Maha Rani Larasati rela menikah dengan Daniel Nur Indra seorang duda ber anak satu tapi jauh dari kata bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trisubarti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 9
Enam jam sudah, Rani berada di rumah sakit. Bambang setia untuk menemani. Setelah di periksa dokter Rani di Izinkan untuk pulang.
"Mbak e, saya ke mobil dulu ya menyimpan barang ini, sekaligus memanaskan mobil." Kata Bambang keluar ruangan sambil menenteng kantong plastik baju ganti milik Rani. Memang seperti seorang suami.
"Iya bang" Jawab Rani. Rani memandang kepergian Bambang dengan rasa haru, tiba-tiba air matanya luruh.
Rani keluar ruangan berjalan ingin menyusul bambang ke mobil.
Di lorong rumah sakit, Rani bertemu dengan dokter Zulmy dokter langganan Daniel yang selalu di panggil kerumahnya.
"Assalamualaikum..." Sapa Rani kepada dokter Zulmy.
"Waalaikumsalam" Jawab dokter Zulmy.
"Eh Mbak Rani, apa kabar? lama juga kita nggak ketemu," Kata dokter Zulmy memandangi Rani dari atas sampai bawah, badanya semakin kurus. Dokter bertanya-tanya kenapa Rani sangat berbeda, dulu sebelum menikah dengan Daniel ia pernah mengobati Rani tapi badanya cukup ideal.
"Hehehe...kalau kita nggak ketemu alhamdulillah, berarti keluarga saya sehat dok." Jawab Rani terkekeh.
"Benar juga mbak Rani, dulu saya sering berkunjung, tetapi bukanya silaturahmi, pasti selalu mengobati kalian." Kata dokter.
"Ngomong - ngomong, bagaimana kabarnya Daniel dan Icha?" Tanya dokter.
"Baik dok"
"Mbak Rani sedang apa di sini?" Tanya dokter Zulmy kalau sakit biasanya keluarga Daniel selalu menghubunginya, tapi kenapa kok Rani sampai datang kerumah sakit sendiri? pikirnya.
"Saya lagi promil dokter, pingin punya anak memberi Icha adik." Jawab Rani, tidak seluruhnya bohong, sebab Rani kemaren memang sedang program hamil.
"Terus Daniel mana?" dokter Zulmy celingukan, mencari Daniel.
"Saya hanya sendiri dok, Mas Daniel sedang sibuk, saya juga ingin cepat pulang dok, Icha pasti sudah menunggu." Tutur Rani.
"Oh gitu, saya antar kedepan yuk" Kata dokter.
"Saya permisi dok, taksi sudah menunggu di depan." Kata Rani.
"Oh silahkan Mbak Rani, salam buat keluarga di rumah."
"Baik dok"
Rani berjalan menuju parkiran, dokter Zulmy mengantarkan sampai depan. Mereka masih ngobrol sambil berjalan.
"Sudah siap Mbak e?" Tanya Bambang.
"Sudah bang, kenalkan ini dokter Zulmy." Rani memperkenalkan dokter pribadi Daniel dengan Bambang.
Bambang mengangguk sopan kepada dokter Zulmy, kemudian berjabat tangan memperkenalkan diri.
Dokter kembali masuk kerumah sakit. Kemudian Rani dan Bambang bergegas pulang.
Didalam mobil Rani dan Bambang asyik berbincang.
"Bang, jadi berapa totalnya, hitung semua kerugian abang, saya sudah menyita waktu abang seharian ini." Tutur Rani.
"Sudah mbak e, ndak usah di pikirin, saya ikhlas melakukan semua ini." Tutur Bambang.
"Iya saya tau abang orang baik, tapi biarlah saya akan bayar, karena saya nanti akan berlangganan dengan abang, seandainya saya hendak, bepergian." Tutur Rani.
Bambang hanya diam mendengar penuturan Rani tidak menolak dan tidak juga mengiyakan.
"Ya sudah, ini saya bayar segini, kalau kurang bilang ya" Rani menyerahkan uang 500 ribu. Tapi bukan uang Daniel yang Rani pakai, bisnis online kuliner Rani kemaren lumayan ramai tanpa sepengetahuan Daniel. Uang yang Rani pakai buat bayar rumah sakit tadi juga uangnya sendiri.
Ini alasan Rani mengapa tidak ingin memakai uang dari Daniel, untuk keperluan pribadinya.
Karena kalau memang Daniel tulus dengan Rani, tentu tidak akan membeda-bedakan antara Almarhumah Almira dengan dirinya.
Mau sampai kapan pernikahannya di bayangi dengan Almira. Menurut Mama mertua Rani. Almira selalu di manjakan dengan harta berlimpah. Tapi bukan itu yang membuat Rani sedih.
Rani hanya ingin Daniel menutup kisahnya dengan Almira
Bukan iri dengan kasih sayang Daniel dengan orang yang sudah meninggal. Atau iri dengan harta yang di limpahkan kepada Almira. Rumah, perhiasan, kasih sayang seolah tidak akan hilang dari pikiran Daniel.
Rani kadang berpikir, sampai kapan? rumah tangganya akan begini dan terus begini? hiks..hiks.
Rani akhirnya tidak bisa menahan air mata. Bambang mengamati Rani dari kaca spion.
"Lho..lho! Mbak e, kok nangis, yo wes, bayarannya saya ambil tapi jangan nangis lagi." Kata Bambang ia pikir Rani menangis karena dirinya tidak mau di bayar.
