Gendhis Az-Zahra Bimantoro harus menerima takdir kematian ayahnya, Haris Bimantoro dalam sebuah kecelakaan tragis namun ternyata itu adalah awal penderitaan dalam hidupnya karena neraka yang diciptakan oleh Khalisa Azilia dan Marina Markova. Sampai satu hari ada pria Brazil yang datang untuk melamarnya menjadi istri namun tentu jalan terjal harus Gendhis lalui untuk meraih bahagianya kembali. Bagaimana akhir kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Wanita Hilang Akal
Sementara Renan sedang menyusun rencana untuk melawan mereka, Khalisa dan Marina justru sedang merencanakan sesuatu yang lebih jahat. Mereka berdua sangat marah dan kesal pada Renan karena pria bule itu ikut campur dalam urusan mereka. Mereka tidak ingin Renan merusak rencana mereka untuk menguasai seluruh harta keluarga Bimantoro.
"Orang itu sudah keterlaluan. Dia harus dihabisi," kata Khalisa, dengan nada yang penuh amarah.
Marina mengangguk setuju. "Kita harus bertindak cepat. Sebelum dia membongkar semua kejahatan kita," kata Marina, dengan nada yang tidak kalah sinis.
Marina mengangguk setuju. "Kita harus bertindak cepat. Sebelum dia membongkar semua kejahatan kita," kata Marina, dengan nada yang tidak kalah sinis.
Khalisa dan Marina kemudian menyusun rencana untuk membunuh Renan. Mereka tidak ingin mengambil risiko dengan membiarkan Renan terus mengganggu mereka. Mereka ingin Renan mati dan tidak pernah kembali lagi.
"Kita harus menyewa pembunuh bayaran. Kita tidak bisa melakukannya sendiri," kata Khalisa.
Marina setuju dengan usul Khalisa. Mereka tidak ingin mengambil risiko dengan membiarkan Renan terus mengganggu mereka. Mereka ingin Renan mati dan tidak pernah kembali lagi.
"Kita harus menyewa pembunuh bayaran. Kita tidak bisa melakukannya sendiri," kata Khalisa.
Marina setuju dengan usul Khalisa. Mereka berdua kemudian mencari pembunuh bayaran yang terkenal kejam dan tidak kenal ampun.
Setelah beberapa hari mencari, mereka akhirnya menemukan pembunuh bayaran yang sesuai dengan kriteria mereka. Pembunuh bayaran itu bersedia menerima tawaran mereka dengan bayaran yang sangat mahal.
"Kami ingin kamu membunuh seorang pria bernama Renan Buiati Guardo," kata Khalisa kepada pembunuh bayaran itu.
"Berapa bayaran yang akan kalian berikan?" tanya pembunuh bayaran itu, dengan nada yang dingin.
Khalisa dan Marina kemudian menyebutkan harga yang mereka tawarkan. Pembunuh bayaran itu setuju dan berjanji akan segera melaksanakan tugasnya.
"Kami akan memberikan bonus tambahan jika kamu berhasil membunuhnya dengan cepat dan tanpa meninggalkan jejak," kata Marina.
Pembunuh bayaran itu tersenyum sinis. "Kalian tidak perlu khawatir. Saya adalah profesional. Saya akan memastikan dia tidak akan pernah kembali lagi," kata pembunuh bayaran itu, dengan nada yang penuh keyakinan.
Setelah menerima uang muka, pembunuh bayaran itu segera pergi untuk mencari Renan. Ia sudah tidak sabar untuk melaksanakan tugasnya dan mendapatkan bayaran yang besar.
****
Sementara itu, Renan masih terus berusaha untuk mengumpulkan bukti-bukti tentang kejahatan Khalisa dan Marina. Ia tidak menyadari bahwa nyawanya sedang dalam bahaya.
Suatu malam, saat Renan sedang berjalan sendirian di sebuah gang sepi, tiba-tiba seorang pria misterius muncul di hadapannya. Pria itu adalah pembunuh bayaran yang disewa oleh Khalisa dan Marina.
"Kamu Renan Buiati Guardo?" tanya pria itu, dengan nada yang dingin.
Renan terkejut. Ia tahu, pasti ada sesuatu yang tidak beres.
Pria itu tersenyum sinis. "Saya adalah orang yang akan mengakhiri hidupmu," kata pria itu, sambil mengeluarkan pisau dari balik jaketnya.
Renan tidak sempat melarikan diri. Pria itu dengan cepat menyerangnya dan menusuknya dengan pisau. Renan jatuh ke tanah dan tidak sadarkan diri.
Pria itu kemudian pergi meninggalkan Renan yang tergeletak di jalan. Ia yakin, Renan sudah mati dan tidak akan pernah mengganggu Khalisa dan Marina lagi.
****
Keesokan harinya, Khalisa dan Marina mendapatkan kabar bahwa Renan ditemukan tergeletak di jalan dalam kondisi yang kritis. Mereka berdua sangat senang mendengar berita itu. Mereka merasa seperti mimpi indah yang menjadi kenyataan.
