⚠️Warning⚠️
Cerita mengandung beberapa adegan kekerasan
Viona Hazella Algara mendapatkan sebuah keajaiban yang tidak semua orang bisa dapatkan setelah kematiannya.
Dalam sisa waktu antara hidup dan mati Viona Hazella Algara berharap dia bisa di beri kesempatan untuk menembus semua kesalahan yang telah di perbuatnya.
Keluarga yang dicintainya hancur karena ulahnya sendiri. Viona bak di jadikan pion oleh seseorang yang ingin merebut harta kekayaan keluarganya. Dan baru menyadari saat semuanya sudah terjadi.
Tepat saat dia berada di ambang kematian, sebuah keajaiban terjadi dan dia terbawa kembali ke empat tahun yang lalu.
Kali ini, Viona tidak bisa dipermainkan lagi seperti di kehidupan sebelumnya dan dia akan membalas dendam dengan caranya sendiri.
Meskipun Viona memiliki cukup kelembutan dan kebaikan untuk keluarga dan teman-temannya, dia tidak memiliki belas kasihan untuk musuh-musuhnya. Siapa pun yang telah menyakitinya atau menipunya di kehidupa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14
Viona Hazella Algara tahu apa yang coba Ziya lakukan. Jadi dia menjawab dengan samar-samar. "Sebelumnya gue ngga tau kalau cowok itu Leo." Jawabnya sembari mendesah. "Meski pun gue emang kesel sama dia, tapi gue juga nyesel banget sama apa yang udah terjadi."
Mendengar perkataan Viona, secercah cahaya bersinar di mata Ziya. "Jadi, lo masih punya perasaan kan sama Leo?."
Tentu saja, setelah melihat betapa gigihnya Viona mengejar cinta Leo selama ini, tidak dapat dikatakan bahwa Viona dengan mudah bisa langsung melupakan perasaannya pada Leo!
Viona hanya mengangguk kecil. Ia takut bahwa dirinya akan muntah dah ketahuan berbohong.
"Ya udah kalau gitu. Nanti kalau Leo setuju buat gabung lagi... lo harus cari kesempatan buat jelasin ke dia. Leo pasti mau maafin lo." Kata Ziya merasa lega.
"Oke, nanti gue coba." Jawab Viona dengan suara pelan.
Ziya merasa beban didada nya terangkat dan ia segera mengirim pesan pada Leo, lalu kembali menyimpan ponselnya. Mereka kemudian berangkat ke Klub Starlight. Saat mereka berjalan hendak masuk ke dalam lift, ada seorang pria berbaju serba hitam tengah berdiri di sudut lorong.
Pria itu mengangkat ponselnya dan mulai buka suara. "Aldy--"
Aldy yang saat itu berada New York, menempel ponselnya di samping telinga dan menatap pria yang tengah duduk di atas brankar.
Varell perlahan membenarkan kancing manset nya, menoleh menatap Aldy. "Gimana?."
Aldy mengangguk, berjalan mendekat lalu menyalakan speaker ponselnya. Ia berdoa dalam hati agar berita yang akan didengarnya tidak membuat bosnya marah.
"Tom, gimana situasinya?."
"Gue baru aja lihat Leo keluar dari gedung dan ngga lama dari dia... Nona Viona ikut keluar."
Jantung Aldy berdebar kencang. Udara disekitarnya tiba-tiba terasa dingin dan mencekam. Ia melirik ke arah Varell, mencoba menenangkan diri dan memberanikan diri untuk bertanya. "Tom, apa ada kabar lain?."
Aldy berharap tidak ada berita lain, atau boss nya yang garang ini akan mengamuk seperti singa.
"Ya." Terdengar Tom menarik napasnya dalam-dalam dan menjelaskan apa yang baru saja dilihatnya. "Setelah Nona Viona keluar dari kamar mandi, dia tiba-tiba mukulin Leo tanpa ampun. Leo keluar dengan keadaan babak belur!." Tom awalnya terkejut, tetapi dia menikmati pertunjukan itu. "Gue ngga nyangka Nona Viona yang keliatannya aja lemah ternyata dia hebat banget waktu mukulin Leo! Dia luar biasa." Kata Tom memuji, ia tak mengetahui bahwa perkataannya ini juga ikut didengar oleh Varell, Bosnya.
Aldy berdiri di ujung panggilan, terlihat masih mencerna berita itu. Dia berbicara dengan perlahan. "Tom, lo yakin itu benar-benar Nona Viona?."
Hal ini terdengar tidak masuk akal. Bukankah Viona sangat mencintai Leo? Apakah mungkin itu terjadi karena Viona merasa cemburu saja?.
"Al, gue yakin seratus persen kalau itu Nona Viona." Suara Tom terdengar keras.
Pukulan cepat dan dahsyat tadi bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan tanpa dasar yang kuat dalam seni bela diri. Aldy yang terkesima, menyingkirkan ponselnya dan menoleh ke arah Varell di hadapannya. Varell juga mendengar kata-kata Tom.
