Setelah kematian yang tragis, dia membuka matanya dalam tubuh orang lain, seorang wanita yang namanya dibenci, wajahnya ditakuti, dan nasibnya dituliskan sebagai akhir yang mengerikan. Dia kini adalah antagonis utama dalam kisah yang dia kenal, wanita yang dihancurkan oleh sang protagonis.
Namun, berbeda dari kisah yang seharusnya terjadi, dia menolak menjadi sekadar boneka takdir. Dengan ingatan dari kehidupan lamanya, kecerdasan yang diasah oleh pengalaman, dan keberanian yang lebih tajam dari pedang, dia akan menulis ulang ceritanya sendiri.
Jika dunia menginginkannya sebagai musuh, maka dia akan menjadi musuh yang tidak bisa dihancurkan. Jika mereka ingin melihatnya jatuh, maka dia akan naik lebih tinggi dari yang pernah mereka bayangkan.
Dendam, kekuatan, dan misteri mulai terjalin dalam takdir barunya. Tapi saat kebenaran mulai terungkap, dia menyadari sesuatu yang lebih besar, apakah dia benar-benar musuh, atau justru korban dari permainan yang lebih kejam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10: Warisan dari Masa Lalu
Seraphina menatap sosok ahli nujum yang melayang di hadapannya. Aura pria tua itu mulai memudar, tetapi matanya yang tajam masih penuh dengan keagungan.
"Ujian ini bukan sekadar untuk menguji kekuatanmu, tapi juga hatimu," katanya dengan suara yang bergema di seluruh ruangan.
"Bersiaplah. Jika kau gagal, tubuh dan jiwamu akan terkunci di sini selamanya."
Tanpa menunggu lebih lama, cahaya terang menyelimuti Seraphina. Dunia di sekelilingnya berubah dalam sekejap, dan ia pun terseret ke dalam ujian terakhirnya.
---
Ujian Pertama: Ilusi Kenyataan
Saat Seraphina membuka matanya, ia tidak lagi berada di reruntuhan tua itu.
Sebaliknya, ia melihat sebuah desa kecil yang sangat familiar.
Dia terdiam, karena desa ini adalah tempat yang sangat dia kenal—dunia lamanya sebelum dia bereinkarnasi.
Bahkan, di depan rumah tua yang ada di ujung jalan, dia bisa melihat dirinya sendiri dari masa lalu.
Seraphina yang dulu.
Gadis yang dulu seorang agen CAI, dingin dan penuh strategi.
"Apa maksud dari ujian ini?" pikirnya.
Tiba-tiba, suara berat bergema di telinganya.
"Dari semua kekuatan yang kau cari, seberapa besar kau mengenali dirimu sendiri?"
Seketika, semua ingatan masa lalunya berputar.
Rasa sakit.
Pengkhianatan.
Kematian.
Namun, Seraphina menggertakkan giginya. "Aku sudah meninggalkan kehidupan itu. Aku adalah Seraphina Duskbane sekarang."
Dengan keyakinan penuh, ia melangkah maju. Dan begitu ia berhasil menerima kenyataan itu, ilusi di hadapannya menghilang.
---
Ujian Kedua: Duel dengan Bayangan Sendiri
Begitu ilusi pertama lenyap, Seraphina mendapati dirinya berdiri di atas tanah tandus yang retak dan berapi.
Di depannya berdiri seseorang—dirinya sendiri.
Namun, berbeda dengan Seraphina yang sekarang, bayangan itu mengenakan baju zirah hitam dengan mata merah menyala.
"Aku adalah wujud dirimu yang terkuat. Jika kau ingin memperoleh kekuatan yang lebih besar, kalahkan aku!"
Seraphina langsung menghunus belatinya, bersiap untuk bertarung.
Pertempuran pun dimulai.
Setiap serangan yang ia lancarkan, bayangannya membalas dengan serangan yang sama kuatnya.
Namun, Seraphina bukan hanya petarung biasa.
Dia memiliki pengalaman dan kecerdasan dari kehidupan sebelumnya.
Menggunakan kombinasi sihir dan teknik bertarung, Seraphina berhasil mengelabui bayangannya dan menghunuskan belati ke jantungnya.
Bayangannya menghilang dalam kilatan cahaya.
"Selamat. Kau telah menerima dirimu yang sebenarnya."
---
Ujian Ketiga: Pengorbanan Terakhir
Seraphina kini berdiri di dalam ruangan gelap dengan satu altar besar di tengahnya.
Di atas altar itu, terdapat seorang anak kecil yang terikat dengan rantai emas.
"Untuk memperoleh kekuatan, kau harus membuat pilihan. Bebaskan anak ini, atau ambil kekuatannya untuk dirimu sendiri."
Seraphina terdiam.
Membebaskan anak itu bisa membuatnya gagal dalam ujian ini.
Namun, sesuatu dalam dirinya menolak untuk menggunakan nyawa orang lain demi mendapatkan kekuatan.
Dengan tekad kuat, ia merusak rantai emas itu dan membebaskan anak tersebut.
Begitu ia melakukannya, altar mulai retak, dan kilatan cahaya memenuhi ruangan.
"Pilihanmu benar."
Ujian pun berakhir.
---
Peninggalan Sang Ahli Nujum
Seraphina terbangun di dalam reruntuhan dengan tubuh penuh luka dan napas tersengal.
Namun, ada sesuatu yang berbeda.
Kekuatan baru mengalir di dalam dirinya—lebih kuat dari sebelumnya.
Di hadapannya, serpihan jiwa sang ahli nujum mulai memudar.
