Alina, seorang gadis lugu yang dijebak kemudian dijual kepada seorang laki-laki yang tidak ia kenali, oleh sahabatnya sendiri.
Hanya karena kesalahan pahaman yang begitu sepele, Imelda, sahabat yang sudah seperti saudaranya itu, menawarkan keperawanan Alina ke sebuah situs online dan akhirnya dibeli oleh seorang laki-laki misterius.
Hingga akhirnya kemalangan bertubi-tubi menghampiri Alina. Ia dinyatakan positif hamil dan seluruh orang mulai mempertanyakan siapa ayah dari bayi yang sedang ia kandung.
Sedangkan Alina sendiri tidak tahu siapa ayah dari bayinya. Karena di malam naas itu ia dalam keadaan tidak sadarkan diri akibat pengaruh obat bius yang diberikan oleh Imelda.
Bagaimana perjuangan seorang Alina mempertahankan kehamilannya ditengah cemoohan seluruh warga. Dan apakah dia berhasil menemukan lelaki misterius yang merupakan ayah kandung dari bayinya?
Yukk ... ikutin ceritanya hanya di My Baby's Daddy
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aysha Siti Akmal Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Pemakaman
Hari ini rencananya Bu Nadia akan di makamkan di pemakaman umum yang letaknya tak jauh dari kediamannya. Alina masih shok atas kepergian Ibunya yang begitu tiba-tiba.
Alina masih setia duduk di samping tubuh Ibunya yang sudah tidak bernyawa. Sedangkan para pelayat sudah mulai berdatangan dan memberikan bantuan alakadarnya kepada Alina. Yang akan digunakan oleh gadis itu untuk membayar semua biaya pemakaman dan sebagainya.
"Heh, seandainya bukan karena Bu Nadia, mungkin aku tidak akan datang ke sini," ucap salah satu tetangganya sambil mencebikkan bibirnya.
"Ya, kamu benar. Bu Nadia 'kan orang baik tapi siapa sangka, kelakuan anak gadisnya malah seperti itu. Mencemarkan nama baik keluarga saja," sambung yang lain.
"Jangan-jangan Bu Nadia meninggal karena ia sudah tidak sanggup menahan aib yang diberikan oleh anak gadisnya itu, benar 'kan?" sela yang lainnya lagi.
"Iya, bisa jadi."
Percakapan tetangga yang sempat ditangkap oleh indera pendengaran Alina. Terkejut? Tentu saja, Alina sangat shok mendengar percakapan tetangga julid yang sedang membicarakan aibnya.
Alina sempat melirik para tetangga yang selama ini memang sering menyindir-nyindir jika ia lewat di depan rumah mereka atau hanya sekedar duduk di pekarangan rumah. Gadis itu tertunduk sedih. Sekarang ia tahu apa alasan mereka berubah sikap kepadanya selama ini.
Tak terasa hal yang paling tidak diinginkan oleh Alina pun tiba. Di mana tubuh Bu Nadia yang sudah tidak bernyawa akan segera dimakamkan.
Alina kembali menjatuhkan air matanya. Sosok yang selama ini membuat dirinya tegar menjalani hidup harus kembali ke Sang Pencipta.
Tak ada lagi bahu yang biasa digunakan oleh Alina untuk bersandar di kala lelah menderanya. Tak ada lagi telinga yang bersedia mendengarkan seluruh curahan hatinya. Sekarang Alina benar-benar sendiri, bahkan di saat cobaan ini baru saja dimulai.
"Bu, Alina akan selalu ingat kata-kata Ibu. Alina adalah gadis yang kuat dan Alina yakin Alina bisa melewati semua cobaan ini," gumam gadis itu sambil memperhatikan tubuh Ibunya yang perlahan-lahan dimasukkan ke dalam lubang makam.
Para petugas makam mulai menutupi tubuh Bu Nadia dengan tanah sedikit demi sedikit hingga akhirnya makam itu tertutup dengan sempurna. Air mata gadis itu masih meluncur indah di kedua pipinya. Kedua mata indahnya pun terlihat sembab akibat terlalu banyak menangis.
Cukup lama Alina terdiam di depan makam Sang Ibu dengan tatapan kosong dan pikiran yang terus melayang kemana-mana. Semua pelayat bahkan sudah pergi meninggalkan tempat itu satu persatu setelah berpamitan kepada Alina.
"Alina, yang sabar ya, Nak."
Alina mengenali pemilik suara itu. Ia segera berbalik kemudian berdiri di hadapan wanita itu. Bu Dita, wanita itu baru saja tiba di sana bersama Imelda yang hanya berani menunggu di dalam mobil.
"Terima kasih, Bu Dita."
Tiba-tiba Alina teringat pesan mendiang Sang Ibu yang menginginkan dirinya untuk menceritakan kejahatan yang sudah dilakukan oleh Imelda kepada Bu Dita.
"Bu, ada yang ingin Alina bicarakan kepada Bu Dita dan ini tentang Imelda," ucap Alina dengan tatapan serius menatap Bu Dita.
"Imelda? Memangnya ada apa dengan Imelda, Alina? Ceritakan lah," sahut Bu Dita sambil menautkan kedua alisnya, heran.
"Sebaiknya kita bicarakan masalah ini di rumahku saja, Bu. Tidak enak jika kita membicarakannya di sini."
"Oh ya, tentu saja, Nak. Kamu benar,"
Alina melangkah dengan gontai menuju kediamannya sedangkan Bu Dita dan Imelda memilih menggunakan mobil mereka.
Sebelumnya Bu Dita sempat menawarkan kepada Alina untuk ikut bersama mereka naik mobil. Namun, Alina menolaknya dan tetap memilih jalan kaki karena jarak pemakaman itu dengan kediamannya tidak terlalu jauh.
"Kita mau kemana lagi 'sih, Bu?" kesal Imelda karena Ibunya menolak diajak pulang.
"Alina ingin bicara sama Ibu, Mel. Entah apa yang ingin dia bicarakan sama Ibu, tapi ... katanya sih ini tentang kamu. Memangnya kamu ada masalah apa sih sama Alina?" tanya Bu Dita penuh selidik. Entah mengapa ia mulai curiga kepada anak gadisnya itu.
"Masalah apa?" pekik Imelda sambil menyilangkan tangan ke dada. "Halah, Alina-nya aja yang suka lebay! Paling masalah sepele yang sengaja ingin ia besar-besarkan biar dapat perhatian dari Ibu," gerutu Imelda sambil membuang muka ke luar pintu mobil.
"Gawat! Aku yakin Alina ingin menceritakan masalah itu kepada Ibuku? Apa yang harus aku lakukan supaya Ibu tidak percaya dengan kata-kata Alina, ya?!" batin Imelda sambil berpikir keras.
Tidak berselang lama, mobil yang mereka tumpangi tiba di depan rumah sederhana milik Alina. Begitupula Alina, ia baru saja tiba di depan rumahnya kemudian mempersilakan mereka untuk masuk.
"Silakan masuk, Bu."
Alina membukakan pintu kemudian Bu Dita pun segera masuk dan disusul oleh Imelda yang sudah mulai ketakutan. Imelda membesarkan kedua matanya ketika bersitatap dengan gadis itu.
Sebuah gertakan yang sama sekali tidak membuat hati Alina menciut. Berbagai macam cobaan yang ia dapatkan secara bertubi-tubi membuat hati Alina menjadi sedikit lebih kuat dari sebelumnya.
...***...