Pria itu terdiam membeku, alisnya yang tampan sedikit mengernyit karena terkejut. Dia tidak hanya terkejut dengan cara berpenampilan Viona yang berubah, tetapi dengan ketrampilan gadis itu dalam membela diri. Viona telah mempelajari sanda sejak lama ketika gadis itu masih muda, Varell tahu itu. Tetapi yang membuat Varell terkejut adalah ketika mendengar Viona memukuli Leo.
Lelaki yang selalu Viona bicarakan dan yang selalu gadis itu kagumi. Varell tidak percaya bahwa Viona akan memukuli Leo, kecuali.... jika gadis itu benar-benar tidak perduli lagi dengan Leo.
Pemikiran seperti itu, membuat jantung Varell berdetak lebih cepat dengan harapan, seolah-olah pohon yang layu tiba-tiba berbunga di musim penghujan.
Aldy dapat merasakan ketegangan disekelilingnya menghilang dan mulai menarik napas dalam-dalam. Akhirnya, dia masih hidup. Dia meraih ponselnya dan dengan hati-hati kembali bertanya pada rekannya. "Tom, lain kali cepat kabari kalau ada berita yang penting."
"Oke." Jawab Tom. "Nona Viona dan teman-temannya sudah berangkat. Mereka bilang kalau mereka akan pergi ke Klub Starlight. Selanjutnya apa yang lo mau dari gue?."
'Klub Starlight? Bukannya itu punya Bos Varell?.' Batin Aldy.
Pria itu berdehem. "Kalau gitu, awasi terus Nona Viona dan lapor ke gue kalau ada aktivitas yang ngga biasa." Kata Aldy.
Di seberang sana, Aldy menganggukkan kepalanya berulang kali sebelum akhirnya memutuskan sambungan telepon mereka.
Aldy memandang Varell dengan hati-hati, tetapi wajah tampan bosnya tetap sedingin es dan tidak menunjukkan emosi apa pun.
"Beritahu manager Klub Starlight kalau mereka harus melayani gadis gue."
"Baik, Tuan muda." Meski pun Aldy telah mengantisipasi hal ini, tidak dapat menahan diri untuk tidak mendesah dalam hatinya. Bos terlalu peduli pada Viona. Karena berpikir Bosnya tidak membutuhkan dirinya lagi, Aldy berjalan pergi untuk melaksanakan tugas yang diberikan padanya. Namun ketikan hendak melangkah, Varell tiba-tiba kembali memanggilnya. "Dan, bilang ke Tom kalau tugas dia selesai sampai disini".
"Baik, Tuan muda. Saya mengerti."
Mulai sekarang, Varell akan mencoba percaya pada Viona. "Viona, aku harap kamu ngga ngecewain aku." Bisiknya.
***
Viona dan teman-temannya akhirnya sudah tiba di klub Starlight. Klub itu tidak seperti klub pada umumnya, Karena klub itu terletak di tepi daerah yang indah, sehingga memberikan suasana yang tenang. Bangunannya didominasi warna-warna dingin, memancarkan kesan misterius dan megah. Meskipun diberi label sebagai klub, tempat itu menempati area seluas beberapa ribu meter persegi, dengan lapangan golf dan lintasan pacuan kuda di belakangnya, dan tempat parkir yang luas di sampingnya, yang dipenuhi mobil-mobil mewah yang akan membuat siapa pun terkesiap melihat harganya.
Meskipun terlahir dari keluarga kaya, teman-teman Viona terlihat terkesima dengan kemegahan klub tersebut. Billy khususnya, dia tidak dapat menahan kesombongannya dan dengan bangga memamerkan kartu undangan miliknya, mendesak teman-temannya untuk mengikutinya masuk. Freya dengan cepat mengaitkan tangannya di lengan Billy, melangkah maju bersama dengan lelaki itu, dengan raut wajah penuh percaya diri.
Veyra yang menyadari Viona hanya terdiam pun tersenyum mengejeknya. "Viona, bukannya lo tadi angkuh terus songong juga? Tapi, setelah kita ada di klub Starlight kok lo cuma diem dong? Lo takut buat ngomong banyak ya?."
Viona menatapnya dengan jijik. "Lo yang ngga berani ngomong, ini biasa aja!." Memang benar Klub Starlight masih biasa saja jika dibandingkan dengan mansion keluarga Bramasta atau pun mansion Varell sendiri.
"Hmphh, kita liat aja apa lo masih bilang biasa aja setelah kita masuk!." Kata Veyra yakin bahwa Viona hanya berpura-pura. Meski status keluarga Algara di masyarakat jelas atas sedikit lebih baik dari keluarga Veyra, perbedaan mereka tidak terlalu besar. Pengalaman hidup Viona tidak jauh berbeda dengan Veyra.
Ziya menatap Viona. "Viona, cukup sama akting kamu. Kamu belum pernah pergi ke tempat ini sebelumnya, dan kita semua tau."
