Tiba-tiba saja Alexa menghilang di hari pernikahannya, daripada malu baik pihak laki-laki dan perempuan sepakat menikahkan Gavin dengan Anjani. Anjani sendiri merupakan kakak dari Alexa, tetapi Gavin tidak mencintainya dengan alasan usia yang lebih tua darinya. Selisih usia mereka terpaut 6 tahun, Gavin selalu berlaku kasar.
Suatu hari Alexa kembali, ia ingin kekasihnya kembali. Gavin sendiri sangat senang, mereka berencana mel3nyapkan Anjani? Berhasilkah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dollar Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24
"Pak Romi," ucap Johan.
"Pagi," sapa Romi.
"Iya," sahut Johan masih terdiam karena terkejut melihat besannya datang ke rumah.
"Saya nggak diajak masuk."
"Ah, maaf. Silahkan masuk, Pak Romi."
"Iya."
Johan mempersilahkan Romi duduk di ruang tamu.
"Bi," panggil Johan.
"Ada apa, Pak?" tanya Bibi.
"Buatin minum untuk tamu," sahut Johan.
"Baik, Pak."
"Tumben Pak Romi datang ke rumah saya," ucap Johan, "ada apa?"
"Saya ingin membicarakan hubungan Gavin dan Anjani," sahut Romi.
Bu Davia mendengar nama Gavin dan Anjani, ia langsung menguping pembicaraan suami juga besannya.
"Emang ada apa, Pak Romi? Apa Anjani membuat masalah? Kalau iya, saya minta maaf. Memang, anak saya yang itu sering membuat kekacauan. Saya benar-benar minta maaf, Pak Romi."
"Pak Johan, kenapa menyimpulkan bahwa Anjani membuat masalah? Bahkan, saya aja belum cerita."
Johan mati kutu, benar apa yang dikatakan Romi.
"Itu ...."
"Jadi seperti ini Pak Johan kepada Anjani," ucap Romi lagi memojokkan Johan.
"Hah, bukan seperti itu Pak Romi. Saya ...."
"Nggak habis pikir saya," ucap Pak Romi lagi.
"Saya minta maaf," sahut Johan.
"Anjani menggugat cerai Gavin," kata Pak Romi dan itu sukses membuat mata Johan terbuka lebar.
"Hah!" sahut Johan terkejut. Begitu juga dengan Davia yang mendengar hal itu.
"Perlu saya ulangi!" ucap Romi.
"Kok bisa?" tanya Johan, "Anjani sama sekali nggak ngomong sama saya kalau dia menggugat cerai suaminya."
"Itu urusan kamu sama Anjani, tapi untuk masalah Gavin. Mungkin, keputusan Anjani sudah tepat. Seharusnya waktu itu saya nggak suruh dia menggantikan Alexa," ucap Pak Romi, "saya kasihan sama Anjani."
"Maksud Pak Romi?" tanya Johan tidak mengerti.
"Coba kamu tanya sama Anjani kenapa dia menggugat cerai Gavin," sahut Romi.
"Saya akan tanya nanti, Pak," imbuh Johan lagi.
Diam-diam Davia menelpon Alexa. "Hallo, Alexa."
"Iya, Ma. Ada apa?"
"Mama ada kabar nih buat kamu."
"Kabar apa, Ma?"
"Pak Romi datang ke rumah."
"Apa!"
"Ternyata Anjani sudah menggugat Gavin di pengadilan."
"Hah!" Alexa sangat terkejut.
"Sudah dulu yah, cuma itu yang mau Mama kasih tahu."
"Iya, Ma."
Panggilan pun berakhir, Davia kembali menguping pembicaraan keduanya.
Sedangkan Alexa langsung memberitahu Gavin.
"Mas Gavin."
"Alexa, ada apa?"
"Tadi Mama nelpon aku," ucap Alexa sambil menatap Gavin yang sedang memetik senar gitar.
"Iya, lalu kenapa?" tanya Gavin.
"Anjani sudah menggugat kamu di pengadilan," sahut Alexa.
"Apa!" ucap Gavin terkejut.
"Gimana ini?" tanya Alexa, "seharusnya kamu yang ceraikan duluan bukan dia!"
"Bentar-bentar, aku masih loading sayang. Anjani gugat cerai aku duluan, kok, Mama nggak kasih tahu aku yah."
"Ya udah telpon mama kamu sekarang," ucap Alexa.
"Sebentar," sahut Gavin mencoba menelpon, "ish, nggak aktif lagi!"
"Duh, gimana sih!" kesal Alexa.
"Sabar dong," ucap Gavin.
Kembali pada Romi yang meminta Johan untuk berbicara langsung kepada Anjani.
"Saya ingin kamu bicara dengan Anjani, kenapa dia menggugat Gavin."
"Iya, saya akan tanya Anjani."
"Ya sudah, saya pergi dulu."
"Hati-hati, Pak Romi."
"Iya."
Setelah Pak Romi pergi, Johan jadi bingung sendiri. Hubungannya saja dengan Anjani tidak terlalu baik, bagaimana mengajak ya bicara.
