Ariana tak sengaja membaca catatan hati suaminya di laptopnya. Dari catatan itu, Ariana baru tahu kalau sebenarnya suaminya tidak pernah mencintai dirinya. Sebaliknya, ia masih mencintai cinta pertamanya.
Awalnya Ariana merasa dikhianati, tapi saat ia tahu kalau dirinya lah orang ketiga dalam hubungan suaminya dengan cinta pertamanya, membuat Ariana sadar dan bertekad melepaskan suaminya. Untuk apa juga bertahan bila cinta suaminya tak pernah ada untuknya.
Lantas, bagaimana kehidupan Ariana setelah melepaskan suaminya?
Dan akankah suaminya bahagia setelah Ariana benar-benar melepaskannya sesuai harapannya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Brakkk and Deal
Hari berganti hari, kedua insan yang terikat tali pernikahan itu masih saja terlibat perang dingin. Meskipun begitu, Ariana tetap melakukan kewajibannya sebagai seorang istri.
"Kamu kenapa?" tanya Danang saat melihat Ariana menahan mual. Perutnya terasa bagai diaduk-aduk. Perih hingga ke ulu hati. Belum lagi kepalanya rasa berputar-putar.
"Aku nggak papa," kilahnya. Padahal sudah terlihat jelas kalau Ariana sedang tidak baik-baik saja. Mulai dari wajahnya yang pucat, sorot matanya yang sayu, dan cara berjalannya yang gontai.
"Kalau sedang tidak enak badan, lebih baik tidak usah bekerja dulu. Jangan memaksakan diri. Yang ada bukannya menyelamatkan orang, kau justru hanya akan menyusahkan orang."
Sungguh, jawaban Danang itu membuat dada Ariana bergemuruh. Kalimat itu seolah menyiratkan kalau ia sakit hanya akan menyusahkan orang saja, termasuk dirinya. Padahal selama menikah, apa pernah Ariana menyusahkan laki-laki itu. Saat ban mobilnya pecah di tengah malam saja, Ariana memilih menghubungi Giandra sebab ia tidak ingin merepotkan apalagi menyusahkan laki-laki yang seharusnya bertanggung jawab penuh atas dirinya.
Hati Ariana sakit. Matanya sampai memerah. Tidak sadarkah laki-laki itu kalau kata-katanya itu menyakiti Ariana? Terlepas ada nada perhatian di dalamnya, tapi di akhir kalimat, tetap saja terasa begitu menyakitkan.
"Kau tenang saja, Mas, aku takkan pernah merepotkan mu. Bahkan kalaupun aku sakit, aku takkan pernah merepotkanmu sama sekali," sinis Ariana membuat laki-laki yang sedang menyesap kopinya itu seketika tersentak.
Ia mendongakkan kepalanya dan menatap mata Ariana yang sedang memerah.
"An, maaf. Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku hanya tidak ingin kau terlalu memaksakan diri hingga jatuh sakit. Hanya itu. Jangan salah menduga dengan kata-kataku barusan," terang Danang yang tidak sadar kalau kata-katanya menyakiti Ariana.
"Sudahlah, Mas. Lebih baik kau segera berangkat. Bukankah kau ada visit pagi ini," ujar Ariana yang enggan membahas masalah barusan.
Danang melirik jam di pergelangan tangannya, kemudian mengangguk.
"Ya sudah, aku berangkat dulu. Nanti hati-hati di jalan!" ujar Danang seraya beranjak dari kursinya. Lalu ia menyodorkan tangan ke arah Ariana. Ariana menyambut dan mencium punggung tangan Danang seperti yang biasa ia lakukan.
Danang tertegun. Ia bisa merasakan kalau telapak tangan Ariana lebih hangat dari biasanya. Namun melihat Ariana masih berusaha bersikap biasa, ia pikir tidak masalah. Ariana pun seorang dokter, pasti ia bisa menjaga dirinya sendiri.
Danang lupa, meskipun Ariana seorang dokter, ia pun tetap manusia biasa. Dokter pun bisa merasakan sakit. Apalagi akhir-akhir ini ia bukan hanya mendapatkan tekanan dari pekerjaan, tapi juga mental. Perasaannya yang sedang tidak baik-baik saja, perang dingin yang ia alami, lalu ditambah akhir-akhir ini Monalisa semakin rajin meng-upload story kedekatannya dengan Danang. Mulai dari makan siang berdua di ruangannya, mengantar pulang, mengobrol di teras rumah, bahkan saat mereka makan malam bersama di rumah perempuan itu.
Ariana merasa benar-benar tertekan. Ariana menunggu penjelasan dari Danang, tetapi laki-laki itu acuh tak acuh. Tidak tahukah dia kalau apa yang sudah dilakukannya itu membuat Ariana terluka?
Apakah karena Ariana diam, jadi ia bisa berbuat semaunya?
Selepas laki-laki itu pergi bekerja, Ariana terlebih dahulu membereskan piring kotor bekas sarapan. Pagi ini, lagi-lagi Ariana tidak mampu menghabiskan sarapannya. Bahkan akhir-akhir ini ia kerap melewatkan makan siang dan makan malamnya. Terkadang Ariana sengaja menunggu kepulangan Danang agar mereka bisa makan malam bersama. Tetapi yang ditunggu ternyata lebih memilih makan malam di tempat perempuan lain. Hal itu jelas membuat Ariana kehilangan selera makannya.
