Lestari, yang akrab disapa Tari, menjalani hidup sebagai istri dari Teguh, pria yang pelit luar biasa. Setiap hari, Tari hanya diberi uang 25 ribu rupiah untuk mencukupi kebutuhan makan keluarga mereka yang terdiri dari enam orang. Dengan keterbatasan itu, ia harus memutar otak agar dapur tetap mengepul, meski kerap berujung pada cacian dari keluarga suaminya jika masakannya tak sesuai selera.
Kehidupan Tari yang penuh tekanan semakin rumit saat ia memergoki Teguh mendekati mantan kekasihnya. Merasa dikhianati, Tari memutuskan untuk berhenti peduli. Dalam keputusasaannya, ia menemukan aplikasi penghasil uang yang perlahan memberinya kebebasan finansial.
Ketika Tari bersiap membongkar perselingkuhan Teguh, tuduhan tak terduga datang menghampirinya: ia dituduh menggoda ayah mertuanya sendiri. Di tengah konflik yang kian memuncak, Naya dihadapkan pada pilihan sulit—bertahan demi harga diri atau melangkah pergi untuk menemukan kebahagiaan yang sejati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurulina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8
Tari pun mlengos, berjalan pergi dengan langkah cepat, membiarkan Bu Ayu yang masih megap-megap sambil berusaha menenangkan dirinya. Dalam hati Tari, ia mendoakan agar mertuanya itu segera bisa menenangkan diri, bahkan berharap agar Bu Ayu sedikit "koid" (mungkin dalam arti "tenang" atau "tidak cerewet") agar kehidupan rumah tangganya bisa sedikit lebih tentram. Kalau tidak, ia yakin kehidupan rumah tangga ini akan terus penuh dengan ketegangan yang tak berujung.
"Sudah tahu iparmu itu pelit, masih saja kau korekin upilnya. Dapat apa kamu? Dapat tai-nya?" ledek Bu Ayu dengan nada sewot, agak jengkel karena Sinta tak kunjung berhenti mengeluh soal uang.
Tari yang merasa kesal hanya bisa mendengus dan bibirnya mengerucut, membuatnya terlihat seperti ikan koi yang sedang merajuk.
Tanpa membuang waktu, Sinta langsung mengangkat tangannya ke arah sang ibu, "Minta uang, Bu!" ujarnya dengan nada kesal yang semakin terdengar jelas.
"Uang? Kamu kan udah dikasih jatah uang jajan masmu sebulan!" Ketus Bu Ayu, sambil menatap Sinta dengan tatapan yang penuh keheranan. Sang ibu merasa cukup memberinya uang saku, tapi Sinta tampak tidak puas.
"Ck! Masa iya uang saku Sinta cuma 500 per hari, udah kayak anak SD aja. Kurang lah, Bu. Uangnya udah habis. Sekarang Sinta minta uang jajan tambahan. 10 ribu, ya!" Sinta menodong dengan penuh keyakinan, berharap ibunya bisa memberinya lebih.
Memang jiwa pelit yang dimiliki oleh Teguh sudah mendarah daging, tak hanya kepada Tari, bahkan kepada adiknya sendiri, ia hanya memberikan uang jajan sebesar lima ribu rupiah per hari. Dalam sebulan, Teguh memberikan uang jajan sebesar 150 ribu, dan itu harus cukup untuk sebulan penuh menurutnya. Namun, Sinta merasa jumlah itu jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhannya.
"Ck, kamu itu boros sekali sih Sinta," gerutu Bu Ayu, mencoba menahan amarah. Ia merasa Sinta terlalu banyak meminta, padahal sudah cukup diberikan.
"Kalau ibu gak kasih, aku gak mau masuk sekolah. Biar aja aku gak lulus dan jadi beban ibu dan mas Teguh seumur hidup!" Ancaman Sinta pun keluar begitu saja, dengan mata yang berkaca-kaca. Ia merasa kalau ia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, maka tidak ada gunanya dia bersekolah lagi.
