"Dia bukan adik kandungmu, Raja. Bukan... hiks... hiks..."
17 tahun lamanya, Raja menyayangi dan menjaga Rani melebihi dirinya. Namun ternyata, gadis yang sangat dia cintai itu bukan adik kandungnya.
Namun, ketika Rani pergi Raja bahkan merasa separuh hidupnya juga pergi. Raja pikir, dia telah jatuh cinta pada Rani. Bukan sebagai seorang kakak..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Raja Tidak Senang
"Kakak, darimana saja? aku bosan di sini sendirian!" keluh Hani ketika melihat Raja datang bersama bibi Umi.
"Sudah sampai, tuan. Saya permisi dulu!" kata bibi Umi.
"Terimakasih Bi" ucap Raja dan bibi Umi langsung mengangguk lalu pergi.
"Kakak, siapa itu?" tanya Hani yang memandang bibi Umi dengan sangat tidak senang. Sebenarnya lebih pada merendahkan bibi Umi.
Raja sama sekali tidak berniat untuk menjawab pertanyaan Hani. Bagusnya, pak Kusni juga segera menghampiri Raja, dan terlihat tersenyum canggung.
"Maafkan saya tuan Raja, nona Hani. Saya sungguh menerima pesan tuan muda tadi, dia mengatakan dia ada di timbangan ini tadi. Tapi..." pak Kusni menjeda ucapannya. Dia sungguh merasa tidak enak, tapi di sisi lain. Dia tahu, tuan mudanya memang tidak senang bertemu tamu kali ini, karena tuan Shahan sudah mengatakan, wanita yang akan datang adalah calon istri tuan mudanya.
"Jadi, Alarik tidak ada di sini?" tanya Raja.
"Maafkan saya tuan, tuan muda katanya ada urusan di perkebunan nanas" jawab pak Kusni.
Wajah Hani terlihat kesal. Dia sudah panas-panasan, berjalan sampai capek untuk tiba di tempat ini dan berharap bertemu dengan Alarik secepatnya. Tapi, ternyata malah Alarik tidak ada.
Raja menghela nafas panjang.
"Kalau begitu, tolong antar Hani ke villa saja. Sudah waktunya makan siang. Ayah dan ibu, minta aku menjagamu dengan baik. Kamu kembali dengan pak Kusni..."
"Kakak tidak ikut?" tanya Hani.
"Aku mau lihat-lihat..."
"Kakak, kalau bertemu kak Alarik, segera telepon aku ya!" kata Hani meraih tangan Raja.
Raja menepis pelan tangan Hani.
"Iya" jawabnya singkat.
Hani dan Pak Kusni kembali ke villa. Sementara Raja, dia benar-benar ingin bertemu dengan Alarik. Tuan muda Alarik Putra Shahan. Sepertinya dia sangat terganggu dengan ucapan bibi Umi, yang mengatakan kalau tuan muda Shahan, menyukai Rani sejak tiga tahun yang lalu.
Raja menghela nafasnya ketika melihat Hani dan pak Kusni berjalan kembali ke arah mobil yang jaraknya lumayan juga.
Raja menghampiri seorang pekerja di sana.
"Pak..."
"Iya tuan" pekerja itu dengan cepat dan ramah menyahuti Raja.
"Dimana perkebunan nanas?" tanya Raja.
"Oh, itu di sana tuan!" pekerja itu menunjuk ke arah Utara, "Tuan bisa naik motor roda tiga itu, yang ada dekat gudang paket kayu. Lalu bisa kesana, kurang dari satu kilo tuan. Nanti tuan akan melihat perumahan para pekerja sebelum sampai sana. Kalau kurang yakin dengan arahnya, bisa bertanya lagi di sana tuan!" kata pekerja itu ramah.
Raja mengangguk paham.
"Baiklah, terimakasih!"
Pekerja itu mengangguk cepat sambil tersenyum.
Raja pun melangkah menuju kendaraan roda tiga yang memang biasa di gunakan para buruh untuk mengangkut hasil perkebunan. Tidak sulit mengendalikan alat itu.
