Jalan hidup ini bagaikan roda. Kadang di atas kadang di bawah. itulah yang terjadi pada seorang wanita yang tidak muda lagi.
Namun demi buah hatinya ia berusaha bertahan. yang dipikirkan bagaimana supaya anaknya bisa sekolah dan bertahan hidup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husnel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebablasan
Beni kembali dengan berbagai macam menu. Mei sangat kaget sekali, Karena Ben meletakkan di atas meja di depannya. .
"Silahkan Bund." ujar Beni tersenyum.
Mei sampai tidak bisa berkata-kata." Ini terlalu banyak Ben. Bagi ke Ayahnya juga." Lirih Mei agar tidak terdengar orang lain.
Beni pun membaginya sebagian kecilnya. Bertepatan dengan sate pesanan Ben. Mei menggelengkan kepalanya.
Sementara Nabil. Terdiam kaku. Ia tidak berani berkomentar, semenjak tahu kalau Pak Andre sopir Bus yang di tumpangi Ayahnya Ben. Laki-laki yang bersamanya dari tadi siang.
"Ini mah banyak sekali. gimana cara makannya.?" Tanya Mei bingung.
"Kalau nggak habis, bisa di bawa pulang Bund." Usul Ben. Mei hanya mengangguk lemas.
Ia tidak banyak bawa uang. Hanya untuk jajan mereka bertiga aja sudah cukup. Soal oleh-oleh, Ia tidak terlalu pusing. Nanti di beli ajak keripik. Tapi.. Ini ia lihat di meja penuh dengan berbagai macam menu yang sudah tersimpan baik dalam box nya masing-masing.
"Ayok buk dimakan satenya, nanti tidak enak." Ujar Pak Andre yang dadi tadi hanya diam.
Mei hanya mengangguk pasrah. Ia pun menyuapi Nia yang sudah membuka mulut. Sedangkan Nabil tak berkutik. Ada rasa canggung yang melanda dirinya yang biasanya cuek saja.
Karena sikap Ben dilihat langsung oleh Ayahnya. Nabil jadi salah tingkah. " Ayok kaka do makan.." Ajak Mei pada gadisnya yang dadi tadi hanya diam saja.
"Dek. Kok kakaknya bengong aja. Lagi sakit gigi ya." Bisik Ben pada Nja yang duduk di sebelahnya.
Nia menoleh pada kakaknya. " Nggak. Tadi kakak makan donat itu." Tunjuk Nia pada donat yang dia tas meja.
Karena sebelumnya, Nabil belum menyadari kalau Pak Andre itu adalah Ayahnya Ben. Bukan karena jaga gengsi gitu. Tapi dari tadi ia bersama Ben terus. Takutnya Ayahnya Ben salah paham padanya.Walaupun ia mendengar ucapan mereka.berdua, namun ia tetap diam dan makan sate ayam yang ada di depannya.
Beni melihat Nabil yang menunduk, ia pun mengambil handphonenya. Mengirim pesan pada gadis tersebut.
Beni: "Kenapa diam saja... Apa ada yang salah.?"
Nabil melihat handphonenya yang ada notif yang masuk. Ia melihat pesan dari Ben. Tapi ia diam saja tidak membalasnya.
Beni: "Kok nggak di balas!" Tanya Beni yang tahu Nabil masih menatap handphonenya.
Nabil: "Takut.?" Jawabnya.
Beni mengerutkan keningnya
Beni: " Aku pikir gadis seperti kamu tidak ada merasa takut." Pesannya lagi.
Nabil tidak membalas beberapa waktu. Ia memasukan sate ke mulutnya. Tampak sekali kalau ia sedang berpikir.
Beni: " Kenapa takut. Apa karena ada Ayah ku." Tebak Ben.
Nabil menarik nafasnya berat.
Nabil: " Kok tahu.!"
Beni langsung membalas pesan gadis yang ada di di depannya. Tiba-tiba ada seorang laki-laki masuk dan hendak duduk di sebelah Nabil. Spontan Ben berdiri.
"Maaf ya Bang. Ini kursi saya." Beni bersikap posesif pada Nabil yang baru saja ia kenal hari ini.
