Cerita sequel dari Andrea rahim pilihan
Demi kebahagiaan sang kakak dan masa depan anaknya, Andrea rela melepaskan suami serta buah hatinya dan pergi sejauh mungkin tanpa sepengetahuan mereka. Berharap dengan kepergiannya Gerard dan Lucy akan kembali rujuk, namun rupanya itu adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya karena bayi lelaki yang ia tinggalkan itu kini tumbuh menjadi anak pembangkang yang merepotkan semua orang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab~22
Pagi itu setelah Gerard pergi dengan Henry untuk meninjau daerah di sekitar sana Jiro pun nampak masuk ke dalam kamarnya, bocah itu sengaja tidak ingin ikut mereka karena pekerjaan orang dewasa sangat membosankan.
"Jangan ikuti aku, aku mau di kamar sendirian !!" Ucap bocah itu ketika beberapa staf sang ayah hendak masuk ke dalam kamarnya sebelumnya yang di tempati bersama Henry, sepertinya mereka trauma jika bocah itu akan kembali menghilang seperti kemarin.
"Baik tuan muda, jika membutuhkan sesuatu panggil saja kami." Sahut salah satu dari mereka yang tetap berjaga di sekitar sana.
"Hm," Jiro hanya mengangguk kecil lantas segera mengunci pintu kamarnya dari dalam.
Bocah itu nampak mengambil buku gambarnya dan mulai membuat coretan di sana, tapi lama kelamaan ia merasa bosan. Namun tiba-tiba senyumnya langsung mengembang ketika memikirkan sesuatu dan bocah itu pun segera beranjak dari duduknya lalu melangkah menuju sebuah rak buku di mana tempat rahasia berada di sana.
Kemarin ia yang masih berada di rumah Andrea nampak khawatir untuk pulang karena hari telah petang dan pasti sang ayah maupun asistennya menyadari jika ia tak berada di rumah, tapi nasib baik sedang berpihak padanya karena wanita itu memberitahunya sebuah rahasia agar ia bisa pulang dengan selamat.
Penginapan tersebut adalah bekas tempat tinggal Andrea sebelum ia pindah ke rumah dinasnya, wanita itu pun memberitahu jika ada pintu rahasia di belakang rak buku dan ia tinggal menggesernya saja jika ingin keluar. Ia sudah memiliki kuncinya dari wanita itu dan kapan pun bisa membukanya.
Akhirnya Jiro pun melakukan hal yang sama seperti kemarin dan kini bocah itu telah berada di depan rumah Andrea, mengetuknya beberapa kali sampai pintu di buka dari dalam.
"Kau?"
Andrea yang sepertinya baru bangun nampak terkejut ketika melihat Jiro sudah berada di depannya, sebelumnya ia masih tidur karena hari libur adalah hari paling santai baginya dan wajib ia nikmati dengan bermalas-malasan atau tidur seharian.
Jiro pun langsung tersenyum menatap wanita itu. "Selamat pagi ibu," sapanya dengan wajah imutnya.
Andrea yang melihatnya pun tak mungkin bisa marah justru nampak gemas. "Pagi sayang," balasnya.
"Ibu baru bangun?" Jiro menatap penampilan wanita itu yang acak-acakan khas bangun tidur, Andrea pun mengangguk kecil.
"Apa aku boleh masuk?" Ucap Jiro dengan wajah memelas.
"Tentu saja, baiklah ayo masuk." Ajak wanita itu kemudian.
"Apa kamu sudah sarapan?" Tanyanya setelah menutup pintunya dari dalam.
"Sudah, tapi jika ibu memasak aku akan makan lagi." Sahut bocah itu menanggapi.
Andrea hanya menggeleng kecil. "Baiklah nanti ibu masak tapi ibu mandi dulu ya, kamu tunggu sambil nonton saja." Ucapnya seraya menghidupkan televisi, setelah itu wanita itu pun kembali masuk ke dalam kamarnya.
Sejak mengenal bocah itu hidupnya mulai berwarna, setiap melihatnya ia seperti melihat dirinya sendiri dengan segala sifatnya. Entah siapa bocah itu tapi ia mulai menyayangi dan jatuh hati padanya, hari-harinya yang sepi kini menjadi ramai karenanya.
Beberapa saat kemudian setelah membersihkan dirinya wanita itu pun segera keluar dari kamarnya, ia akan memasak beberapa menu yang akan ia makan dengan bocah itu. Biasanya ia lebih memilih untuk membeli di luar dan setelah itu lanjut tidur atau menonton film favoritnya.
Tapi khusus hari ini meskipun hari libur ia akan memasak demi bocah itu, namun tiba-tiba wanita itu nampak mengernyit ketika tak mendapati anak tersebut yang sebelumnya duduk di sofa depan televisi.
