Seorang gadis cantik, jenius dan berbakat yang bernama Kara Danvers bekerja sebagai agen ganda harus mati di karena dikhianati oleh rekannya.
Namun, alih-alih ke alam baka. Kara malah bertransmigrasi ke tubuh bocah perempuan cantik dan imut berusia 3 tahun, dimana keluarga bocah itu sedang di landa kehancuran karena kedatangan orang ketiga bersama dengan putrinya.
"Aku bertransmigrasi ke raga bocil?" Kara Danvers terkejut bukan main.
"Wah! Ada pelakor nih! Sepertinya bagus di beri pelajaran!" ucap Kara Danvers menyeringai dalam tubuh bocah cilik itu.
Apa yang yang akan dilakukan sang agen ganda saat di tubuh gadis cilik itu dan menggemaskan itu. Yuk mari baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terkejut
Cahaya meringsek masuk ke celah-celah jendela kamar, membuat Arvin yang sedang pingsan sekaligus tidur itu, terbangun dengan meringis kesakitan.
"Ugh! Apa yang terjadi?" ucap Arvin dengan suara serak sambil memegangi kepala dan pusakanya yang masih berdenyut.
Tiba-tiba ingatan tentang semalam berputar di otaknya, dimana dia hampir memperkosa istrinya sendiri.
"Sialan!" Arvin memukul bantal.
Seketika pria itu merasa menyesal, terhadap perbuatannya sendiri. Kemarin dia meminum alkohol, sehingga membuat dirinya setengah mabuk dan tak sadar jika melukai istri pertamanya.
Arvin bangkit dari ranjang, sambil berjalan keluar kamar tamu. Sesekali meringis memegangi pusakanya yang berdenyut.
Pria itu melangkah ke arah kamar sang istri pertama, tapi tiba-tiba Amara mencegatnya.
"Mas! Kamu kenapa?" tanya Amara khawatir lebih tepatnya cari muka.
"Minggir! Aku mau ke kamar Selvira!" ucap Arvin datar.
Wajah Amara berubah masam. "Mbak Selvira gak ada! Dia keluar sama Vara pagi-pagi banget!" ucap wanita itu.
"Dia keluar kemana?" tanya Arvin mengeryit heran.
Amara mengangkat bahunya acuh. "Entahlah! Tapi Mas ...."
Arvin melewati Amara begitu saja, lalu masuk ke kamarnya. Dia ingin membersihkan diri dan mencari istri pertamanya untuk meminta maaf.
"Mas! Kamu denger aku gak sih?"
Amara terlihat berwajah masam mengikuti langkah suaminya masuk ke kamar madunya, Selvira.
"Keluarlah! Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu, Amara!" usir Arvin, membuat wajah Amara memerah.
Amara keluar dengan menghentakkan kakinya, tangannya mengepal kuat. Arvin segera membersihkan diri, tak berselang lama Arvin keluar dengan wajah segar.
Tapi pusakanya masih sangat sakit, sepertinya dia akan ke dokter juga. Mengingat semalam, dia tidak ingat siapa yang memukulnya.
Merasa sudah rapi, Arvin bergegas keluar kamar. Namun, ponselnya berdering membuat pria satu anak itu berdecak.
"Ada apa?" tanya Arvin datar saat telfonnya tersambung.
"Baiklah! Saya segera kesana!" ucap Arvin datar.
Tut!
"Sial!" desis Arvin.
Dia lupa, ternyata hari ini ada meeting dengan klien penting. Terpaksa dia harus menunda mencari Selvira dulu. Segera pria itu mengambil jas miliknya, lalu pergi dari mansion.
Setelah Arvin pergi dalam keadaan kesakitan. Amara juga keluar dengan membawa mobil sendiri. Dia sudah janjian ketemu dengan seseorang.
***
Di sebuah taman kanak-kanak terlihat Vara dan ibunya baru saja datang dari supermarket.
Selvira sengaja singgah ke taman kanak-kanak karena ingin bertemu dengan sahabatnya. Wanita itu sengaja menghindari Arvin.
"Vira!" panggil seorang wanita tersenyum sambil melambaikan tangannya.
"Ayo sayang kita kesana!" Selvira menggandeng tangan sang putri.
Vara terlihat malas-malasan berjalan. Kaki kecilnya hanya mengikuti langkah sang ibu bertemu teman kuliahnya.
"Halo! Lama banget baru ketemu kita!" ucap Maya cipika-cipiki dengan Selvira.
"Iya! Kamu sih, sibuk terus! Eh, iya ini putriku Vara!" ucap Selvira.
Maya berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Vara. "Halo Vara sayang! Kamu udah gede ternyata, kamu cantik dan imut banget sih!" Maya mencubit pipi gembul Vara membuat Vara cemberut.
Duh! Nih orang, main cubit-cubit segala lagi! batin Vara menggerutu.
"Aku becal kalena makan naci!" ucap Vara kesal.
Maya terkekeh geli. "Kamu ini pinter banget sih!" pujinya.
Maya kembali berdiri menatap sahabatnya. "Ayo masuk dulu! Kita ngobrol-ngobrol di dalam. Ajak Vara masuk ke kelas, anak-anak juga sedang belajar. Ya, meski usianya di atas Vara sih, tapi gak apa-apa kok!"