Laki-laki tersebut akhirnya duduk di kursi lain yang jauh dari mereka. Beni merasa lega. Tapi tidak dengan Nabil yang makin grogi. Karena ia takut nanti Bunda dan Pak Andre marah padanya.
"Adek. Kita lihat mainan di sana yok.." Ajak Nabil yang mempunyai ide. Karena tangannya sudah dingin dari tadi.
Nia mengangguk cepat." Mau.." Serunya antusias.
Nabil menggandeng Nia menghindar dari kenyataan. Rasanya tubuhnya tak bertulang saat ini.
"Eh. Kok tangan kakak dingin." seru Nia yang masih di dengar Bunda dan lainnya.
Andre menatap anaknya dan mengangguk. Beni pun mengikuti Nabil yang sudah menjauh.
"Kita beli balon aja ya dek. Kan adek udah punya dua kelinci" Ujar Nabil. Ia tidak mungkin buang uangnya. Karena Bundanya. Sudah berpesan untuk berhemat.
"Ok Kak." Jawaban bahagia Nia.
Keduanya tidak tahu kalau Ben mengikuti dari belakang. Ia tidak Meu mengganggu Adin kakak tersebut.
Sementara di meja. Mei tampak diam. Pak Andre menyadari hal tersebut. Ia pun pindah ke meja Mei.
"Maaf ya buk.. Kalau boleh saya berkomentar. Apakah ibuk keberatan dengan hubungan mereka." Tanya Pak Andre serius.
Mei tercenung, ia tidak berani melihat Pak Andre. Ia merasa bersalah sekali. Hari ini sangat banyak pemuda tersebut menghabiskan uang untuk anak-anaknya.
"Biarkan Tuhan yang menentukan Pak. Jika Yang di sana sudah berkehendak, saya mau apa." Jawab Mei pasrah.
Mei melihat bagaimana posesifnya Ben pada putrinya. padahal mereka berdua tampak sekali tidak ada hubungan apa-apa.
"Makasih buk. Anak ibuk gadis yang baik." Jawab Pak Andre akhirnya. Ia bersyukur karena terlihat kalau Mei tidak menolak anaknya.
Mereka pun akhirnya berbincang nggak jelas. Apalagi sudah datang ibuk-ibuk yang lain yang juga pesan donat untuk oleh-oleh.
"Eh.. Buk Mei dari tadi akrab sekali dengan Pak Andre.?" Tanya teman Mei.
"Ha.ha.. biasalah buk.. kalau sudah tua begini..pasti cerita tentang anak. Ganti-ganti pengalaman." Jawab Mei yang juga di setujui Pak Andre.
Ibuk itu pun duduk nimbrung bercerita, tak sadar hari sudah menunjukkan waktu magrib. Mei menelpon anaknya yang belum juga kembali.Ternyata Nabil sudah di Mesjid yang di ajak Ben. Karena sudah azan.
"Bund. Kita ke mesjid depan. Bunda nggak ke sini. Aku duduk di kedai samping mesjid." Jawab Nabil.
"Oh baiklah. Bunda juga mau ke mesjid." Jawab Mei.
Pak Andre pun beranjak berdiri. Ia tidak pamit secara langsung pada Mei, takut nanti ibuk- ibuk y lain curiga.Hanya anggukan sekilas. Mei pun paham mereka pun menuju mesjid depan.
"Belanja ibuk nggak masukkan dulu ke mobil. biar saya bantu. Ibuk langsung saja ke mesjid.." Pak Andre menawarkan.
"Oh saya juga Pak. takutnya nanti tinggal pula di mesjid." Ujar Buk yang lain.
Pak Andre pun mengambil belanjaan ibuk-ibuk itu. cukup kerepotan sih. Tapi ia tidak menduga. Niat hatinya menawarkan pada orang tua gadis yang di sukai anaknya.
Tapi malah kebablasan. Ibuk yang lain juga ikut nitip. Mei merasa nggak enak, namun Pak Andre bilang tidak apa-apa. Akhirnya dia pasrah dan melanjutkan ke mesjid. untung saja mukenanya masih di tas sandangnya.