Pak Romi singgah ditempat yang sepi, ia menelpon seseorang.
"Hallo, saya minta kamu buat cari Ga–!"
Romi langsung menoleh ke belakang karena merasa ada orang di belakang.
"Kamu," ucap Romi lalu mematikan ponselnya, "kamu mengikuti saya!"
"Ya," sahutnya.
"Berani sekali!"
"Tentu aja, karena saya mau kasih tahu tentang Gavin."
"Kamu tahu tentang Gavin."
"Iya."
"Nak Roy, apa kamu menyuruh orang untuk mencari tahu tentang Gavin?" tanya Romi.
"Iya," sahut Roy lagi, "karena saya tidak ingin Anjani kenapa-napa."
"Maksudnya?" tanya Romi.
"Nggak papa, ini akan saya omongin nanti sama Pak Johan. Tapi, Gavin nggak ada di jakarta."
"Apa? Lalu dia dimana?"
"Bali."
"Ngapain dia ke Bali."
"Sama kekasihnya dong," ucap Roy lalu memberikan beberapa lembar foto.
Romi menyambut lembaran foto itu dan terkejut, bahkan sampai membantingnya.
"Menjijikkan!" maki Romi.
"Saya nggak nyangka dia pria bajingan," sahut Roy, "saya pastikan setelah bercerai dari Anjani. Jangan harap bisa menyakiti Anjani walau seujung kuku sedikitpun!"
Romi terdiam setelah Roy mengucapkan itu, ia tidak menyangka jika ada yang menyukai Anjani yang ternyata dari keluarga berpengaruh.
"Maaf, saya mengatakan ini!" ucap Roy.
"Nggak papa," sahut Romi, "saya paham itu. Tapi, jangan mendekati Anjani dulu. Dia masih jadi istri Gavin, kamu ngerti, kan?"
"Saya paham, tapi setelah Anjani dan Gavin bercerai jangan halangi saya lagi."
"Janji, saya janji itu!"
"Hemm."
Roy pun pergi meninggalkan Romi yang terdiam.
"Gavin, kamu akan kehilangan Berlian." Romi membatin.
Lalu Johan sendiri berusaha menghubungi Anjani.
"Angkat Anjani," gumam Johan mondar-mandir di teras.
"Mas Johan kenapa sih?" tanya Davia yang ingin ke minimarket.
"Aku mau nelpon Anjani," sahutnya.
"Ngapain nelpon Anjani, Mas?"
"Ya ada dong, kamu ini pake nanya lagi!"
"Ditanya kok gitu."
"Habisnya kamu ini aneh."
"Aneh apa sih, Mas? Aku, kan cuma nanya?"
"Kan sudah aku jawab mau telpon Anjani, tapi kamu malah gitu."
"Ah sudahlah, Mas! Aku minta uang mau ke minimarket," ucap Davia.
Johan memberi uang 5 juta dan itu diprotes oleh Davia.
"Cuma segini!" ucap Davia sengit.
"Itu cukup," sahut Johan, "lagian di rumah ini cuma ada 4 orang. Kamu, aku, bibi, sama supir!"
"Gila kamu, Mas!" kesal Davia, "nggak jadi ke mini market aku!" Davia bahkan melempar keranjangnya ke tanah.
"Astaga," ucap Johan tidak menyangka.
Sedangkan Anjani sedang sarapan pagi bersama Dinda juga Dara.
"Proses perceraian kamu akan selesai dengan cepat, Anjani," ucap Dinda.
"Beneran Din?" tanya Anjani.
"Iya, bahkan sidang kalian nanti akan dilaksanakan bulan depan. Aku yakin itu, jadi kamu tenang aja. Kecuali nanti Gavin mempersulit sidangnya, untuk kita juga harus hati-hati."
"Kalau butuh saksi, saya mau kok, jadi saksinya." Dara ikut menimpali.
"Iya An, bisa kok, dia jadi saksinya."
"Nggak usah, cukup Mama Tania aja."
"Ya udah kalau itu mau kamu."
Kemudian ponsel Anjani kembali berdering. Dari tadi Dinda melihat Anjani terus mematikan panggilan itu.
"Kenapa sih, dimatiin?" tanya Dinda.
"Nggak penting juga," sahut Anjani.
"Berisik tahu."
"Maaf, kayak nggak pernah ngalamin aja."
"Iya-iya deh."
"Oh ya, Dar, kamu ini kerja atau gimana?" tanya Anjani.
"Nganggur, Bu," sahut Dara.
"Hah, nganggur!" ucap Anjani terkejut.
"Iya, nganggur. kenapa?" tanya Dara bingung.
"Kamu nggak pengen cari kerja gitu," sahut Anjani.
"Pengen sih, Bu, tapi siapa juga yang mau nerima cuma lulusan SMA."
"Kamu nggak kulihat!" ucap Anjani terkejut bukan main.
BERSAMBUNG
semoga datang karma pada mereka..
Anjani aja gak pernah gangguin hidup mu...kamu aja yang tiap hari usil...
orang ketus mank harus dibalas ketus 👍👍👍