"Akhirnya, kita berhasil menyingkirkan orang itu. Dia tidak akan pernah lagi mengganggu kita," kata Khalisa, dengan nada yang penuh kemenangan.
Marina tertawa puas. "Dia sudah mendapatkan balasannya. Dia pantas mendapatkan itu karena sudah ikut campur urusan kita," kata Marina, dengan nada yang sinis.
Mereka berdua kemudian merayakan keberhasilan mereka dengan berpesta di ruang makan mewah keluarga Bimantoro. Mereka memesan makanan dan minuman yang mahal dan menikmati malam itu dengan gembira.
"Ini adalah hari yang sangat indah. Kita harus merayakannya dengan sebaik-baiknya," kata Khalisa, sambil mengangkat gelas anggurnya.
"Iya, ini adalah kemenangan kita. Kita sudah berhasil mendapatkan semua yang kita inginkan," timpal Marina, dengan nada yang tidak kalah senang.
Mereka berdua kemudian tertawa terbahak-bahak, seolah-olah mereka adalah orang yang paling bahagia di dunia ini. Mereka sama sekali tidak mempedulikan Gendhis, yang sedang tidur sendirian di kamar sempitnya.
Sementara itu, di kamar sempitnya, Gendhis masih saja berdoa dan berharap. Ia berharap Renan akan segera datang untuk menyelamatkannya dari keluarga Khalisa.
"Ya Tuhan, tolong selamatkan aku dari mereka. Aku sudah tidak tahan lagi," doa Gendhis, dengan suara yang lirih.
Ia tidak tahu bahwa Renan sedang dalam kondisi yang kritis dan tidak bisa datang untuk menolongnya.
Keesokan harinya, Khalisa dan Marina kembali ke rumah dengan wajah yang segar dan bahagia. Mereka sudah tidak sabar untuk melihat Gendhis dan mengejeknya.
"Gendhis, cepat ke sini!" panggil Khalisa, dengan suara yang keras.
Gendhis segera menghampiri Khalisa dan Marina dengan wajah yang ketakutan. Ia sudah tahu apa yang akan terjadi padanya.
"Bagaimana kabarmu? Apakah kamu masih berharap akan ada yang datang untuk menyelamatkanmu?" tanya Marina, dengan nada yang sinis.
Gendhis hanya bisa menunduk dan menahan air matanya. Ia tidak mau menjawab pertanyaan Marina.
"Kamu ini memang perempuan bodoh! Kamu masih saja percaya dengan mimpi-mimpi kosongmu itu," kata Khalisa, dengan nada yang merendahkan.
Marina menambahkan, "Sekarang, kamu sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Renan sudah tidak ada. Kamu hanya akan menjadi budak di rumah ini selamanya."
Khalisa dan Marina kemudian tertawa terbahak-bahak, seolah-olah mereka adalah orang yang paling berkuasa di dunia ini. Mereka sama sekali tidak merasa bersalah atau kasihan kepada Gendhis.
Gendhis hanya bisa menangis dan berdoa. Ia berharap, suatu hari nanti, keadilan akan datang kepadanya.
****
Di kamarnya yang sunyi, Bismo merasakan penyesalan yang mendalam. Ia merasa bersalah karena tidak bisa melindungi Gendhis dari kekejaman Khalisa dan Marina. Ia tahu, kedua wanita itu telah merencanakan ini dengan sangat matang. Mereka telah berhasil menguasai rumah dan perusahaan keluarga Bimantoro, dan sekarang mereka juga ingin menghancurkan hidupnya dan Gendhis.
"Aku adalah kakak yang tidak berguna. Aku tidak bisa melindungi adikku sendiri," gumam Bismo, dengan suara yang lemah.
Ia teringat akan janjinya kepada Haris, ayah mereka. Ia berjanji akan selalu menjaga dan melindungi Gendhis, apapun yang terjadi. Namun, sekarang ia justru menjadi beban bagi Gendhis. Ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk melawan Khalisa dan Marina.
"Maafkan aku, Ayah. Aku telah gagal menjadi kakak yang baik untuk Gendhis," kata Bismo, dengan nada yang penuh penyesalan.
Ia juga teringat akan kebaikan Gendhis kepadanya. Gendhis selalu merawatnya dengan sabar dan penuh kasih sayang. Ia selalu berusaha untuk membuat Bismo merasa nyaman dan bahagia.
"Gendhis adalah adik yang sangat baik. Aku sangat beruntung memiliki adik seperti dia," kata Bismo, dalam hatinya.
Ia tidak ingin Gendhis terus menderita di rumah itu. Ia ingin Gendhis bisa hidup bahagia dan bebas dari kekejaman Khalisa dan Marina.
"Aku harus mencari cara untuk menyelamatkan Gendhis. Aku tidak boleh menyerah," kata Bismo, dengan nada yang penuh tekad.