(Gak jamin kalau kamu bakalan nangis bombay)
Audrey, seorang wanita pekerja keras yang mengabdikan hidupnya untuk karier. Dia tidak tampak tertarik dengan hubungan percintaan apalagi pernikahan. Di usia 28 tahun, ia bahkan tidak memiliki seorang kekasih ataupun teman dekat. Tidak ada yang tahu kalau Audrey menyimpan beban penyesalan masa lalu . Namun, kehidupannya yang tenang dan monoton mendadak berubah drastis ketika ia bertemu kembali dengan sahabat masa kecilnya, Sofia. Audrey tidak pernah menyangka kalau Sofia memintanya menikahi calon suaminya sendiri. Akankah pernikahan Audrey menjadi mimpi buruk atau justru kisah cinta terindah untuk seumur hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ICHA Lauren, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
08 Penyesalan Cinta Pertama (Part 3)
Audrey mencoba menyembunyikan trauma dan kepedihannya sendiri. Ia tidak mau jika mama dan Opanya tau kalau dirinya mengalami pelecehan yang hampir merenggut kehormatannya sebagai seorang wanita. Audrey menelpon ke kampus dan meminta ijin kepada dosennya pembimbingnya untuk tidak hadir di jadwal konsultasi minggu ini. Audrey hanya mengatakan ia sedang tidak enak badan dan perlu istirahat untuk memulihkan kondisinya. Mamanya sedikit curiga dengan sikap Audrey yang berubah. Tiap kali Mama bertanya Audrey hanya mengatakan kalau ia baru putus dari Dave dan perlu waktu untuk sendiri.
Lima hari sudah, Audrey sengaja mematikan ponselnya agar tidak terganggu oleh siapapun. Namun, pagi ini, Audrey memutuskan untuk kuat dan menata hidupnya lagi. Perasaan takut bercampur resah menyerang Audrey ketika menyalakan ponselnya. Benar saja, denyut jantung Audrey terasa berhenti melihat nama Dave tertera di layar ponselnya. Banyak miscall dan pesan yang dikirimkan Dave. Audrey memberanikan diri membaca pesan terbaru yang dikirimkan Dave.
"Drey, akhirnya kamu menyalakan ponsel. Tolong baca semua pesanku. Aku memang tidak pantas dimaafkan. Tapi aku benar-benar menyesali perbuatan bodohku. Aku khilaf karena harga diriku terluka. Aku berjanji gak akan mengulanginya. Aku mulai menyiksa diriku sendiri dari malam kamu meninggalkanku di apartemen. Tolong balas pesanku ini."
Audrey melempar ponselnya ke atas tempat tidur. Ia tidak mengerti kenapa Dave masih saja mengganggunya. Entah trik apa lagi yang dipakai Dave untuk menjebaknya. Audrey sudah muak dengan semua kepalsuan cowok itu. Sebenarnya Audrey sangat ingin melaporkan tindakan pelecehan yang dialaminya ke polisi, tapi Audrey mengurungkan niatnya karena tidak ingin keluarganya menjadi malu. Apapun yang terjadi, Audrey membulatkan tekad untuk tidak akan pernah membalas pesan dari Dave.
Satu jam kemudian, Dave kembali mengirimkan pesan. Mata Audrey terbelalak saat melihat foto yang dikirimkan Dave. Foto itu menunjukkan beberapa luka bekas sayatan di lengan kiri Dave.
Dasar cowok gila,
apa dia menderita kelainan mental?
Audrey sungguh menyesal pernah terbuai oleh rayuan cowok seperti Dave. Untuk menyegarkan pikirannya, Audrey memutuskan menyimpan ponselnya di laci meja kamarnya.
Sepanjang hari, Audrey menghabiskan waktunya mengajak opanya berjalan-jalan. Setelah selesai makan malam, Audrey menghempaskan badannya di atas tempat tidur. Pikirannya melayang memikirkan apa selanjutnya yang harus ia lakukan. Skripsi harus menjadi prioritasnya sekarang. Audrey berjanji ia hanya akan memikirkan skripsinya dan cepat lulus menjadi sarjana dengan nilai terbaik. Beasiswa yang ia peroleh tidak boleh hilang begitu saja. Lamunan Audrey terhenti saat mendengar getaran suara ponsel yang tak henti-hentinya. Dengan malas, Audrey mengambil ponselnya dari dalam laci dan melihat nama Dave sedang menelponnya. Secara refleks, Audrey langsung mereject panggilan itu. Tak lama berselang, pesan baru masuk dari Dave.
