Malam "panas" antara Danar dan Luna, menjadi awal kisah mereka. Banyak rintangan serta tragedi yang harus mereka lalui. Masa lalu mereka yang kelam akankah menjadi batu sandungan terbesar? atau malah ada hamparan bukit berbatu lainnya yang terbentang sangat panjang hingga membuat mereka harus membuat sebuah keputusan besar dalam hubungan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kata Kunci, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25.
Pagi cerah di hari Minggu, Luna dan Danar terlihat sedang sarapan sambil bercengkrama agak mesra dengan canda - tawa yang sesekali terlontar dari keduanya. Danar memotong roti isinya sambil sesekali melihat kearah Sang Kekasih yang sedang menuang minuman dinginnya.
"Sayang...," panggil laki - laki yang merubah menampilkan rambutnya ketika sedang di rumah, menjadi berponi dan agak berantakan namun bukan bertambah tidak karuan, wajah Danar pun turut berubah menjadi lebih manis dan terkesan lebih santai dari biasanya.
Luna menoleh sesaat kearah Sang Kekasih dengan kedua alis yang naik dan meletakkan gelas berisi minuman di dekat piring Danar. Lelaki itu terdiam sejenak sambil berpikir dengan cepat.
"Kamu nggak usah beberes disini lagi ya, nanti aku cari jasa cleaning service aja..." Danar mengatakan hal itu dengan hati 1/2 ragu hingga tidak berani melihat kearah Luna.
Benar adanya, Luna langsung melipat kedua tangannya dibelakang piring dan memandangi wajah Danar dengan tatapan tajam agak menyipit. Helaan napas cepat terdengar dari lelaki yang menyibukkan diri dengan memotong menu sarapannya dan akhirnya memberanikan diri melihat kearah Sang Kekasih setelah meletakkan alat makannya.
"Gini...," Danar berhenti berucap ketika Luna menyodorkan gawai pintar yang membuka sebuah file, lagi - lagi Helaan napas cepat dilakukan lelaki itu setelah sekilas melihat judul file yang ditunjukkan Sang Kekasih.
"Mas, hubungan ini masih percobaan. Job desk tetaplah job desk, kita harus bisa membedakan urusan pribadi dan pekerjaan. So, aku tetap adalah 1/2 bawahan kamu dan 1/2 pacar percobaanmu..." Luna menjelaskan dengan tegas nan santai, lalu dia menarik piringnya dan memulai menikmati menu sarapannya.
Kini giliran mata Danar yang menyipit, Luna mengerlingkan sebelah matanya karena merasa menang hingga memuat Sang Kekasih terdiam.
xxxxxxxx
"Heh, heh, kamu mau kemana?" tanya Luna dengan nada khawatirnya ketika Danar ingin mengikuti langkahnya keluar dari dalam mobil.
Satu tangan Danar lalu kembali menekan tombol kunci untuk mengunci semua pintu mobilnya dan tubuhnya dihadapkan kearah Luna yang masih nampak gugup hingga harus menyampirkan helaian rambut panjangnya ke belakang telinga. Masih terdiam Danar menunggu Luna yang masih celingukan.
"Kita nikah besok...," ucap Danar dengan wajah serius namun nada suara santai.
Luna seketika melihat kearah Danar dengan pupil nya yang membesar, dibalas oleh lelaki itu dengan kedua alis yang dinaik - turunkan.
"Becandaan kamu nggak lucu...," Luna berkata dengan nada ketus dan wajah sedikit kesalnya.
Danar lalu meraih kedua sisi wajah Luna dan menariknya hingga wajah mereka menjadi sangat dekat, ditatap naik turun keseluruhan bagian wajah Sang Kekasih sedangkan Luna menahan napasnya karena gugup.
"Tadi kamu bilang hubungan ini percobaan, jadi buat aku mikir. Apa ya, yang bakal buat hubungan ini bukan percobaan dan jawabannya adalah pernikahan. So, mumpung kakak kamu ada disana, aku mau ngelamar kamu sekalian..." Danar sekilas melihat kearah Bagas yang terlihat memang sedang menunggu kedatangan Luna.
Bola mata Luna berputar dan dengan cepat dikecup bibir Sang kekasih, Danar tidak menunjukkan tanda - tanda mengalah, hingga kini giliran Luna yang menghembuskan napas pendek. Lalu kedua tangannya meraih kedua tangan Danar untuk dilepas pelan dan kemudian digenggam serta dielus pelan dengan wajah tertunduknya.
