Xin Lian, seorang dukun terkenal yang sebenarnya hanya bisa melihat hantu, hidup mewah dengan kebohongannya. Namun, hidupnya berubah saat seorang hantu jatuh cinta padanya dan mengikutinya. Setelah mati konyol, Xin Lian terbangun di dunia kuno, terpaksa berpura-pura menjadi dukun untuk bertahan hidup.
Kebohongannya terbongkar saat Pangeran Ketiga, seorang jenderal dingin, menangkapnya atas tuduhan penipuan. Namun, Pangeran Ketiga dikelilingi hantu-hantu gelap dan hanya bisa tidur nyenyak jika dekat dengan Xin Lian.
Terjebak dalam intrik istana, rahasia masa lalu, dan perasaan yang mulai tumbuh di antara mereka, Xin Lian harus mencari cara untuk bertahan hidup, menjaga rahasianya, dan menghadapi dunia yang jauh lebih berbahaya daripada yang pernah dia bayangkan.
"Bukan hanya kebohongan yang bisa membunuh—tapi juga kebenaran yang kau ungkap."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seojinni_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 : "Pertaruhan Kekuatan dan Keinginan"
Xin Lian duduk bersandar pada dinding dingin penjara, memutar otaknya mencari jalan keluar. Ia tidak bisa terus-terusan terjebak di tempat ini, apalagi dengan Pangeran Ketiga yang terus mengawasinya seperti elang.
“Kalau aku tidak segera keluar, reputasiku sebagai dukun hebat bisa hancur,” gumamnya pelan.
Tiba-tiba, dari sudut ruangan, terdengar suara kecil seperti tawa anak-anak. Xin Lian menoleh cepat, dan matanya menangkap sosok kecil transparan yang melayang di udara. Itu adalah hantu kecil, seorang anak laki-laki yang tampak tidak lebih dari sepuluh tahun.
“Siapa kau?” tanya Xin Lian, matanya menyipit curiga.
Hantu itu menyeringai, menunjukkan gigi kecilnya yang tajam. “Aku? Aku hanya roh kecil yang tersesat di tempat ini. Tapi kau, nona, tampaknya kau punya masalah besar.”
Xin Lian menghela napas panjang, menahan rasa kesalnya. “Kalau begitu, kau datang di waktu yang tepat. Aku butuh bantuanmu.”
Hantu kecil itu tertawa lagi, terbang mendekati Xin Lian. “Bantuan? Apa yang bisa kuberikan padamu, nona manusia?”
Xin Lian tersenyum licik. “Cukup buat penjaga penjara itu tertidur. Aku akan urus sisanya.”
Hantu kecil itu melirik ke arah penjaga yang sedang duduk di dekat pintu, menguap lebar karena bosan. “Itu mudah. Tapi apa untungnya untukku?”
“Untung?” Xin Lian mengangkat alisnya. “Bagaimana kalau aku membantumu keluar dari tempat ini? Kau tidak ingin terjebak di sini selamanya, kan?”
Hantu kecil itu tampak berpikir sejenak, lalu mengangguk cepat. “Baiklah, nona manusia. Kau punya kesepakatan.”
Dengan cepat, hantu kecil itu melayang mendekati penjaga, membisikkan sesuatu ke telinganya. Dalam hitungan detik, mata penjaga mulai berat, dan tak lama kemudian ia tertidur dengan kepala terkulai ke meja.
Xin Lian tersenyum puas. Ia segera mendekati pintu jeruji, mengulurkan tangannya melalui celah sempit untuk mengambil kunci yang tergantung di pinggang penjaga. Dengan sedikit usaha, ia berhasil meraihnya dan membuka pintu penjara.
Namun, saat ia hendak melangkah keluar, suara langkah kaki yang berat terdengar mendekat.
Pintu penjara terbuka dengan keras, dan di ambang pintu berdiri Pangeran Ketiga, wajahnya penuh kecurigaan.
“Jadi, kau mencoba kabur?” tanyanya dingin, matanya tajam seperti pedang.
Xin Lian membeku sejenak, tetapi dengan cepat memasang senyum licik. “Kabur? Aku hanya ingin memastikan penjaga ini baik-baik saja. Kau tahu, sebagai dukun, aku punya kewajiban untuk menolong siapa pun yang membutuhkan.”
Pangeran Ketiga mendekat, menatapnya tanpa ekspresi. “Kau benar-benar pandai beralasan. Tapi aku tidak akan tertipu begitu saja.”
Xin Lian melipat tangannya di dada, mencoba mempertahankan kepercayaan dirinya. “Tertipu atau tidak, aku hanya ingin menyelamatkan nyawamu. Tapi jika kau lebih suka mati karena kutukan itu, aku tidak akan menghentikanmu.”
Pangeran Ketiga menyipitkan matanya. “Kau terlalu percaya diri. Apa kau benar-benar bisa menyembuhkan kutukan ini?”