"Apa dia sudah pulang?" Gumamnya seraya mengedarkan pandangannya tapi pintu rumahnya masih terkunci dari dalam.
Lalu kemana perginya bocah itu?
Andrea pun membuka pintu kamarnya yang lain yang ia gunakan untuk meletakkan barang tak terpakai namun tak ada siapapun di sana, kemudian wanita itu berlalu ke dapurnya dan matanya sedikit memicing ketika melihat pintu belakangnya sedikit terbuka.
Mungkinkah bocah itu bermain di belakang rumahnya?
Karena penasaran wanita itu langsung melihatnya dan betapa terkejutnya ketika melihat bocah itu sedang menunggangi motor miliknya yang berada di gudang belakang. Ia memang memilih koleksi sebuah motor besar namun jarang sekali di gunakan karena dokter Steve sering melarangnya.
"Astaga nak, apa yang sedang kamu lakukan?"
Andrea pun langsung berlari karena khawatir jika bocah itu akan jatuh dari motornya mengingat tubuhnya masih kecil dan juga belum memiliki keseimbangan. Namun Jiro langsung tertawa menatapnya seakan apa yang ia lakukan adalah hal yang menyenangkan.
"Aku baik-baik saja ibu, apa ibu tahu jika aku pernah mengendarai yang lebih kecil keliling sirkuit tapi papa tahu dan menghukummu." Ucapnya dengan polos.
"Benarkah?" Andrea tercengang mendengarnya, dahulu saat ia seusianya juga pernah diam-diam mengendarai motor ayahnya tapi bedanya ia bukan di hukum tapi mereka justru merasa kagum lalu memasukkannya ke sekolah balap.
"Sepertinya kamu sangat berbakat nak dan sedikit belajar di sekolah balap pasti akan membuatmu semakin hebat." Ucapnya menanggapi.
Jiro nampak senang karena baru kali ini kesukaannya ada yang mendukung, jika ayahnya tahu entah hukuman apalagi yang akan pria itu berikan kepadanya. Bahkan hingga hari ini ponselnya pun masih di sitanya dan belum di kembalikan.
"Tapi papa pasti marah," ucapnya dengan wajah murung.
Andrea nampak mengulas senyumnya, ia mengerti tak semua orang tua menyukai dunia balap dan orang-orang dengan bakat yang di milikinya yang akan memahami.
"Apa mau melakukannya dengan ibu? Bagaimana jika hari ini kita berkeliling kota dengan motor itu?" Tawarnya kemudian dan Jiro pun nampak berteriak senang.
"Terima kasih ibu," ucapnya.
"Tapi ibu masak dulu ya lalu kita makan bersama,"
Andrea pun langsung mengajak bocah itu kembali masuk ke dalam rumahnya dan sepertinya memasak bersama adalah ide menarik untuk di lakukan. Ia tidak menyukai laki-laki patriarki dan ia selalu mengajarkan basic skill kehidupan kepada setiap pasiennya seperti menyapu, memasak dan juga mencuci tak peduli itu pria sekalipun.
Setelah berjibaku hampir satu jam di dapur kini mereka pun makan hasil masakannya, Jiro nampak lahap menyantapnya dan Andrea menggeleng kecil menatapnya. Mungkin jika keluarganya tahu ia akan kena tegur tapi ia akan bersikap bodo amat.
"Ibu ayo aku sudah tak sabar,"
Kini setelah menghabiskan makanannya mereka pun bersiap untuk mengelilingi daerah sini dengan motor dan Jiro yang telah mengenakan helm maupun jaket kulitnya langsung duduk di depan.
"Siap sayang?" Ucap Andrea kemudian.
"Tentu saja," sahut bocah itu dengan semangat. Semoga saja petualangannya hari ini lancar seperti sebelumnya dan tidak bertemu dengan sang ayah di jalanan nanti mengingat ayahnya juga sedang keluar saat ini.
nah kan hanryyy jelas itu anrea sna kejar😂😂😂😂😂😂😂😂
duh gk sbar nunggu up bsokkkkkkk penasaran
Disisi lain juga semisal Gerald ketemu Andrea dan tahu Andrea kekasih dokter Steve, investasi buat pembangunan rumah sakit ditarik Gerald karena Gerald masih ngerasa sakit hati sama Andrea
Bisa juga Gerald menggunakan perihal investasi untuk mengancam Andrea buat memutuskan hubungan'a dgn dokter Steve karena Andrea masih istri Gerald,,kan dari cerita sebelum'a Andrea cuma ninggalin Gerald dan kaya'a Gerald juga blm mengajukan perceraian
Dan yg paling di takutkan setelah Andrea tau jiro anak'a dan Gerald tau kedekatan antara Jiro dengan Andrea,,si Gerald sengaja menjauhkan Jiro dgn Andrea karena buat balas dendam karena Andrea milih ninggalin Jiro waktu Jiro masih bayi