Wanita introvert itu akhirnya berani jatuh cinta, namun takut terlalu jauh dan memilih untuk berdiam, berdamai bahwa pada akhirnya semuanya bukan berakhir harus memiliki. cukup sekedar menganggumi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NRmala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masih mencari arti dari Rasa
"Eh, jangan natap aku gitu dong. Aku hanya bercanda kok. Hehehe." Kata Arya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Mereka tidak menanggapi perkataan Arya dan kembali melanjutkan tugas mereka. Sejam telah berlalu, tugas mereka pun akhirnya selesai.
"Alhamdulillah udah kelar." Kata Dinda sambil melirik jam tangan miliknya. "Eh, udah setengah sebelas." Tambahnya.
"Yaudah kalau gitu. Aku sama Arya balik ya! Em, betewe ini yang ngeprint siapa?" Kata Emil.
"Biar aku aja. Soalnya di laptop aku juga kan." Ujar Laura.
"Yaudah deh. Makasih ya, Ra." Kata Emil sambil tersenyum ke arah Laura.
"Kita balik ya. Assalamualaikum." Ucap Arya sembari berjalan keluar beriringan dengan Emil meninggalkan Laura dan Dinda.
"Waalaikumsalam." Jawab Laura dan Dinda bersamaan.
"Aku nginap boleh kan, Ra! Aku udah ijin Ibu dan Bapak."
"Boleh bangetttttttttt. Ayo ke kamar aku."
**********
"Arya, lu suka sama Laura?" Tanya Emil tiba-tiba sembari membawa motornya. Arya hanya tertawa mendengar pertanyaan temannya itu.
"Kenapa lu mikir gitu?"
"Soalnya dari awal lu merhatiin dia mulu. Tadi juga, kalian lihat-lihatan sambil tersenyum."
Arya menepuk pundak temennya, lalu menjawab semua yang menjadi pikiran temannya itu. "Gak lah. Gue cuma ngerasa kayak ada sesuatu aja sama dia. Tapi, bukan berarti gue suka loh ya! Emang sih, dia sempurna banget jadi cewek. Tapi, gue belum ada rasa suka ya. Ya, gak tau nanti." Jawab Arya sembari tertawa kecil.
"Jangan suka lah. Soalnya gue suka sama dia dari dulu. Jangan jadi saingan gue lu."
"Sejak dulu? Perasaan, lu kayak baru kagum sama dia tadi deh. Terus, penyakit mentalnya gimana?"
"Tadinya, sengaja gitu baru kagum sama dia biar tidak ketahuan sama lu. Tapi, hari ini gue ngeliat lu liat dia mulu sih. Tidak naksir kan lu sama dia?"
"Hahaha... Gak tau nanti ya." Ledek Arya melihat ekspresi Emil lewat kaca spion motor Emil.
"Tapi, sepertinya dia suka sama lu deh. Gue selama kenal dia, belum pernah natap cowok sambil tersenyum kayak tadi dia natap lu." Kata Emil.
"Perasaan lu saja, bro!" Tegas Arya agar temannya tidak berfikir lain.
"Apa iya, seperti itu?" Gumam Emil pelan.
Arya mengalihkan pembicaraan. Tidak lama setelahnya, mereka pun tiba di Panti Asuhan Arya tinggal.
"Makasih ya, bro! Sorry, gue ngerepotin lu terus." Kata Arya.
"Santai, bro!" Kata Emil sambil menepuk pundak Arya. "Gue balik ya. Assalamualaikum." Tambahnya lalu menancapkan gas motor miliknya.
Arya berjalan masuk menuju kamar tidurnya. Ia langsung melemparkan badannya ke kasur dan menatap langit-langit kamarnya.
"Cantiknya luar biasa." Gumam Arya.
**********
Keesokan harinya
Kukkkuuruyyuukkk.....
Matahari kembali pancarkan sinarnya menghangatkan bumi. Pagi kembali menyapa, meninggalkan malam yang penuh cerita.
Bagi beberapa orang, memilih melanjutkan tidurnya daripada menyapa sang mentari. Mengingat hari ini adalah hari libur. Tapi tidak untuk dua gadis ini, yang masih menyapa pagi dengan dzikir yang dilafadzkan.
Ya, Laura dan Dinda telah bangun sedari tadi. Sebelum ayam berisik membangunkan masyarakat di kompleks mereka. Melaksanakan kewajiban mereka sebagai umat muslim.
"Laura, jalan pagi yuk! Mumpung kita libur kan. Di lapangan dekat Masjid Agung aja yuk!" Ajak Dinda sembari membereskan alat sholat miliknya.
"Boleh." Jawab Laura yang juga sedang membereskan alat sholatnya.
**********
"Kamu masih pengen jalan, Ra? Aku udah capek soalnya." Ujar Dinda.
"Iya, aku masih pengen jalan. Kamu duduk duluan di tribun deh." Kata Laura. Dinda kemudian berjalan mendahului Laura menuju tribun.
"Dinda, kemana tuh?" Tanya seseorang tiba-tiba di belakang Laura.
"Eh, Emil. Dinda ke tribun. Kecapean dia." Jawab Laura kaget melihat ke arah belakangnya.
"Oh gitu."
"Iya. Eh, kamu sendirian?" Tanya Laura balik.