Xin Lian melangkah mendekat, menatap pria itu dengan penuh keyakinan. “Tentu saja. Tapi jika kau terus memperlakukanku seperti ini, aku mungkin berubah pikiran.”
Pangeran Ketiga tersenyum tipis, tetapi senyumnya penuh ejekan. “Kalau begitu, buktikan. Tunjukkan kemampuanmu di depan mataku. Jika kau benar-benar sehebat yang kau klaim, aku akan mempertimbangkan untuk melepaskanmu.”
***
Pertunjukan Pura-Pura
Xin Lian menarik napas dalam-dalam, berusaha menyembunyikan rasa gugupnya. Ia tahu, jika gagal, nyawanya bisa menjadi taruhannya.
Ia menutup matanya, mengangkat tangannya seolah sedang merapal mantra. Dalam pikirannya, ia hanya berharap semua ini terlihat meyakinkan.
“Bayangan gelap yang menyelimuti hidupmu, tunjukkan dirimu padaku!” serunya dengan suara lantang.
Angin dingin tiba-tiba berhembus di dalam penjara, membuat lentera di tangan Pangeran Ketiga berkedip-kedip. Xin Lian membuka matanya perlahan, berpura-pura melihat sesuatu yang tidak terlihat oleh orang lain.
“Ada kekuatan besar yang mencoba menghancurkanmu,” katanya dengan nada serius. “Dan hanya aku yang bisa melawannya.”
Pangeran Ketiga menatapnya dengan tajam, tetapi ada sedikit keraguan di matanya. “Kau yakin?”
Xin Lian mengangguk mantap. “Berikan aku waktu dan kepercayaanmu, dan aku akan membuktikannya.”
Pangeran Ketiga terdiam lama, lalu akhirnya berkata, “Baik. Tapi ingat, jika kau berbohong, aku tidak akan menunjukkan belas kasihan.”
Xin Lian tersenyum tipis, meskipun di dalam hatinya ia merasa tegang. “Jangan khawatir, Yang Mulia. Kau akan melihat keajaiban yang belum pernah kau saksikan sebelumnya.”
Namun, saat Pangeran Ketiga berbalik untuk pergi, Xin Lian merasakan sesuatu yang aneh di dadanya. Sebuah sensasi yang membuatnya teringat pada gambaran samar di masa lalu—sebuah medan perang, darah, dan pria yang sama yang kini berdiri di depannya.
Ia mengusap dahinya yang berkeringat, lalu bergumam pelan, "Bahkan jika aku dan dia saling mengenal di masa lalu, lalu kenapa? Aku adalah aku, dan diriku yang dulu hanyalah masa lalu."
Matanya menyipit tajam, penuh tekad. "Aku adalah orang yang berpandangan jauh ke depan. Aku lebih suka melihat hasil daripada terjebak memikirkan hal yang telah berlalu."
Ia tersenyum cerah, menepuk debu dari pakaiannya. “Dan hasilnya adalah aku keluar dari tempat ini. Hantu kecil, kau masih di sini? Ayo kita pergi.”
***
Xin Lian keluar dari penjara dengan langkah hati-hati, menyusuri lorong istana yang sunyi. Udara dingin menusuk kulitnya, namun hatinya terasa lebih berat dari sebelumnya. Bayangan hitam yang menyerangnya tadi masih menghantui pikirannya, tetapi ia bertekad untuk tidak membiarkan itu mengganggu fokusnya.
Di ujung lorong, Pangeran Ketiga berdiri dengan sikap angkuh, menatapnya tanpa ekspresi. “Ikuti aku,” perintahnya dengan suara datar, namun ada ketegasan dalam setiap kata yang diucapkannya.
Xin Lian mengangkat alis, mengukur langkahnya. “Tentu saja, Yang Mulia,” jawabnya dengan nada ringan, meskipun di dalam hatinya ia merasa sedikit kesal. “Tapi, jangan berharap aku akan mengikuti perintahmu dengan patuh. Aku bukan anjing peliharaan yang bisa kau perintah sesuka hati.”
Pangeran Ketiga menoleh ke arahnya, matanya tajam menilai. “Jika itu yang kau inginkan, maka aku tidak akan menghalangimu. Tapi ingat, kau tidak akan bisa keluar dari istana ini tanpa izin.”
“Tidak ada yang bisa menghalangi jalanku,” balas Xin Lian, senyumnya penuh sindiran. “Aku bukan tipe orang yang mudah terjebak.”
Pangeran Ketiga hanya mengangkat bahu, seolah tak peduli dengan perkataannya. Mereka terus berjalan, melintasi beberapa ruangan besar yang penuh dengan lukisan dan ukiran indah. Setiap kali mereka melewati pelayan atau pejabat istana, mereka semua menundukkan kepala dengan hormat, namun matanya tidak bisa menghindar dari rasa penasaran yang jelas terlihat.
***
Akhirnya, mereka sampai di sebuah ruangan besar yang dihiasi dengan kain sutra berwarna merah. Seorang wanita muda, tampak anggun dan cantik, berdiri di tengah ruangan, menunggu dengan senyum lembut di wajahnya.