Mendengar Ziya berbicara seperti ini, yang lain semakin merasa yakin bahwa Viona hanya bicara besar.
Viona melirik Ziya. "Cuma karena lo belum liat gue kesini, bukan berarti gue belum ke sini ya, Ziya. Lo harus inget pola asuh kita beda." Senyum Viona yang ambigu itu membuat Ziya tiba-tiba merasa tidak nyaman.
Veyra merasa kesal. "Udah deh! Lo sama Ziya itu saudara. Kenapa lo harus ngomong kasar kayak gitu?."
Hanya sedikit orang yang tau bahwa Erina— ibu Ziya kemudian menikah dengan Arga dan mereka tidak tahu bahwa sebelum itu Erina dan Ziya pada awalnya hanyalah seorang pelayan di kediaman Algara dan mereka masuk ke sana atas belas kasihan dari ibu Viona sebelum dia meninggal dunia. Ziya memberitahu teman-temannya bahwa dia diadopsi dan bukan putri Erina, mengaku bahwa dia hanya di besarkan oleh keluarga kaya.
Ziya takut bahwa Viona akan mengungkap latar belakangnya yang sebenarnya. Jadi, dia segera menyela. "Guys, jangan cuma berdiri di sini. Ayo masuk, kita udah jauh-jauh ke sini, masa cuma berdiri di luar."
Mereka menghentikan permusuhan diantara mereka sejenak dan berjalan masuk menuju Klub Starlight. Ketika mereka tiba di pintu masuk, seorang resepsionis wanita menyambut kedatangan mereka. "Selamat datang di Klub Starlight. Saya resepsionisnya. Apa kalian bisa menunjukkan kartu undangannya?."
Freya mendesak Billy dengan tidak sabar. "Sayang, cepetan! Tunjukin ke mereka semua!."
Billy mendongak dan dihadapan teman-temannya yang menanti, dia menyerahkan kartu undangan itu pada resepsionisnya.
Resepsionis dihadapannya itu memeriksa selama beberapa saat dan kemudian menganggukkan kepalanya. "Ya, kartu ini memang asli undangan dari Klub Starlight. Silakan ikuti kamu untuk masuk ke dalam." Katanya dengan ramah.
Mendengar hal itu, Billy merasa semakin bangga. "Ehem... gue denger kalau gue punya kartu undangan, gue boleh ngajak seseorang ikut, kan?." Tanya Billy pada resepsionis itu.
Resepsionis itu mengangguk. "Ya, itu benar. Anda boleh mengajak teman masuk..."
Mendengar hal ini, secercah kegembiraan tampak di mata Billy. Dia menatap teman-temannya di belakang. "Kalian bisa denger sendiri, kan? Kita bisa masuk sekarang. Tapi, sebelum itu..." Tatapan mata Billy beralih ke Viona dan senyum dingin muncul di wajahnya. "Viona, lo harus minta maaf sama gue sekarang, didepan teman-teman. Baru setelah itu gue akan ajak lo masuk."
Mendengar hal ini, tatapan mata semua orang tertuju pada Viona yang memasukan satu tangannya ke dalam saku celana jins nya. "Minta maaf? Buat apa?."
"Karena gue bisa masukin lo ke klub Starlight, klub yang bukan sembarang orang bisa masuki." Teriak Billy. Dia sudah benar-benar merasa kesal pada Viona sejak bertemu dengan gadis itu hari ini.
Apakah si bodoh ini mengira Viona bisa menggertak nya hanya karena gadis itu mengubah penampilannya? Billy harus menunjukkan siapa bosnya hari ini!
"Oh? Lo bisa ngajak gue masuk kedalam? Tapi, gue kan ngga berencana mau ngandelin lo supaya masuk ke Klub ini." Jawab Viona.
Yang lain saling pandang dan hampir tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Viona.
Freya menunjuk Viona sembari berkata. "Viona, lo bener-bener bodoh banget sih! Apa yang mau lo lakuin? Apa lo ngga mau minta maaf dan lebih milih buat maksa masuk ke dalem? Kalau emang mau mati, kita semua ngga akan menghentikan lo masuk."
Veyra ikut mencibir. "Masih mau pura-pura? Lo akan secepatnya nyesel, Viona!."
Ziya tidak dapat menahan diri dari perasaan bahagianya. Ia bahagia ketika melihat Viona diejek oleh teman-temannya. Ziya menyembunyikan raut wajah senengnya itu dan berpura-pura memberi nasihat pada Viona. "Viona, sikap lo ini ada batasnya. Jangan buat keributan. Lo harus minta maaf sama Billy supaya lo bisa masuk ke dalem. Dan kalau lo masih bicara omong kosong, gue ngga akan bisa bantuin lo. Mungkin, lo harus pulang sendiri."
Mengabaikan ejekan semua orang, Viona tetapi terlihat tenang. "Bukan gue yang buat keributan. Tapi si Billy yang sombong itu yang berpikir kalau dia bisa ngajak kita semua masuk kedalam."