"Honey, aku tau kamu sengaja menolak panggilanku dan gak mau membaca pesanku. Kamu pasti jijik dan menganggapku hanya bicara omong kosong untuk menipumu. Malam ini akan kubuktikan kalau aku sungguh menyesali perbuatanku. Sebentar lagi, aku akan mengikuti balap motor liar. Aku akan mengorbankan nyawaku demi maaf darimu."
Mata Audrey terbelalak membaca kata-kata terakhir yang dituliskan Dave.
Apa memang dia sudah gila?
Apa dia benar-benar mau mati di balapan itu?
Ah, gak mungkin Dave cuma menggertakku
pikir Audrey berupaya membuat dirinya tenang.
Tapi gimana kalau dia menepati perkatannya dan melakukannya?
Batin Audrey kembali bergejolak.
Aku gak boleh percaya pada Dave.
Lebih baik aku matikan saja ponselku daripada aku ikut gila.
Audrey menarik selimutnya dan mencoba memejamkan mata. Karena lelah dengan pikirannya sendiri, Audrey akhirnya terlelap dalam tidurnya.
...****************...
Baru saja Audrey keluar dari kamarnya untuk bersiap berangkat ke kampus, tiba-tiba ia mendengar seseorang mengetuk pintu dengan tidak sabar.
"Biar Audrey yang buka pintu, Ma," kata Audrey sembari mengambil tas kuliahnya.
Tepat saat membuka pintu, Audrey terkejut melihat siapa yang muncul di hadapannya. Ethan dan Justin, dua sahabat Dave tengah berdiri dengan wajah yang terlihat panik.
"Drey, akhirnya kamu buka pintu juga. Ayo ikut aku sekarang! Dave ada di rumah sakit karena mengalami kecelakaan yang berat semalam. Dia dalam kondisi kritis dan terus mengigau namamu. Sekarang Dave sedang menjalani operasi. Kita harus kesana sebelum terlambat," ujar Ethan menarik tangan Audrey."
"Tu..tunggu dulu. Apa benar Dave kecelakaan?." jawab Audrey terbata-bata seakan tidak mempercayai ucapan Ethan.
"Mana mungkin aku berbohong soal hidup dan mati. Cepat masuk ke mobil, kita berangkat. Waktu kita mungkin gak banyak."
"Ma, Opa, Audrey pergi sebentar," ucap Audrey seraya menutup pintu lalu bergegas mengikuti Ethan dan Justin menuju ke mobil. Audrey teringat pesan terakhir yang dikirimkan Dave. Ternyata kali ini Dave tidak berbohong. Dave sungguh menyesali dengan perbuatannya hingga berani mempertaruhkan nyawanya sendiri.
Setengah berlari, Audrey mengikuti kedua sahabat Dave di sepanjang lorong rumah sakit. Tak terasa air mata Audrey mulai mengalir membayangkan apa yang terjadi pada Dave. Audrey merutuki kesalahannya karena membiarkan Dave nekad membahayakan diri demi meminta maaf kepadanya. Perbuatan Dave memang tercela, tapi Audrey seharusnya membuka pintu maaf bagi mantan pacarnya itu. Paling tidak Audrey bisa membalas pesan Dave dan mencegah hal buruk terjadi.
Tiba di depan ruang operasi, mereka melihat seorang wanita berumur 40 tahunan sedang menangis tersedu-sedu ditemani dua orang perawat. Ethan menghampiri wanita itu dengan raut wajah bingung.
"Tante Diana, ada apa? Apa operasi Dave sudah selesai?"
Setengah berteriak, wanita itu menjawab sambil menangis, "Dave sudah pergi. Tante sendirian sekarang. Dave sudah pergi selamanya.."
Tak lama beberapa perawat keluar dari ruang operasi membawa sebuah ranjang pasien. Tubuh Audrey mendadak lemas. Tangan dan kakinya sangat dingin seperti tersiram air es. Audrey menyeret kakinya yang kehilangan tenaga untuk menghampiri para perawat dan mendekati tubuh Dave yang terbujur di atasnya.
Audrey yang sudah tidak mampu menahan kesedihannya, menangis dan mengguncang-guncangkan tubuh Dave, "Dave kamu pasti bercanda. Bangun sekarang, Dave! Aku sudah memaafkanmu, Dave. Ayo bangun, jangan tinggalkan kami semua."
"Mbak, maaf kami harus memindahkan jenazah pasien," kata seorang perawat menyadarkan Audrey.
