Tidak terpikirkan oleh Sabrina lulus kuliah kemudian menikah. Pertemuanya dengan Afina anak kecil yang membuat keduanya saling menyayangi. Lambat laun Afina ingin Sabrina menjadi ibu nya. Tentu Sabrina senang sekali bisa mempunyai anak lucu dan pintar seperti Afina. Namun tidak Sabrina sadari menjadi ibu Afina berarti harus menjadi istri Adnan papa Afina. Lalu bagaimana kisah selanjutnya? Mampukah Sabrina berperan menjadi istri Adnan dan menjadi ibu sambung Afina???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehadiran Mantan.
Sabrina sudah selesai dirias, kemudian berjalan anggun bak ratu diapit dua orang wanita, Lastri dan juga Prlily menuju masjid.
Di belakangan nya diiring dua bocah yakni sebagai dayang-dayang.
Sampai di depan penghulu ia duduk di samping pria yang tak lain adalah Adnan. Salah satu panitia membentang kain guna menutup kepala calon sepasang pengantin.
Adnan mengucap ijab kabul dengan lancar.
Sah
sah
Sah
Ya saat ini Sabrina sudah menjadi istri sang duda. Doa dari orang tua, kerabat, dan juga sahabat mengalir.
Selanjutnya dilakukan ritual yang lain, seperti nesehat perkawinan, sungkeman, dan lain sebagainya.
********
"Cup" satu kecupan mesra dari bibir Adnan ketika mereka sudah di kamar akan segera bersiap-siap berangkat ke hotel.
"Mas" Wajah Sabrina merona mendapat serangan mendadak dari sang suami yang baru saja sah. Ia memegangi bibirnya, karena Adnan sudah mengambil ciuman untuk yang pertama kali.
Adnan terkekeh lalu memegang dua pergelangan tangan sang istri menatap nya lekat.
"Terimakasih... kamu sudah bersedia mendampingi aku," ucapnya lalu menarik pelan kepala sang istri mencium kening Sabrina lembut.
Deg degan itu yang dirasakan Sabrina, tetapi bukan karena sudah jatuh cinta pada pria yang selalu membuatnya bingung akan sikap dan perilaku Adnan. Tujuh bulan sudah. Sabrina selalu bersama Adnan. Namun, benih-benih cinta belum tumbuh di hati Sabrina. Grogi itulah sebutan yang tepat untuk Sabrina dan mendominasi pikiranya.
Tok tok tok.
"Masuk" suara ketukan pintu membuat Sabrina merasa diselamatkan. Ia segera membuka nya. Namun Adnan mengikuti lalu memegang pundak Sabrina dari belakang.
"Bundaaa..." bocah yang sudah mengenakan baju pesta itu, mendorong lengan Adnan agar menjauh dari Sabrina. Afina lantas merangkul perut Sabrina posesif.
"Waah... kamu sudah cantik!" di toelnya hidung mancung anak sambungnya sambil membungkuk menyejajarkan tubuhnya.
"Sama siapa kamu kesini?" tanya Adnan.
"Sendiri, tadi lari-lari, soalnya kata Nenek, aku nggak boleh mengganggu Bunda, ya sudah! Lari saja nggak bilang sama Nenek," adu Afina. Sabrina menoleh Adnan kedua nya lantas tertawa.
"Fina nggak ganggu kan Bun," Afina mendongak menatap Sabrina.
"Nggak dong... masa ganggu... kesini yuk." Sabrina tersenyum mengait jemari Afina. Namun
Adnan cepat menggendong putrinya lalu mengajaknya duduk di ranjang, diikuti Sabrina.
"Bunda, kata Nenek, Bunda kan sudah menjadi Bunda Fina beneran, berarti nanti malam aku boleh bobok sama Bunda kan?" tanya Afina polos.
"Boleh..."
"Nggak..."
Sabrina maupun Adnan menjawab bersamaan.
"Iihh Papa... orang Bunda saja boleh kok," Afina cemberut.
"Boleh kok sayang..." Sabrina menyahut.
"Nanti malam... Papa nggak boleh lagi bobo sama Fina, biar Fina sama Bunda aja," Afina membuat aturan. Menggerak-gerakan telunjuknya ke arah Adnan tampak lucu. Adnan menggaruk tengkuknya merasa gemas pada putrinya.
"Okay sekarang Fina sama Nenek dulu, Bunda mau siap-siap," kata Adnan.
"Tapi berani nggak Fina, mendingan Mas antar dulu deh, di rumah ini kan kosong Mas," Sabrina khawatir. Sebab semua keluarga masih di masjid.
"Berani Bunda,"
Afina berlari menemui sang Nenek yang masih di masjid. Sementara Fatimah sedang bertanya kesana kemari, mencari cucunya.
"Nenek..." tanpa berdosa bocah itu berlari menghampiri Fatimah.
"Fina... duh! Kamu darimana? Nenek mencari-cari kamu?" wajah Fatimah masih tegang.