Tiba-tiba, Bayu, kembaran Sinta yang lebih tenang, terlihat lewat di dekat mereka. Melihat tingkah sang adik yang semakin membuat gaduh, Bayu hanya bisa menggelengkan kepala sambil berdecak pelan. Ia sudah terbiasa dengan tingkah Sinta yang selalu saja mengeluh dan meminta lebih, tetapi tetap merasa cemas dengan cara Sint yang suka mengancam.
Teguh adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ia memiliki dua adik yang kembar, Bayu dan Sinta. Meskipun mereka kembar, kepribadian mereka sangat berbeda. Bayu, si anak yang lebih tenang dan bijaksana, sementara Sinta cenderung lebih emosional dan suka mengeluh.
Pada suatu hari, Bayu mendekati sang kakak ipar, Tari, dengan senyum lebar di wajahnya. "Mbak, kemarin aku ada rezeki nomplok, ini kubagi sedikit ke mbak buat beli cilok," serunya sambil menyerahkan selembar uang berwarna biru.
Tari yang sedang sibuk mengelap kaca berhenti sejenak dan menoleh. Begitu melihat uang 50 ribu di tangan Bayu, matanya langsung membelalak. Bagi Tari, Bayu adalah satu-satunya orang yang masih waras di rumah itu.
Sementara anggota keluarga lainnya, terutama suaminya, terlihat lebih fokus pada hal-hal yang sepele dan pelit, Bayu adalah orang yang berbeda. Bayu selalu bersikap baik hati dan tulus.
"Beneran kamu dapat rezeki nomplok, Bayu?" tanya Tari dengan penuh rasa ingin tahu, sambil tangan terulur menerima uang yang diberikan Bayu. Dengan cepat, ia mengantongi uang itu, lalu melirik ke sekelilingnya dengan mata yang cemas. Takut aksinya itu dipergoki oleh orang-orang gila, maksudnya mertua dan ipar satunya, yang seringkali tidak memahami situasi.
"Iya, tenang aja. Mbak puas-puasin aja beli cilok atau seblak, bebas. Udah ya mbak, Bayu berangkat dulu. Assalamualaikum!" Bayu berkata sambil tersenyum, lalu melangkah pergi menuju sekolah.
Bayu memberikan uang itu dengan alasan yang sederhana, tapi penuh perhatian. Ia sebenarnya tidak sengaja mendengar perdebatan antara kakak dan kakak iparnya mengenai masalah yang sepele, seperti beli bedak. Hal itu membuat Bayu merasa kasihan dengan Tari, kakak iparnya, yang sering kali terlihat tertekan dengan sikap Teguh, sang suami. Ia merasa bahwa meskipun Teguh sudah menikah, ia tidak bisa mengelola rumah tangga dengan baik. Bahkan, ia tak mampu memberikan yang terbaik untuk Tari, yang akhirnya membuat Bayu merasa harus sedikit berbagi.
Sebagai satu-satunya adik ipar yang bisa dibilang "waras" di rumah itu, Bayu seringkali memberikan sedikit rezekinya kepada Tari. Ia melakukannya secara diam-diam, jauh dari perhatian anggota keluarga lainnya, terutama kakaknya, Teguh. Bayu sendiri bersekolah sambil bekerja paruh waktu. Ia tidak ingin terlalu bergantung pada kakaknya yang terkenal pelit dan sangat perhitungan dalam hal uang. Oleh karena itu, Bayu nekat bekerja di bengkel milik teman kakaknya dan menggunakan penghasilannya untuk kebutuhan pribadinya, seperti jajanan. Bahkan, ia tidak pernah berbagi uang hasil kerjanya dengan saudara kembarnya, Sinta.
"Semoga kamu menjadi orang sukses di masa depan, Bayu".....
Semangat thor