“DASAR WANITA PEMBAWA SIAL KAU, DHIEN! Karena mu, putraku meninggal! Malang betul hidupnya menikahi wanita penyakitan macam Mamak kau tu, yang hanya bisa menyusahkan saja!”
Sejatinya seorang nenek pasti menyayangi cucunya, tetapi tidak dengan neneknya Dhien, dia begitu membenci darah daging anaknya sendiri.
Bahkan hendak menjodohkan wanita malang itu dengan Pria pemabuk, Penjudi, dan Pemburu selangkangan.
"Bila suatu hari nanti sukses telah tergenggam, orang pertama yang akan ku tendang adalah kalian! Sampai Tersungkur, Terjungkal dan bahkan Terguling-guling pun tak kan pernah ku merasa kasihan!" Janji Dhien pada mereka si pemberi luka.
Mampukah seseorang yang hanya lulusan Sekolah Menengah Pertama itu meraih sukses nya?
Berhasilkah dia membalas rasa sakit hatinya?
Sequel dari ~ AKU YANG KALIAN CAMPAKKAN.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
A ~ Bab 10
Aku menunggu talak terakhir darimu Fikar.
......................
Dhien membuka tutup botol minyak urang aring yang isinya tidak lagi minyak rambut, tetapi darah Ayam, tangannya menggenggam garpu dengan begitu kuat agar jemarinya tidak bergetar hebat, lalu menuang cairan pekat itu di atas garpu.
“Dasar Bangsat kau Fikar, buat susah diri ini saja! Karena mu, aku jadi jijik melihat milik lelaki, ternyata cuma mirip sepotong es mambo dengan dua telur dipenuhi bulu macam mie keriting!”
Dhien menunduk, menahan napas dikarenakan tidak tahan mencium cairan putih yang nyaris berkerak pada paha Fikar. Kemudian mengoleskan darah Ayam pada ujung Emprit bertopi, begitu juga paha bagian dalam.
“Lagaknya macam ahli bercinta, baru 5 kali pelepasan dengan gaya berbeda sudah keok macam ikan buntal habis kenak mata kail! Kau rasakan ini!” Tanpa memiliki rasa kasihan, Dhien menusukkan ujung garpu pada Burung yang sudah layu, menekan sedikit kuat sampai meninggalkan bekas seperti cap gigi.
Fikar sama sekali tidak terganggu apalagi merasakan sakit, tidurnya begitu lelap sampai mendengkur sedikit keras.
Setelah menyelesaikan misi terakhir, Dhien membereskan barang bukti, menyimpan kembali di tempat tersembunyi, yaitu plastik kresek hitam yang berisi 3 potong bajunya.
Untuk menyempurnakan skenarionya, Dhien mengambil dua uang koin, lalu menjepitkan di kulit lehernya sampai ke belahan dada, seolah dirinya benar-benar dicumbu oleh Fikar.
Malam pun merangkak naik, jarum jam panjang bergerak setiap detiknya, Dhien sama sekali tidak tidur, dia takut bila menutup mata, si Fikar terbangun.
“Ya Rabb, maafkan hamba, yang enggan melaksanakan kewajiban sebagai seorang istri, memanipulasi malam pertama demi tetap mempertahankan kesucian ini. Namun, sungguh hati hamba tak ikhlas bila di gauli oleh laki-laki yang hanya ingin menjadikan diri ini sebagai pemuas nafsu sekaligus babu saja!” Dhien memeluk kedua lututnya, dia duduk di kursi kayu.
“Dhien! Ku ceraikan kau!” Fikar terduduk dengan keadaan tanpa busana, tangannya menuding Dhien, tetapi tatapannya seperti kosong, kemudian dia menghempaskan tubuhnya kembali di atas tilam.
Dhien nyaris jatuh terjungkal, begitu terkejut melihat kelakuan Fikar yang sepertinya sedang mengigau.
“Kau dengar tadi kan, Nyamuk? Laki-laki gila tu menjatuhkan talak padaku, berarti sah ya, sebab ada kalian yang asik berdengung di dekat telingaku!” Dhien bergumam lirih sambil mengibaskan selendangnya guna mengusir nyamuk.
***
Sayup-sayup, Dhien mendengar suara adzan yang disusul oleh ayam berkokok nyaring saling sahut-sahutan, pertanda sudah masuk waktu subuh.
Wanita yang semalam suntuk tidak tidur itu, menghela napas panjang, lalu beranjak dari bangku, mengambil peralatan mandinya di dalam plastik, Dhien pergi ke sumur yang berada di belakang rumah ini.
.
.
Sementara itu.
Fikar menggeliat, mencoba membuka matanya yang berat, rasa pusing masih begitu menggelayuti kepalanya.
“Jam berapa ni? Mengapa rasanya begitu pening?” Tangannya menekan kapuk tilam agar bisa bangun, begitu sudah duduk, dirinya menatap sekeliling, baru setelahnya melihat dirinya sendiri yang masih bugil.
“Hsstt … perihnya, kau kenapa Kalajengking? tanyanya seraya melihat ke bawah. "Lah, siapa yang mematuk mu sampai berlubang macam ni?” seru nya histeris.
“Darah? Yang putih ini apa? Masa iya banyak kali aku menyemprot rumput ….” Matanya melotot sempurna, samar-samar mengingat kalau semalam sepertinya dia sudah meniduri seorang wanita.
