“Menikahlah denganku, lahirkan keturunanku, dan aku akan membantumu.”
Penawaran dari Sagara dengan imbalan yang cukup fantastis membuat Lisa seakan mendapatkan angin segar di tengah tuntutan hutang yang menggunung. Namun, gadis itu tak memiliki cukup keberanian untuk mengambil tawaran itu karena Lisa tahu bahwa Sagara telah memiliki istri dan Lisa tidak ingin melukai perasaan istri Sagara.
Hingga akhirnya Lisa kembali dihadapkan pada kabar yang mengguncang pertahanannya.
Ia harus memilih antara menjadi istri kedua dan melahirkan keturunan Sagara dengan imbalan yang besar, atau mempertahankan harga diri dan masa depannya, tetapi ia harus kehilangan orang yang ia sayangi.
Lalu, bagaimana dengan keputusan Lisa? Dan apa sebenarnya yang buat Sagara akhirnya berpaling dari istrinya?
Yuk, ikuti terus kisah selengkapnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadya Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sumpah Serapah
Hari masih siang. Setelah melakukan pengukuran dan mencari dress yang cocok untuk nanti malam, Sagara mengajak Lisa untuk makan siang sembari membahas kelanjutan hubungan mereka dan juga mengenai permasalahan yang ada di belakang ke duanya.
Restoran dengan nuansa klasik eropa menjadi pilihan pria itu. Di sana terdapat beberapa menu pilihan dari beberapa negara. Sagara melihat ke arah Lisa yang masih menekuri buku menu dengan serius. Tampak wajahnya sesekali mengernyit dengan kepala menggeleng pelan, tidak lupa bibirnya yang sibuk komat-kamit membuat Sagara begitu gemas melihatnya.
“Masih belum tahu ingin memesan makanan apa?” tanya pria itu.
Lisa lantas mendongak, kemudian menggeleng seraya mencondongkan tubuhnya ke depan.
“Makanan di sini mahal-mahal mas, tau gitu kita makan di kantin rumah sakit aja,” adunya pada Sagara.
Sagara menahan kekehannya, ia kemudian turut mencondongkan tubuhnya seraya berbisik. “Kamu lupa kalau calon suamimu banyak uang?”
Sungguh Lisa benar-benar polos. Gadis itu seakan lupa bahwa calon suaminya adalah pengusaha muda yang memiliki kekayaan melimpah. Dengan senyum canggung, Lisa pun mengangguk, malu.
“Maaf,”
“Pilihlah makanan yang kamu inginkan dan jangan melihat harganya,”
“Seberapa banyak aku bisa memesannya?”
“Sepuasmu, pastikan perutmu terisi sampai kenyang.”
Jawaban Sagara membuat gadis itu tidak lagi banyak berpikir, dengan cepat, Lisa menyebutkan beberapa menu yang begitu ingin ia coba, salah satunya adalah steak.
Tidak lama setelahnya, satu persatu pesanan mulai terhidang. Sungguh, makanan di atas meja begitu menggugah selera Lisa yang beberapa hari ini sempat menghilang. Setelah dipersilakan, Lisa segera menyantap makanannya tanpa gengsi sedikitpun.
“Bagaimana, kamu menyukainya?” tanya Sagara begitu melihat Lisa yang telah menghabiskan satu porsi steak dan kini menyusul spaghetti sudah berpindah tempat di depannya.
Lisa mengangguk senang. “Iya, makanannya sangat enak, aku baru pertama kali merasakan betapa lembutnya daging sapi ini. Biasanya kalau mau makan daging sapi harus menunggu lebaran haji dulu. Itupun yang dagingnya alot kalau masaknya kurang lama,” jawabnya dengan jujur.
“Kalau kamu mau, aku bisa memesankan lagi untukmu,”
Lisa menggeleng cepat, tidak baik jika dirinya terlalu banyak memanfaatkan Sagara. “Tidak perlu. Aku sudah sangat kenyang sekarang.”
Makan siang kali ini terasa begitu berbeda baik Lisa maupun Sagara. Lisa yang tidak pernah menginjakkan kakinya di restoran mewah dengan menu yang terbilang mahal merasa begitu beruntung, sementara Sagara, pria itu baru kali ini merasa begitu bahagia dan bisa menjadi dirinya sendiri tanpa perlu menjaga imagenya di depan orang lain, bahkan pada Dewi sekalipun.
Selesai makan siang Lisa dan Sagara terlibat obrolan serius untuk kelanjutan hubungan mereka.
“Jadi, apa yang harus aku lakukan nanti malam? Apa perlu aku membawa buah tangan?”
“Kamu tidak perlu melakukan apa-apa. Cukup jadi dirimu sendiri saja. Kita kesana untuk meminta restu, ah, lebih tepatnya memberitahu mereka tentang rencana kita, jadi kamu tidak perlu merasa terbebani. Aku pastikan mereka tidak akan menyakitimu.”
“Lalu, bagaimana dengan istrimu. Aku masih merasa tidak enak menjadi yang ketiga di antara kalian. Ya, meski sedikit banyak, aku menikmatinya, sih,”
“Bukan salahmu, ini karena aku terlalu memanjakannya sehingga dia bisa senekat ini di belakangku. Toh, bukan aku yang memulainya lebih dulu,'kan?”
Lisa menggeleng pelan. Bisa-bisanya pria di hadapannya membalas dengan cara demikian alih-alih menyadarkan istrinya dari kekeliruan.