Setelah semua selesai, Ariana masuk ke dalam mobil dan mulai melajukan mobilnya keluar dari pekarangan rumah. Di saat yang sama, art yang bertugas bersih-bersih san mencuci piring kotor serta pakaian tiba. Ariana membunyikan klaksonnya terlebih dahulu sebagai isyarat berpamitan pada art-nya tersebut sebelum akhirnya mobil itu benar-benar berlalu dan ikut bergabung dengan kendaraan lainnya di jalanan.
Ariana mengemudikan mobilnya dengan perlahan. Rasa pusing di kepala Ariana kian menjadi. Bersamaan rasa perih di perut yang membuat peluh sebesar biji jagung mulai mengalir di dahinya.
"Astaghfirullahal adzim. Ada apa denganku, ya Allah?"
Kepalanya semakin berdenyut. Hingga saat Ariana hendak membelokkan mobilnya ke sisi kanan jalan, ia kehilangan konsentrasi dan tanpa sengaja menabrak sesuatu.
Brakkk ...
...***...
"Ariq, kamu mau pake motor ibu?" tanya Azura saat melihat Athariq membawa kunci motor kesayangan sang ibu.
"Yes, Mom. Ariq pinjam ya! Ariq mau bertemu pihak Rumah sakit Husada untuk membahas perpanjangan kontrak kerja sama."
"Ariq, kamu kan ada motor sport sendiri, kenapa mesti pakai motor ibu sih?" kesal Azura karena lagi-lagi motor kesayangannya akan menjadi sasaran putranya itu. Meskipun usia motornya sesuai usia Ariq sendiri, tapi motor itu masih gagah paripurna. Kadang kala motor itu dipakai Arkandra untuk membawa sang istri jalan-jalan alias quality time berdua gitu lho. Meskipun usia sudah tak lagi muda, tapi jiwa tetap harus jiwa muda.
Yang bertanya-tanya kenapa usia motornya seusia Athariq sebab motor itu merupakan motor pengganti saat motor Azura yang ditinggalkan begitu saja di pinggir jalan saat perempuan itu akan melahirkan hilang. Jadi sesuai janji Arkandra sebelum meninggalkan motor itu, kalau motor itu hilang, maka ia akan mengganti dengan yang baru dan yang lebih mahal.
"Ah mommy, jangan pelit-pelit sama anak sendiri. Motor itu kan motor Ariq juga. Kalau Ariq nggak lahir, mana mungkin mommy dibelikan motor itu."
Athariq jelas tahu cerita tentang pembelian motor itu. Arkandra selalu dilanda kecemasan setiap Azura mengendarai motornya. Apalagi motor sport. Saat Azura ingin mengganti motornya dengan yang lebih besar dan gagah, terang saja Arkandra melarang. Barulah saat Azura melahirkan Athariq, Arkandra terpaksa memenuhi permintaan istrinya itu.
"Ck, nih anak bisa aja kalau jawab. Ya udah, hati-hati! Awas sampai lecet!" ancam Azura.
"Mom ih, pake ngancem segala. Selama ini juga kan aman-aman aja."
"Heh, anak nakal, hari apes itu nggak ada di kalender tau. Bukannya maksud ibu nyumpahin kamu, cuma ya ... hati-hati aja. Kamu kan tau, itu motor kesayangan ibu. Kecuali ayah kamu mau beliin motor yang baru lagi, baru nggak papa. Ini kan kamu tau sendiri, ibu dilarang beli motor lagi. Dasar pak bucin, posesif banget."
Athariq terkekeh mendengar omelan sang ibu.
"Kalau nabrak cewek gimana, Mom?"
"Apa? Nabrak cewek?"
Athariq mengangguk.
"Ya udah, kalau kamu sampai nabrak cewek, ibu sumpahin dia jadi jodoh kamu. Dan kalau dia cowok, semoga dia bisa jadi teman baik kamu."
"Astaga, mommy aneh-aneh aja. Masa anak sendiri disumpahin nabrak sih?" Athariq geleng-geleng kepala mendengar kalimat yang ibunya barusan ucapkan.
Azura justru terkekeh, "kan ibu juga pingin kamu ketemu jodoh kamu, Riq. Siapa tau dengan begini kamu bisa ketemu jodoh kamu," tukasnya yang membuat Athariq memutar bola matanya malas.
"Itu nggak akan terjadi. Ibu macam apa mommy ini, kok nyumpahin kayak gitu."
"Namanya juga ikhtiar, Riq."
"Ikhtiar? Ah, lama-lama bicara sama mommy bisa bikin kepala aku pecah. Aku pergi dulu ya, Mom." Athariq mencium punggung tangan Azura sebelum pergi.
"Ya. Semoga segera ketemu calon mantu ibu, ya Riq!"
"Nggak akan. Doa aneh nggak akan terkabul."
"Berani taruhan berapa?"
"Motor baru Ariq jadi taruhannya?"
"Oke? Deal!" pekik Azura saat Athariq hampir berlalu dari depan pintu.
"Deal," serunya sambil mengacungkan jempol membuat Azura terkekeh sendiri.
...***...
...^^^Happy reading 🥰🥰🥰^^^...
Soale kan kandungan nya emang udah lemah ditambah pula,sekarang makin stress gitu ngadepin mantannya Wira
bukannya berpikir dari kesalahan
kalou hatinya tersakiti cinta akan memudar & yg ada hanya kebencian...