"Gak. Sama Arya. Gak ikut olahraga dia. Noh di tribun nungguin." Jawab Emil.
"Oh, iya."
Mereka pun berjalan beriringan. Tidak ada satupun suara yang dikeluarkan. Entah mereka sedang asik menikmati keringat yang keluar dari tubuh mereka, ataupun terhanyut dalam pikiran masing-masing.
Di sisi lain, Dinda melihat Arya yang sedang duduk di tribun dan melambaikan tangan ke arahnya. Ia pun menghampirinya.
"Eh, ngapain? Sendiri aja?" Tanya Dinda kemudian duduk di sebelah Arya.
"Tuh, sama Emil." Jawab Arya sembari menunjuk ke arah Emil yang sedang beriringan dengan Laura.
"Kenapa gak olahraga juga?" Tanya Dinda lagi.
"Gak ah. Lagi males, Din."
"Kan itung-itung buang keringat. Biar badan sehat terus."
"Iya deh si paling sehat." Ledek Arya.
"Hehehe iya nih sehat banget aku." Balas Dinda.
Berbeda dengan Laura dan Emil, suasana tawa menggema di antara percakapan Dinda dan Arya.
Tidak lama kemudian, Emil dan Laura menuju tribun tempat Dinda dan Arya berbagi tawa.
"Hai, Laura!" Sapa Arya ketika Emil dan Laura tiba di depan mereka. Dinda refleks melihat ke arah Arya. "Apa Arya suka sama Laura? Sapaannya seperti lebih hangat dibanding sapaannya ke aku." Batinnya.
"Hai, Arya!" Jawab Laura tersenyum melihat ke arah Arya dan segera mengalihkan pandanganya ke arah Dinda. "Sesuka itu ya, Dinda ke Arya." Batinnya melihat Dinda yang masih terus menatap Arya.
"Dinda, balik yuk. Udah siang nih!" Kata Laura mengalihkan pandangan Dinda ke arahnya.
"Kita duluan ya, Arya, Emil! Assalamualaikum." Kata Dinda lekas berdiri dan menarik tangan Laura pelan menjauhi mereka.
"Kamu ih, ganggu aku banget. Kan lagi enak mandang Arya." Kata Dinda ketika sampai di dekat motor miliknya.
"Kamu ngeliatin dia begitu banget sih. Jaga pandangan, Dinda! Ingat bukan muhrim." Laura mengingatkan.
"Iya, Uztadzahkuuuu...." Ujar Dinda. Ia pun menaiki motornya di ikuti Laura di belakangnya dan menancapkan gas menuju rumahnya.
**********
"Din, aku langsung pulang, ya! Salam sama Bapak, Ibu dan adikmu, ya!" Kata Laura saat tiba di depan rumah Dinda.
"Kamu gak mampir dulu sarapan, Ra?" Tanya Dinda.
"Mba Ayem udah masak juga di rumah. Kasihan kalau aku makan di luar, makananya jadi ke buang."
"Yaudah deh."
"Dah, Dinda. Assalamualaikum." Laura pun berjalan ke arah rumahnya yang hanya berjarak 10 meter dari rumah Dinda.
"Kenapa aku masih kepikiran tatapan Dinda ke Arya tadi ya? Seperti aku gak terima Dinda menatapnya begitu lama. Ya Allah, perasaan apa ini? Maafkan hambamu ini." Gumam Laura selama perjalanannya.
**********
"Assalamualaikum, mba. Masak apa? Harum banget masakannya." Ujar Laura yang kini telah sampai di sebelah mba Ayem yang sedang memasak.
"Waalaikumsalam... Sop udang kesukaan neng. Ayo ganti pakaian dulu neng baru sarapan. Bau keringat ih!" Balas mba Ayem dengan wajah ngaledek ke arah Laura.
"Iya deh, Mba. Tapi nanti temenin aku makan, ya! Aku lagi pengen makan bareng mba Ayem dan mba Ira. Aku mandi dulu ya kalau gitu, Mba!" Ia pun meninggalkan mba Ayem.
**********
"Mba, aku boleh tanya gak ke mba Ayem dan mba Ika?" Tanya Laura di sela-sela makannya.
"Boleh neng. Tanya apa?" Jawab mba Ayem.
"Mba, pernah suka sama seseorang? Rasanya seperti apa?"
"Suka sama seseorang itu rasanya istimewa, neng! Kita seperti di ajak keliling ke tempat yang selalu pengen kita datangin. Dan kalau ngeliat dia, bawaannya bahagia terus dan gak rela kalau dia dekat dengan orang lain." Jawab mba Ika sambil senyum-senyum.
"Bahagia ya?" Gumam Laura pelan.
"Neng, lagi ngerasa suka sama seseorang ya?" Tanya mba Ayem menggoda setelah mendengar gumaman Laura tadi.
"Ah enggak kok, mba!" Jawab Laura cepat.
"Neng salah tingkah nih!" Ucap mba Ika ikut menggoda Laura.
"Mba ihhhh... Godain aku mulu." Kata Laura dengan muka cemberut. Melihat ekspresi majikannya, mba Ayem dan mba Ikan pun tertawa.
.
.
Bersambung...
Baguus yaa diksinya banyaak bangeet 😍