“Dhien? Apa betul yang ku tusuk sampai muncrat-muncrat air ni, adalah miliknya? Tapi, mengapa rasanya biasanya saja? Padahal dirinya masih perawan, kalau tak, darimana datangnya darah ni?” Fikar mencoba mengingat lebih keras lagi, tetapi sama sekali tidak membuahkan hasil.
“Kemana dia?” Fikar mengambil celana nya yang terletak di samping bantal, lalu mencoba berdiri, tetapi gagal dikarenakan masih sempoyongan seperti orang mabuk, berakhir ia mengenakan celana dalam sambil tiduran.
“Mabuk apa aku sebenarnya ni? Kalau miras tak mungkin sampai segini parah!” Dirinya kembali duduk pada dipan, netranya mendapati Dhien yang baru masuk dalam keadaan rambut basah.
“Hei Lonte! Sini kau! Apa betul semalam kita kawin?” tanyanya yang masih meragukan tentang semalam.
Dhien melangkah pelan, mengikis habis jarak sampai hanya tinggal selangkah dari Fikar yang masih tidak mengenakan baju.
“Kalau tak main, lalu ingus kering di paha mu itu apa? Dan kerak merah pekat tu, apa masih belum cukup membuktikan apa yang telah terjadi semalam?”
Fikar masih tidak percaya, tetapi bingung sendiri kala ingin menyangkal, hanya saja dia merasa banyak yang janggal, kembali dirinya bangkit dan kali ini berhasil walaupun masih ditopang pinggiran dipan.
“Ku kira rasamu sempit, ternyata sama saja dengan para Lonte di luaran sana! Longgar, Becek dan Berbau! Dasar Wanita Pembawa Sial!!” Fikar mencemooh habis istrinya.
“Bukan aku yang salah, sebab kaulah laki-laki pertama yang menjamah diri ini! Mungkin saja, Tuhan … telah mencabut rasa nikmat mu dikarenakan terlalu sering kau bermaksiat! Ibarat kata, seekor Anjing betina pun akan sama rasanya bila kau kawini, Fikar!”
PLAK.
“Ku ceraikan kau, Dhien!” Tangannya terasa kebas dikarenakan kuatnya dia menampar, netranya menatap nyalang pada Dhien.
“Ku tunggu talak terakhir darimu wahai laki-laki calon penghuni neraka!” Dhien menatap berani, netranya sama sekali tidak bergetar, padahal pipinya terasa perih.
Telapak tangan besar itu kembali hendak terayun lagi, tetapi ….
BUGH.
“Argh … Telor ku Peccah! Sialan kau, Lonte!” Dirinya sampai berjingkat-jingkat sembari memegangi selangkangannya.
“Cukup sekali kau menyakiti fisikku! Tak ada lain kali apalagi berulangkali!” sosok cantik dengan tubuh molek itu berbalik, melangkah santai meninggalkan sang suami yang menjerit kesakitan akibat dia tendang buah zakarnya.
Dhien membalikkan badannya, menatap lekat pada laki-laki yang masih merintih menahan sakit. “Kau ingat baik-baik ni, Fikar! Bila masih jua ingin menyakitiku, bersiaplah telur puyuh mu tu ku pukul menggunakan batu sampai nya pecah!”
BRAK.
"Nya orang apa Setan? Mengapa kejam betul! Sakitnya bukan main, Sialan kau Dhien! Udah macam malaikat pencabut nyawa saja dirimu tu!” Perlahan dirinya terduduk lagi, burungnya terasa begitu berdenyut, sampai kepalanya pun ikut nyut-nyutan.
.
.
"Wah wah … mentang-mentang pengantin baru, jadi sesuka hati bangun paginya! Tak nya kau tengok bila matahari sudah bersinar, Dhien?” Ramlah menghardik sang menantu.
“Alhamdulillah, mataku masih sehat, sehingga tak kesulitan melihat betapa cerahnya hari ini,” jawab Dhien begitu santai.
Tatapan Ramlah seperti hendak memakan orang hidup-hidup. “Kalau sudah tahu, mengapa kau masih asik berdiri di situ! Harusnya langsung masuk rumah utama dan mulai bersih-bersih!”
“Ibu mertua tak salah menyuruh ku?” Tunjuknya pada diri sendiri.
“Tak takut apa kalau nanti rumahmu jadi ketiban sial? konon katanya si tua Blet, bila aku pulang dari bertamu di rumahnya, pasti tak lama kemudian datanglah beberapa ekor hewan sekaligus, bukan cuma tu saja! Duit nya pun ikutan hilang.”
“Dengan semua kesialan tu, apa Ibu mertua tak takut …?”
.
.
“Assalamualaikum!”
“Walaikumsalam. Ada perlu apa, Nur …?”
.
.
Bersambung.
Selamat ketemu hari Senin lagi Kakak🥰
Selamat beraktifitas, semoga hari-hari kita selalu diberikan kebaikan, kesehatan, kelancaran dan kebahagiaan ... Aamiin 🤲 🥰
Hanya akan jadi samsak si Dhien aaja kau ni.
ra nduwe wedi trio cebol iki 🤣🤣
jan nyebut tenanan 🤣
maka udah selayaknya saling meraba perasaan masing2 ,menegaskan tanpa merasa risih hingga harus jd kakak beradik percayalah ga akan bisa jg karena hati yg sudah bertaut
sedalam itu rasamu buat Dhien
nah bangkit Dhien tunjukkan kamu setegar karang yang ga bisa dihempas siapapun