"Percobaan karena aku tahu, akan sulit mendapat restu Ibu Rania apalagi ada Mbak Nadia yang ngebet banget sama kamu. Kata kamu, kalau sesuatu yang buat kita bahagia ternyata bisa bikin orang disekitar yang kita sayangi tersakiti, harus dipikirin baik - baik saat ambil keputusannya..." Luna mengeluarkan argumen yang 1/2 nya adalah nasihat maut Danar.
Kedua mata Danar terpejam sesaat lalu senyum simpulnya terbit dan satu tangan lelaki itu mencubit pelan pipi Sang Kekasih. Dikecup kening Luna sekali dengan wajah mereka yang kembali menjadi lebih dekat, tangan Danar sudah mengelus salah pipi yang baru dicubitnya tadi.
"Mereka semua bukan orang yang aku sayangi. Mereka musuh yang berselimutkan kata keluarga dan kenalan. Jadi nggak masuk hitungan orang yang aku sayang. Listen, baby girl. Aku udah buat salah dan dosa dengan meniduri tanpa ada dasar pernikahan di dalamnya. Aku ada disini pun sebenarnya takut mau ketemu sama kakak kamu, apalagi perawakan kakak kamu lebih besar dan berotot dari aku. Tapi, perlu kamu tahu, sesegera mungkin kita harus menikah dengan persetujuan kakakmu dan tanpa restu Mamaku..." Danar balik menjelaskan dan meyakinkan Luna dengan wajah sendunya.
Luna lalu menarik tubuh atletis Danar dan memeluk sambil menepuk punggung prianya itu dengan penuh cinta.
"Sama kayak kamu Mas, kalau nggak sama kamu, aku nggak mau nikah sama siapapun kecuali...," Luna mencoba menggoda dengan kalimat terpotongnya yang membuat Danar menarik dirinya dengan satu alis yang naik dan ekspresi wajah agak tidak senangnya.
Tawa kecil Luna terdengar sedangkan kerutan di dahi Danar terbentuk dan dia mengulangi kata terakhir dari kalimat Luna,
"Kecuali..."
"Kecuali orang itu Raja Minyak, rugilah kamu cuman punya ABS, Raja Minyak punya sumber dan kilang minyaknya..." lanjut Luna yang tidak kalah jahil dengan Sang Kekasih.
Danar pun ikut tertawa dan kemudian memencet pelan ujung hidung agak mancung Luna lalu kembali menarik kepala Sang Kekasih untuk mencium keningnya lebih dalam.
Setelahnya Danar memindahkan mobil sesuai permintaan Luna, lalu mereka berpisah dengan kecupan singkat pada bibir juga lambaian tangan. Luna berjalan keluar mobil dengan topi berwarna hitam dan sesekali celingukan.
xxxxxxxx
Mobil Bagas telah sampai dihalaman sebuah area rumah yang cukup besar nan asri. Helaan napas Luna lebih panjang setelah menarik napas yang sangat dalam, pandangannya mengarah ke bangunan rumah masa kecil hingga pra dewasa nya dari dalam mobil.
"Welcome home dek...," ucap Bagas sambil melihat Sang Adik melalui kaca spion belakang.
Gelengan kepala Luna terlihat jelas lalu dia memakai topinya kembali dan bersiap untuk turun. Bagas dan Winda saling tatap sesaat lalu melangkah keluar lebih dulu secara bersamaan yang kemudian diikuti oleh Luna. Kedua pasang kakak dan kakak ipar Luna itu bergandengan tangan dengan diikuti oleh Luna yang masih bernostalgia dengan suasana rumah yang sudah sangat lama ia tinggal pergi itu. Masa nostalgia dia terusik ketika sebuah suara yang sangat dia kenal menyapanya,
"Halo, sayangku..."
Mereka bertiga lalu menoleh secara bersamaan dan wajah serta pupil mata Luna tidak kalah terkejut juga membesar ketika mendapati sosok itu ada tepat dibelakang dirinya. Tanpa pikir panjang, langkah perlahan namun pastinya untuk mundur dilakukan hingga kini mereka bertiga berdiri sejajar dengan tangan Luna memegang tangan Winda dan melihat kearah Sang Kakak Ipar dengan tatapan agak takut.
********