"Nyusul Bunda, habis kalau bilang sama Nenek. Nenek nggak boleh. Iya kan?" Afina justeru bertanya.
"Kamu! Ya sudah... kita temui Kakek dulu," Fatimah menuntun cucunya mecari sang kakek.
*********
Dua jam kemudian, di salah satu hotel, resepsi pernikahan sangat meriah. Tampak tamu-tamu berdatangan silih berganti. Para sahabat Adan, teman-teman kuliah Adnan dulu.
Para dosen, guru, stap yayasan, stap kampus di antaranya, belum lagi tamu-tamu papa Rachmad dan Fatimah.
Tampak kedua mempelai berdiri di pelaminan tidak berhentinya tersenyum menyambut para tamu. Afina yang duduk di tengah antara Sabrina dan Adnan kerap kali pipi dan hidungnya yang mancung menjadi sasaran empuk para undangan karena gemas.
"Mbak Mila, kok dari tadi saya tidak melihat teman Sabrina yang datang?" tanya mama Fatimah.
"Ada Bu, tapi hanya beberapa teman wanita Ina saja," Kamila menjawab.
"Loh, bagaimana sih Ina, ini kan hari bersejarah baginya, tapi kenapa malah nggak ngundang teman-temannya" sesal Fatimah.
"Tidak apa-apa Bu, sudah keputusan Sabrina," pungkas Kamila.
Memang benar ternyata Sabrina membuktikan ucapanya, tidak mengundang teman-teman pria. Hanya beberapa teman wanita. Itupun, karena Prily yang punya inisiatif. Prily paling sibuk membantu menyiapkan segala sesuatunya termasuk mengundang teman-teman.
"Selamat menempuh hidup baru," Arman datang menggandeng Lastri, bersama anak dalam gendongan yang baru berumur belum genap satu tahun.
"Terimakasih Pak," Adnan menjabat tangan Arman.
"Selamat ya In," Lastri cipika cipiki dengan Sabrina.
"Terimakasih Bu Lastri..." Sabrina senang, guru idolanya datang.
"Ina... hebat loe, sekali tepuk dapat dua," seloroh Akila. Akila dkk sudah datang memberi ucapan kedua mempelai.
"Memang nyamuk," Sabrina menyahut.
"Hihihi..." Prily tetawa geli.
"Oh iya In, Kevin sudah datang belum? Kok dari tadi gw nggak lihat?" tanya Akila, sejak tadi memang mencari Kevin.
Adnan menarik napas berat menoleh Istrinya yang hanya diam. Hingga Akila turun dari pelaminan karena yang di belakang sudah mendorong.
"Cieee... cieee... katanya... Ngak! Nggak! tapi ternyata..." Bobby menaik turunkan alis nya. Mungkin tidak abdol bagi Bobby jika tidak meledek sahabat nya.
"Om cacingan ya, kok kedip-kedip," celetuk Afina. Membuat Sabrina seketika tertawa.
"Kok cacingan sih..." Bobby gemas.
"Kata Nenek, kalau beli kucing jangan yang kedip-kedip, soalnya cacingan," imbuh Afina. Adnan pun menggerakkan bibirnya." Rasain!"
Bobby pun akhirnya turun dari panggung pelaminan. Malu akan kata-kata polos Afina yang menyamakan dirinya denagan kucing.
Setelah kepergian Bobby banyak tamu-tamu yang lain.
Di antaranya wanita berpakaian minim, rambut ikal bergelombang panjang sepundak di cat warna pirang. Di gandeng pria yang tingginya di atas rata-rata orang Indonesia. Kulitnya yang putih kas negara A memang menawan.
Sabrina bergeming memandang sepasang pria dan wanita itu tampak naik ke panggung.
"Bella" batin Sabrina meremas telapak tangan Adnan tanpa ia sadari. Adnan merasa senang baru kali ini Sabrinya berani memegang tangannya. Namun Adnan menatap ganjil kala Sabrina menatap salah satu tamu.
Adnan melempar pandang siapa gerangan yang menjadi perhatian istrinya.
Adnan tak kalah terkejut, wanita yang sudah menorehkan luka di dalam hatinya, dan luka itu sulit untuk disembuhkan. Kehadiran Sabrina lambat laun membuat lukanya hampir mengering. Namun wanita itu kini datang lagi dan menyiram luka hingga menganga kembali.
"Selamat Nan," Bella mengulurkan tangan. Namun Adnan menatap pun tidak sudi. Pada akhirnya Bella menariknya kembali.
"Oh... kamu! Wanita yang dipilih Adnan?" Bella tersenyum miring.
"Hebat! Hebat!" Isabella tepuk tangan namun tidak berbunyi.
"Bella... No!" melihat gelagat istrinya yang tidak baik, David memperingatkan.
"Selamat broo," ucap David. Menjabat tangan Adnan.
Pandangan Bella beralih pada gadis kecil yang memegangi tangan Sabrina. Menarik perhatiannya.
.
.
lbh gk nyambung lg 🤣🤣🤣🤣
hajar bello