Audrey yang masih berdiri dalam kondisi terguncang, mendadak jatuh tersungkur karena didorong dengan keras oleh Mamanya Dave.
"Jadi kamu yang namanya Audrey. Puas kamu sekarang melihat Dave sudah meninggal? Tante tau kamu-lah penyebab Dave nekad hingga kehilangan nyawanya. Tante sudah membaca semua pesan yang dikirimkan Dave. Sudah puas kamu menyiksa anakku? Sekarang saatnya kamu membayar dosamu."
Ibu Dave menarik Audrey untuk berdiri lalu menjambak rambut Audrey dengan kasar. Air mata Audrey terus mengalir. Wanita itu mendaratkan satu tamparan keras di pipi Audrey. Sementara Audrey hanya pasrah menerima perlakuan mamanya Dave. Sakit di pipi dan rambutnya tidak seberapa dibandingkan sakit luar biasa di dalam hatinya. Audrey merasa dirinya pantas menerima semua pukulan karena telah menjadi penyebab kematian Dave. Ethan dan Justin yang melihat kejadian itu berusaha memisahkan Mama Dave dari Audrey.
"Tante tidak ada gunanya berbuat seperti ini pada Audrey. Sekarang lebih baik kita mengurus jenazah Dave, Tante," ucap Ethan menenangkan Mama Dave.
"Bawa pergi gadis sial itu dari hadapanku! Kalau aku masih melihatnya, aku pasti akan menghabisinya! teriak Mama Dave memberikan instruksi kepada Ethan dan Justin.
Ethan memberikan isyarat kepada Justin agar segera membawa Audrey pergi. Justin pun memegang pundak Audrey dan membantu gadis itu berjalan meninggalkan rumah sakit.
"Drey, ini minum dulu," ucap Justin prihatin seraya menyodorkan sebotol air mineral. Audrey hanya menggeleng perlahan. Sorot mata Audrey menerawang jauh.
"Drey, sudahlah jangan terlalu dipikirkan. Tante Diana hanya sedang shock karena kepergian Dave yang mendadak. Dari dulu Dave sering ikut balap liar bahkan sering menjuarai turnamen. Dave sebenarnya seorang pembalap yang ahli. Hampir gak mungkin kalau dia sampai mengalami kecelakaan fatal. Tapi...menurutku ini semua sudah takdir. Kepergian Dave bukan salahmu."
"Justin, aku gak menyalahkan mamanya Dave. Apa yang dikatakannya benar. Memang aku yang bertanggung-jawab atas meninggalnya Dave. Aku terlalu sombong sehingga gak mau memaafkan Dave."
"Drey, Dave melakukan ini karena mentalnya sedang gak stabil. Apa kamu sudah tau kalau Dave mengidap bipolar? Dave menjalani terapi dan pengobatan sejak remaja. Sedikit saja tertekan atau depresi, penderita bipolar bisa berbuat nekad."
Bagaikan tersambar petir, Audrey tidak pernah menyangka bahwa Dave menderita bipolar. Sekarang Audrey merasa dirinya jauh lebih jahat karena membuat Dave tertekan secara mental. Kalau saja ia tau penyakit Dave, Audrey pasti akan segera memaafkan Dave. Kesalahan yang dilakukan Dave merupakan bentuk dari ketidakstabilan mentalnya. Sebagai pacar, Audrey harusnya membantu Dave supaya sembuh, bukan malah memperparah kondisinya hingga meninggal.
...****************...
"Tante bersumpah kamu gak akan pernah hidup bahagia. Kamu akan membayar karma dari dosamu dengan penderitaan dan kesepian seumur hidup. Pergi dari sini! Jangan pernah menunjukkan wajahmu lagi!" teriak Mamanya Dave sambil menunjuk wajah Audrey.
Audrey hanya menangis lalu bersimpuh di pusara makam Dave. Sumpah serapah yang diucapkan mamanya Dave sama sekali tidak menyurutkan niat Audrey untuk mendoakan kekasihnya.
"Drey, ayo kita pergi. Kamu bisa ke makam Dave kalau suasana sudah sepi. Aku akan mengantarmu pulang sekarang," kata Justin membantu Audrey berdiri.
"Makasih, Justin," jawab Audrey lemah.
Audrey berjanji di dalam hatinya bahwa ia akan menebus semua kesalahannya kepada Dave. Dia akan hidup sendirian tanpa cinta. Baginya cinta sudah mati bersama dengan kepergian Dave.
aq lebih lebih & lebih padamu Reiner😍😍😍😍
emak" labil🤣🤣🤣