"Saya ingat anak saya bang, kenapa anak saya lahir sebelum waktunya? hiks..hiks. "Entah kesalahan apa yang saya perbuat, sampai Allah tidak mempercayakan anak yang saya kandung bisa saya timang bahkan sampai besar. hiks..hiks
"Sabar mbak! istighfar, ujian yang Allah berikan kepada hambanya yang beriman, mencerminkan kasih sayang Allah. Allah tidak rela menimpakan azab yang tidak terperi sakitnya di akhirat kelak, hingga Allah menggantinya azab dunia yang sangat ringan, dalam perspektif seperti ini, musibah berfungsi penggugur dosa dosa kita, mbak Rani."
Rani mengangkat kepalanya menatap Bambang, ia terkejut Bambang bicara dengan gamblang tidak medok bahkan seperti Ustadz yang sedang memberi ceramah. Siapa dia? pikirnya.
"Lhoh Mbak e kenapa! kok lihat saya seperti itu?" Tanya Bambang kaget melihat tatapan Rani.
"Tidak apa-apa bang, saya bisa minta nomor telepon nggak? nanti kalau saya mau pergi tinggal hubungi abang," tanya Rani.
"Oh ya, jelas boleh to Mbak e, ini nomor saya di simpan ya," Bambang mengirimkan nomer ponselnya ke nomer Rani. Sebab Bambang masih ada nomer Rani orderan tadi pagi belum ke hapus.
"Bang kira-kira ada Ruko yang mau di jual nggak?" Tanya Rani.
"Lhoh memang buat apa to Mbak e?" Tanya Bamban.
"Jawab saja dulu, barang kali abang tau Ruko yang di jual kalau bisa dua lantai, yang atas biar bisa buat tempat tinggal dan yang bawah bisa buah jualan," Tanya Rani.
"Oh ada mbak tapi agak jauh dari sini, adanya di tangerang, dekat pabrik."
"Kalau buat jualan nasi padang, warteg, pokoknya makanan yang bisa di jangkau harganya pasti laris, sebab dekat dengan pabrik. Tutur Bambang.
"Coba tanya harganya berapa ya bang, kalau sudah tau langsung hubungi saya"
"Memangnya kira-kira yang harga berapa Mbak,"
"Ya seratusan pokoknya lah bang"
"Okay Mbak e, nanti dari sini, saya otw kesana."
Rani dan Bambang ngobrol ngalor ngidul, tidak terasa sampai di depan rumah Daniel.
"Terimakasih ya bang, saya sudah merepotkan abang, kalau tidak ada abang entah mau jadi apa saya,"
"Sudah Mbak, nggak usah di pikirin, ini uangnya banyak sekali to, saya ambil seratus ribu aja ya" kata Bambang menyerahkan uang empat ratus ribu kepada Rani.
"Sudah ambil saja, itu rizki abang, kalau nggak mau ambil, saya nggak mau langganan lagi sama abang." ancam Rani. Bambang mau nggak mau menerima uang dari Rani.
"Yo wes mbak e matur swon."
Bambang melajukan mobilnya meninggalkan Rani. Rani segera masuk ke dalam.
Tok tok tok.
Ceklek.
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam"
"Mbak Rani dari mana, kok dari pagi nggak ada kabar?" Tanya Simbok menatap wajah Rani tampak pucat, dan lesu.
"Mbak Rani kok pucat sekali, lagi sakit ya?"
Daniel yang sedang duduk di sofa, mendengar kata-kata Simbok kalau Rani sedang sakit, menoleh cepat menatap wajah Rani. Yang di tatap tidak peduli.
"Icha sudah pulang mbok?" Tanya Rani.
"Sudah! tadi di jemput sama tuan." Tutur Simbok.
"Saya ke atas dulu ya Mbok"
"Makan dulu mbak Rani,"
"Nggak lapar kok mbok."
Rani kemudian keatas lewat di depan Daniel yang sedang duduk di sofa. Sudah tidak peduli lagi, seandainya tidak ngamuk kemarin kemungkinan bayinya saat ini masih betah di rahimnya.
Sampai di atas Rani melihat Icha di kamarnya, sedang tidur memeluk guling. Rani mencium pipinya kemudian kembali kedalam kamarnya sendiri.
Rani kekamar mandi bersih-bersih kemudian tidur. Hari ini rasanya lelah jiwa raganya.
Malam harinya Daniel dan Icha sudah duduk di meja makan.
"Umi mana cha?" Tanya Daniel ia merasa bersalah kata-kata nya tadi malam sudah terlalu kasar pasti melukai hati Rani.
Tapi Daniel hanya ingin mengajari istrinya agar tidak lancang! pikirnya.
Daniel masih yakin kalau yang mencuri perhiasan Almira adalah Rani.
"Icha panggil Umi dulu ya pa" Icha kemudian keatas, manggil Uminya.
Tok tok tok..
"Umi..." Panggil Icha dari luar sebab Rani, mengunci pintu kamarnya.
Rani kemudian membuka pintu kamarnya.
"Kenapa sayang ..."Kata Rani mengelus rambut Icha.
"Makan malam dulu ya Umi, perut Umi masih sakit ya?" Tanya Icha mendongak menatap Uminya.
"Iya sayang... Umi dari pagi sakit perut, jadi belum ***** makan, Icha makan duluan aja, nanti malam kalau sudah lapar Umi pasti makan kok. Rani menjelaskan pada Icha.
"Ya sudah, Umi bobok aja lagi, nanti kalau sudah lapar, Umi makan ya, takut masuk angin nantinya." tutur Icha, perhatian.
Icha kembali ke meja makan.
"Mana Umi?" Tanya Daniel kepada Icha.
"Umi sakit perut Pah dari tadi pagi, jadi nggak ***** makan," kata Icha sedih. Sebenarnya Icha ingin menegur Papanya tentang keributan tadi malam, karena ada Simbok Icha menahannya.
lumayan buat nambah penghasilan tambahan 🙏😭😭😭