"Oh, bagus dong! Vara juga bisa belajar dan memiliki banyak teman. Ayo sayang!"
Vara menatap horor kedua wanita di depannya itu, mana mungkin dia berbaur dengan para bocil, pikir Vara.
Aku lebih baik memilih misi sulit, daripada bermain dengan bocil! teriak Vara.
Meski enggan, Vara melangkahkan kaki kecilnya mengikuti sang ibu bersama temannya. Dalam hati, Vara menyiapkan dirinya agar tetap merasa waras.
Maya menggiring gadis kecil nan imut itu ke kelas. Dimana anak-anak TK berusia 5-6 tahun belajar disana. Terdengar suara mereka bernyanyi, tertawa dan juga berlarian.
Saat memasuki kelas, seorang gadis kecil dengan rambut pendek menghampiri Vara.
"Hai, kamu anak balu yah! Nama aku Lania, nama kamu siapa?" tanya gadis itu.
"Aku Vala! Calam kenal Lania!" ucap Vara dengan wajah polos.
"Namaku bukan Lania, tapi Lania!" ucap gadis itu.
Vara mengeryit heran. "Udah benel 'kan, nama kamu Lania!" sahutnya.
"Ih! Bukan ... nama aku Lania. Pakai L!" ucap gadis itu lagi.
Nih bocil maunya apasih! Udah bener aku bilang Lania anjir! teriak Vara.
Bu Maya terkekeh melihat interaksi keduanya, dengan cepat dia menyela. "Vara, nama teman baru kamu itu, Rania," ujarnya menjelaskan.
"Nah! Benel kata Bu Maya! Nama aku Lania!" ujar Rani tersenyum lebar memperlihatkan giginya.
Lah! Loh yang gak bisa bilang R ngapain salah aku! teriak Vara jengah.
"Sudah! Ayo Vara, kamu bergabung dengan yang lain!" ucap Bu Maya.
"Ayo Vala! Kita main susun balok!" ucap Rania sambil menarik tangan Vara.
Vara pasrah saat tangannya ditarik oleh bocah perempuan berambut pendek itu. Belum juga dia bergabung dengan yang lain, tiba-tiba seorang anak bertubuh besar bernama Bimo, datang membawa buku cerita.
"Rania, kita 'kan mau belajar huruf juga! Eh, dia siapa? Apa dia anak baru?" tanya Bimo.
"Iya dia teman balu kita, Vala namanya," jawab Rania.
"Aku Bimo, Vala! Ayo kita belajar huruf! Aku sudah bisa membaca lho!" ucap Bimo sombong.
Vara hanya mengangguk polos, tanpa meladeni bocah di depannya itu.
Bimo yang masih ingin pamer berkata, "Dengar aku yah!" bocah laki-laki itu membuka buku bacaannya.
"Ini ... babu, artinya ayah!" ucap Bimo tersenyum merasa hebat.
"Wah! Hebat Bimo!" puji Sani bertepuk tangan.
Vara tiba-tiba tertawa mendengar pelafalan yang salah dari anak laki-laki itu. Membuat anak-anak yang lain heran.
"Kamu calah!" ucap Vara. "Dengal! Babi tinggal di kandang. Ia cuka belmain lumpul. Makanannya dedak dan sayulan."
Ruangan itu tiba-tiba sunyi, mereka menatap Vara dengan wajah kagum dan mulut yang ternganga.
Apa yang salah sih! Emang bener kan? batin Vara mengeryit heran.
"Wah hebat! Vala sudah bisa baca! Padahal masih kecil!" ucap Rania heboh.
"Iya! Vala lebih hebat dari aku!" ujar Bimo.
Aku memang hebat tahu! batin Vara
"Kalau Vala bisa baca. Belalti Vala juga bisa nulis. Ayo coba tulis namamu Vala!" ucap Rania antusias.
Anak yang lain segera memberikan kertas dan pensil, Vara dengan santai menulis namanya dengan tulisan yang sangat bagus dan rapi.
"Wah! Tulisan Vala kayak sepelti tulisan Bu Maya!" ucap Rania bertambah heboh.
Anak-anak yang lain bertambah heboh, dari kejauhan Selvira dan Maya mendengar hal itu. Mereka segera melangkah ke arah anak-anak itu.
"Ini kenapa ramai sekali?" tanya Maya.
"Bu Maya! Vala udah bisa membaca dan menulis, tulisannya bagus loh Bu, ini tulisannya!" Rania memberikan kertas itu pada Maya.
Maya dan Selvira terkejut, sedangkan Vara menatap polos semuanya.
Selvira mendekati sang putri. "Vara sayang! Kok bisa Vara bisa baca dan nulis, Mama 'kan belum mengajarkan Vara!" ucapnya.
Vara seketika gugup, tapi dia mencoba tenang. "Vala belajal cendili Ma! Vala celing lihat di tv," jawab Vara.
"Anakmu benar-benar jenius Vira! Dia bisa belajar otodidak!" ucap Maya kagum.
Selvira menatap bangga sang putri. "Bagaimana kalau masukkan saja Vara ke sekolah?"
"Ide bagus!"
Mata Vara semakin horor menatap keduanya. Dia merasa menyesal karena telah memberitahu anak-anak itu.
Tidak! Aku tidak ingin sekolah lagi! teriak Vara frustasi.