit, matanya menyelidik, seolah-olah menantang Cecilia untuk mengatakan lebih banyak. “Tapi bukankah tidak baik untuk menyambut suami orang lain? Ini juga mungkin bisa mencoreng nama baik keluarga Thorne, bukan?”
Bisikan semakin riuh di antara para tamu dan prajurit yang mendengar.
“Duchess Jasmine benar.”
“Bagaimana mungkin Cecilia Thorne tidak memikirkan dampaknya pada nama keluarganya?”
“Dia terlalu berani… tapi kenapa aku baru sadar sekarang?”
Jasmine menahan senyumnya, menikmati bagaimana situasi ini berbalik menguntungkan dirinya.
Duke Louise, yang mulai tidak nyaman dengan suasana ini, akhirnya bersuara. “Apa sebenarnya yang kau inginkan, Jasmine?” tanyanya dengan nada tegas, meskipun ada kebingungan di matanya.
Namun, Jasmine tidak langsung menjawab. Ia hanya tersenyum tipis, menatap Louise dengan tatapan penuh makna. “Aku? Tidak ada, Duke. Aku hanya ingin memastikan penyambutanmu sesuai dengan apa yang seharusnya.”
Louise mendesah panjang, merasa tidak punya kendali atas situasi ini. Cecilia, di sisi lain, tampak seperti sedang mencoba menenangkan dirinya, meskipun wajahnya jelas menunjukkan rasa frustrasi yang mendalam.
Setelah membiarkan keheningan menggantung sejenak, Jasmine berbalik ke arah para tamu dan prajurit yang berdiri di belakang. Suaranya menjadi lebih tegas namun tetap anggun. “Para tamu yang terhormat, mari kita semua masuk ke dalam. Kami telah menyiapkan jamuan untuk merayakan kedatangan pasukan pemberani yang telah berjuang demi wilayah Clair. Ini adalah kehormatan bagi saya untuk menyambut kalian semua.”
Bisikan dan kekaguman terhadap Jasmine semakin terdengar jelas di antara para prajurit dan tamu.
“Sungguh luar biasa. Duchess Jasmine benar-benar berbeda dari yang kudengar sebelumnya.”
“Dia benar-benar seorang pemimpin. Bukan hanya cantik, tapi juga bijak.”
“Tidak heran jika Duke Louise terlihat terkejut. Duchess Jasmine jauh lebih memukau daripada kekasih simpanannya.”
Sambil berjalan masuk ke kediaman, Jasmine tersenyum kecil. ‘Ini baru awal, Cecilia. Jika kau berpikir kau bisa bermain drama di sini, maka bersiaplah. Aku, Duchess Jasmine, tidak akan membiarkanmu mengulangi kesalahan yang sama.’
Cecilia berjalan di belakang Jasmine dengan Louise, mencoba mengabaikan tatapan dari tamu dan prajurit yang jelas tidak berpihak padanya. Jasmine memimpin rombongan dengan kepala tegak, ke dalam ruangan utama.