“Ini adalah Mei Ling, pelayan istana yang akan mengurus segala kebutuhanmu selama berada di sini,” kata Pangeran Ketiga dengan nada dingin, seolah-olah memperkenalkan seseorang yang tidak terlalu penting. “Dia akan menunjukkan kamar dan tempat-tempat yang perlu kau ketahui.”
Xin Lian menatap Mei Ling dengan rasa ingin tahu. Wanita itu memang cantik, tetapi ada sesuatu yang membuat Xin Lian merasa sedikit tidak nyaman. Mungkin itu hanya perasaan yang timbul karena persaingan, atau mungkin karena sikap tenang dan penuh perhatian yang dimiliki Mei Ling.
Mei Ling tersenyum manis, lalu melangkah mendekat. “Selamat datang di istana, Nona Xin Lian. Pangeran Ketiga telah memerintahkan agar saya mengurus segala sesuatunya untuk Anda.”
Namun, Xin Lian tidak bisa menahan diri untuk sedikit menggoda. “Oh, begitu? Jadi aku hanya perlu duduk manis dan kau akan melayaniku seperti ratu, ya?” katanya dengan nada menggoda, sambil memiringkan kepala.
Mei Ling sedikit terkejut, tetapi segera mengembalikan senyumannya yang anggun. “Tentu saja, Nona. Tapi Pangeran Ketiga menginginkan Anda untuk tetap menjaga sikap. Jangan terlalu banyak menarik perhatian.”
Xin Lian tertawa kecil. “Oh, jangan khawatir, aku tidak akan membuat keributan. Aku hanya suka sedikit bercanda.”
Pangeran Ketiga yang berdiri di samping mereka hanya menghela napas dengan ekspresi datar. “Jangan terlalu banyak bicara, Xin Lian. Aku tidak punya waktu untuk permainanmu.”
“Ah, Yang Mulia, jangan terlalu serius. Kehidupan ini terlalu singkat untuk selalu serius, bukan?” jawab Xin Lian dengan senyum nakal, namun ada ketegasan dalam setiap kata yang diucapkannya.
Mei Ling menahan tawa, namun ia tidak bisa menahan rasa kagumnya terhadap sikap Xin Lian yang begitu berani dan santai meskipun berada di hadapan Pangeran Ketiga yang begitu angkuh. Sementara itu, Pangeran Ketiga hanya mengerutkan kening, merasa sedikit terganggu oleh sikap Xin Lian yang tidak sesuai dengan harapannya.
Setelah beberapa saat, Pangeran Ketiga akhirnya memutuskan untuk pergi. “Aku akan pergi untuk beberapa urusan penting. Mei Ling, pastikan dia tidak mengganggu ketenangan istana.”
Mei Ling mengangguk dengan hormat. “Tentu, Yang Mulia.”
Begitu Pangeran Ketiga pergi, Xin Lian langsung melangkah mendekat ke Mei Ling. “Jadi, bagaimana menurutmu tentang Pangeran Ketiga? Tidak terlalu menyenangkan, kan?”
Mei Ling tertawa pelan, matanya berbinar. “Dia memang tidak mudah didekati. Tapi, aku rasa kamu akan sangat mengganggunya.”
Xin Lian tersenyum lebar. “Aku suka tantangan.”
Mereka berdua tertawa bersama, dan sejenak suasana terasa lebih ringan. Namun, di dalam hati Xin Lian, ia tahu bahwa perjalanannya di istana ini baru saja dimulai. Banyak yang harus ia hadapi, dan tidak semuanya akan berjalan mulus.
Namun, ia tidak takut. Bahkan, ia merasa semakin tertantang.
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar lagi di lorong. Pintu ruangan terbuka dengan keras, dan Pangeran Ketiga muncul kembali, matanya penuh dengan amarah yang terselubung dingin.
“Xin Lian,” suaranya terdengar seperti es yang pecah. “Kau pikir kau bisa mengatur semuanya sesuka hati? Aku akan menunjukkan siapa yang berkuasa di sini.”
Xin Lian menatapnya dengan senyum penuh tantangan. “Tentu saja, Yang Mulia. Tapi apakah Anda yakin ingin melanjutkan permainan ini?”
.
.
.
.
Halo semuanya, Ayo mampir dikarya Author yang lainnya yaa 😘❤️
Every day the crown prince Wants to capture me (Gadis Militer, Cantik, Berani, Pintar dan barbar vs Putra Mahkota, si Akting Ayam Lemah tapi Berperut Hitam)
Shadow Queen : Dance of Deception (Pencuri dan pembunuh Cantik vs Pangeran Kesembilan dan Jenderal)
Rebirth and Redemption (Mantan Aktris, dan sekarang Calon Idol vs Pria Tampan, Seksi, dan Kaya Raya)
Karakter nya ga kalah barbar dari Xinxin loh, mampir Yuksss 💕✌️
awal yg menarik 😍