Raja melihat sekelilingnya, tempat itu benar-benar sangat luas. Sejauh mata memandang hanya ada pepohonan, dan lahan yang sedang akan di garap. Benar-benar pemanfaatan yang efektif. Mungkin beberapa lahan sedang sangat aktif menghasilkan, lahan lain sedang di remajakan.
Memang butuh pemikiran dari seorang ahli pertanian, seperti Alarik Putra Shahan.
**
Rani yang sudah sampai di rumah bibi Sartika duduk di sebuah dipan yang ada di pekarangan rumah itu.
Dia menghela nafas dalam-dalam. Dia tidak boleh terlihat habis menangis di depan bibi Sartika. Atau bibi Sartika akan sedih.
"Dorr!"
Rani terjingkat. Entah bagaimana dan darimana datangnya Putra sudah ada di belakangnya.
Melihat ekspresi wajah Rani, Putra malah terkekeh.
"Ada apa dengan wajahmu? aku sudah bilang padamu kan, pakai sun screen. Bukannya aku sudah bagikan gratis di klinik?" tanya Putra.
"Aku lupa" jawab Rani singkat.
Masalahnya dia menangis sangat banyak tadi. Mungkin wajahnya memang sudah merah saat ini.
"Nakal sekali!"
"Aduh!" pekik Rani yang telinganya dijewer oleh Putra, "lepaskan, aku bukan anak kecil!"
"Memangnya hanya anak kecil yang bisa nakal. Aku sudah bilang, jangan pernah lupa pakai sun screen. Bukan masalah khawatir kamu tidak cantik lagi, mau kamu hitam, atau tidak berbentuk sekalipun, aku tetap akan suka. Tapi masalahnya adalah kesehatan kamu, aku tidak mau ya, menjadi duda sebelum menikah denganmu!" Ucap Putra panjang lebar.
"Putra berhenti bicara omong kosong, aku akan adukan pada bibi Sartika!"
"Adukan saja! lihat bibi Sartika akan bela siapa?"
"Putra"
"Rani, wah telingamu merah!" ejek Putra.
Rani mendengus kesal. Dia meraih kemoceng yang ada di samping tempat dia duduk dan mengangkatnya tinggi.
Putra yang tahu kalau kemoceng itu pasti akan di pukulkan Rani ke arahnya segera bangun dan berlari menjauh dari Rani.
"Kejar aku! kalau kena aku akan berhenti mengganggumu!" kata Putra.
Rani tentu saja sangat tertarik dengan tawaran itu. Dia bahkan hampir hipertensi di ganggu Putra setiap hari.
"Kamu yang bilang ya?" tanya Rani.
"Coba saja kalau bisa!" putra terkekeh, bahkan dia tidak lari cepat saja, Rani sudah kesulitan mengejarnya.
Sementara Rani sedang mengejar Putra dengan kemoceng. Raja yang melihat itu dari jarak yang tidak seberapa jauh mengepalkan tangannya.
Sambil mendengus, dia turun dengan cepat dari motor roda tiga yang dia naiki. Lalu berjalan dengan cepat ke arah Rani dan Putra.
"Tuan muda Alarik Putra Shahan!" seru Raja.
Rani yang mengenal suara itu segera menghentikan larinya. Dia menoleh perlahan, dan segera menundukkan kepalanya. Tangannya yang memegang kemoceng saling bertaut di depan sambil benar-benar menunduk tak berani menatap Raja.
"Apa aku mengenalmu?" tanya Putra.
"Alarik, aku Raja Zulkarnain" jawab Raja cepat.
"Oh, kamu Raja. Anak paman Jacky ya? aku... aku baru mau ke timbangan. Silahkan, Raja!" kata Putra mempersilahkan Raja.
Ketika Putra menuju ke kendaraannya. Raja berbalik melihat ke arah Rani yang segera berlari masuk ke dalam rumah.
Tangan Raja kembali terkepal. Sepertinya dia sangat tidak senang melihat Rani yang sangat akrab dengan Putra.
***
Bersambung...