“Harusnya kamu buat istrimu sadar, bukan malah nikah lagi, mas. Kesannya kamu mempermainkan pernikahan,”
“Aku nggak mempermainkan pernikahan, aku hanya ingin mengambil langkah yang sama seperti dia. Lagipula perasaan tidak bisa dicegah untuk datang, begitu katanya.”
Sagara mengendikkan bahunya, mengulang kalimat Dewi yang sempat terdengar di telinganya kala itu. Di mana ketika Sagara mengetahui rahasia besar istrinya.
“Bagaimana dengan kekasihmu, apa dia sudah menyerah? Aku dengar, tadi pagi dia datang menemuimu?” sambungnya.
Pagi tadi salah satu bodyguardnya mengabari jika ada sedikit kegaduhan di rumah Lisa.
“Aku sudah memutuskan dia. Ya … awalnya dia menolak, tapi aku harap lambat laun dia akan menerima keputusanku yang begitu jahat padanya. Meski pernikahan ini terbilang aneh, tapi aku nggak mau menjalani hubungan dengan dua pria sekaligus.”
“Aneh? Pernikahan kita pernikahan sakral, ya, bukan pernikahan aneh! Bisa-bisanya kamu berpikir seperti itu,” gerutu Sagara.
Pria tampan itu mendengkus kesal karena Lisa sama sekali tidak peka akan perasaannya. Gadis itu selalu menganggap bahwa keputusan Sagara mengajaknya menikah hanya karena bisnis.
Setelah selesai bertukar cerita, Lisa dan Sagara pun memutuskan untuk pergi. Namun, panggilan alam membuat Lisa akhirnya meminta izin untuk kebelakang sebentar. Sepertinya ia terlalu banyak minum sehingga ada yang mendesak ingin segera dikeluarkan.
“Mas, aku ke toilet bentar, ya. Kamu kalau mau pergi duluan juga nggak apa-apa,”
“Pergilah, aku akan menunggu di parkiran,” kata Sagara mempersilakan.
Lisa berjalan sedikit cepat karena benar-benar sudah tidak tahan. Ia beru teringat jika tadi dirinya dua kali meminta minuman yang sama karena rasanya begitu enak.
Setelah menyelesaikan hajatnya gadis itu bergegas keluar toilet. Namun, sebuah suara membuat ia mengurungkan niatnya untuk keluar. Lisa kembali menutup pintu dan menguping pembicaraan seorang wanita di luar sana.
“Lalu siapa yang ngasih tahu Sagara tentang hubungan kita. Kalau dia kasih tahu media, bisa hancur karir kita berdua, Yang,”
“Aku nggak bisa kalau harus cerai dari dia sekarang. Kamu tahu sendiri, alasanku deketin dia karena apa. Aku butuh uang dan kekuasaannya biar aku terus eksis di dunia hiburan.”
“Mana bisa, bahkan tadi pagi dia ninggalin aku begitu saja. Udahlah, pokoknya kita jauhan dulu pas lagi break syuting, kalau semua sudah reda, kita bisa check-in dan seneng-seneng lagi.”
“Iya-iya, sampai ketemu besok ya sayang.”
“Huh, Kenapa sih pria itu berulah. Padahal kemarin-kemarin juga biasa aja. Awas aja kalau sampai karirku hancur gara-gara dia. Aku nggak akan segan-segan buat balas semua itu!” gerutu wanita itu sambil menghentakkan kakinya, kesal.
Setelahnya wanita itu keluar dari toilet setelah merapikan rambutnya.
Lisa begitu gemetaran mendengar semua itu, bukan karena takut, tetapi gadis itu begitu emosi mendengar setiap kalimat yang dilontarkan oleh wanita itu. Dari celah pintu yang sengaja tidak ditutup rapat, dapat Lisa lihat wajah cantik yang setiap malam menghiasi layar televisinya terlihat begitu kesal.
Astaga, jadi begini sifat Dewi Bulan yang asli. Ini mah bukan Dewi Bulan, tapi Dewi Kemati*an, batin Lisa, miris.
Gadis itu sama sekali tidak menyangka bahwa wanita yang begitu dipuja-puja banyak orang memiliki sifat yang teramat buruk. selain memanfaatkan suaminya, ternyata dia juga berselingkuh.
“Kasihan banget mas Saga, cuma dimanfaatin hartanya aja. Eh, aku juga,kan mau nikah sama dia karena dia punya duit! Duh, gimana sih!”
“Ini nggak bisa dibiarin, aku harus bantuin mas Saga buat lepas dari wanita itu. Bodo amat mau dibilang pelakor, aku nggak peduli. Selama ini mas Saga udah baik banget sama aku, sekarang giliran aku yang bantuin dia. Jangan sampai dia dimanfaatin ulet bulu itu lebih jauh.”
“Dasar wanita bodoh, dikasih suami spek dewa, tampan blasteran indonesia surga malah diselingkuhi sama laki-laki yang cuma modal cinta doang. Makan tuh cinta!"
“Untung tadi sempat ku rekam.”
Lisa terus menggerutu, merutuki kebodohan Dewi yang mengkhianati Sagara. Sumpah serapah terus terlontar dari bibir mungilnya, hingga tanpa ia sadari bahwa sedari tadi Sagara terus memerhatikan dirinya dari dalam mobil.
“Kamu kenapa, sih? Perasaan tadi seneng-seneng aja. Kenapa tiba-tiba bete begitu?” tanya Sagara setelah Lisa duduk di sampingnya.
Gadis itu menoleh dengan tatapan iba ke arah Sagara. Lantas segera meraih ke dua tangannya dan menggenggamnya dengan erat.
“Kamu harus kuat mas. Aku akan bantu kamu buat memberantas ulat bulu itu,” ucapnya terdengar ambigu.