"Kau telah lulus ujian, dan sebagai hadiahnya, aku akan memberikan sesuatu yang lebih dari sekadar kekuatan."
Tubuhnya berubah menjadi seekor naga kecil berwarna ungu dengan mata emas.
Naga itu melayang di udara sebelum akhirnya mengecil dan melilit di jari Seraphina, membentuk sebuah cincin naga.
"Aku akan tetap berada di sisimu. Dan sebagai bagian dari warisan ini, aku akan memberikan ruang dimensi khusus."
Seketika, di dalam pikirannya, Seraphina bisa melihat sebuah ruangan besar di mana banyak jiwa tersegel berada di dalamnya.
Selain itu, semua harta karun dalam reruntuhan kini telah tersimpan di dalam cincin tersebut.
Seraphina mengepalkan tangannya, merasakan kekuatan baru yang mengalir dalam dirinya.
"Dengan ini, aku siap menghadapi dunia ini."
.
.
Seraphina menatap cincin naga yang kini melilit jarinya. Ada sesuatu yang terasa berbeda.
"Jadi, ini kekuatan baruku?" gumamnya.
Ia menutup matanya, mencoba merasakan ruang dimensi yang kini berada di dalam pikirannya.
Di dalamnya, ia bisa melihat tumpukan emas, permata, batu sihir, dan gulungan sihir kuno. Namun, ada satu hal yang lebih menarik perhatiannya.
Di sudut ruangan dimensi itu, terdapat puluhan jiwa tersegel dalam bola-bola cahaya.
"Apa ini...?"
Seketika, suara naga kecil itu terdengar di kepalanya.
"Mereka adalah jiwa-jiwa yang dulu terikat dalam reruntuhan ini. Beberapa dari mereka adalah penyihir, prajurit, atau makhluk kuat yang terjebak di sana selama ratusan tahun."
Seraphina menyipitkan matanya.
"Jadi, aku bisa menggunakan mereka?"
Naga itu tertawa kecil. "Tentu saja. Tapi, tidak semua akan patuh padamu. Jika ingin menggunakan kekuatan mereka, kau harus menaklukkan mereka terlebih dahulu."
Seraphina tersenyum miring. Ini menarik.
Namun, dia tidak bisa menunjukkan semua ini sekarang.
---
Kembali ke Dunia Nyata
Seraphina membuka matanya dan melihat rekan-rekannya yang lain masih sibuk mengagumi harta yang mereka temukan.
Sebagian besar dari mereka masih tidak menyadari keberadaannya karena ia bergerak dengan sangat tenang.
Namun, pemimpin rombongan—Erwin, pria yang sebelumnya ia bantu dari perundungan—menatapnya dengan ekspresi penasaran.
"Seraphina, kau baik-baik saja?" tanyanya.
Seraphina tersenyum tipis. "Aku baik-baik saja. Bagaimana dengan yang lain?"
Erwin menghela napas. "Sebagian besar mundur sebelum masuk lebih dalam. Kita yang tersisa hanya beberapa orang saja."
Seraphina berpura-pura mengangguk paham.
Sebenarnya, mereka tidak tahu bahwa semua harta berharga di dalam reruntuhan sudah ia simpan dalam cincinnya.
Tapi, dia tidak boleh serakah.
Jadi, Seraphina memasukkan tangannya ke dalam sakunya dan secara diam-diam mengambil segenggam kecil emas dan permata dari dalam ruang dimensi cincinnya.
Ia menjatuhkannya ke tanah tanpa menarik perhatian.
"Sepertinya aku menemukannya di pojok ruangan," ujarnya santai.
Mata Erwin dan yang lainnya membelalak.
"Ini luar biasa!" seru salah satu anggota rombongan.
"Kita bisa membagi harta ini dengan adil," kata Erwin dengan penuh semangat.
Mereka pun membagi emas dan permata itu. Tak ada yang curiga bahwa ini hanya sebagian kecil dari kekayaan Seraphina yang sesungguhnya.
Seraphina tetap diam, menyembunyikan rasa geli dalam hatinya.
"Hanya ini saja sudah membuat mereka begitu gembira. Jika mereka tahu berapa banyak yang sebenarnya aku miliki, mereka pasti akan kehilangan akal."
---
Berpisah dengan Rombongan
Setelah harta itu dibagi, rombongan itu akhirnya berpisah.
Erwin menatap Seraphina dengan penuh rasa terima kasih.
"Aku tidak tahu bagaimana kau bisa bertahan di dalam reruntuhan itu, tapi kau luar biasa, Seraphina. Jika suatu hari kau membutuhkan bantuan, datanglah padaku."
Seraphina hanya tersenyum kecil. "Aku akan mengingatnya."
Dia tidak memiliki niat untuk kembali berhubungan dengan mereka, tapi memiliki koneksi seperti ini tidak ada salahnya.
Rombongan itu akhirnya berpisah, dan Seraphina mulai berjalan ke arah yang berbeda.
"Sekarang, aku harus mencari tempat untuk menjual sebagian harta ini tanpa menarik perhatian."
Dengan langkah ringan, Seraphina melanjutkan perjalanannya menuju kota berikutnya.
Dan ini baru permulaan.
---
Al-fatihah buat neng Alika beliau orang baik dan Allah menyayangi orang baik, beliau meninggal di hari Jumat bertepatan setelah malam nisfu syabaan setelah tutup buku amalan.. semoga beliau di terima iman Islamnya di ampuni segala dosanya dan di tempatkan di tempat terindah aamiin ya rabbal alamiin 🤲