Kiana hanya mencintai Dio selama sembilan tahun lamanya, sejak ia SMA. Ia bahkan rela menjalani pernikahan dengan cinta sepihak selama tiga tahun. Tetap disisi Dio ketika laki-laki itu selalu berlari kepada Rosa, masa lalunya.
Tapi nyatanya, kisah jatuh bangun mencintai sendirian itu akan menemui lelahnya juga.
Seperti hari itu, ketika Kiana yang sedang hamil muda merasakan morning sickness yang parah, meminta Dio untuk tetap di sisinya. Sayangnya, Dio tetap memprioritaskan Rosa. Sampai akhirnya, ketika laki-laki itu sibuk di apartemen Rosa, Kiana mengalami keguguran.
Bagi Kiana, langit sudah runtuh. Kehilangan bayi yang begitu dicintainya, menjadi satu tanda bahwa Dio tetaplah Dio, laki-laki yang tidak akan pernah dicapainya. Sekuat apapun bertahan. Oleh karena itu, Kiana menyerah dan mereka resmi bercerai.
Tapi itu hanya dua tahun setelah keduanya bercerai, ketika takdir mempertemukan mereka lagi. Dan kata pertama yang Dio ucapkan adalah,
"Kia, ayo kita menikah lagi."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana_Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Kiana memandang Dio sebal. Di sini, Kedai Nasi Uduk Bu Halimah, pukul 8 pagi. Dio dan secangkir kopinya menjadi pemandangan yang ingin Kiana hindari. Sebab berniat melarikan diri, Dio justru menarik tangannya dan membawanya untuk sarapan.
Ke tempat yang sering mereka datangi, dulu.
"Kenapa harus ke sini sih?" Kiana mendengkus. Kehadiran Dio saja sudah membawa rasa yang ingin ditinggalkannya kembali memenuhi ingatan. Menambahkannya napak tilas tempat-tempat di mana mereka menghabiskan waktu saat masih menikah, adalah cara mematikan untuk menjerat Kiana semakin dalam.
Kiana belum siap.
Kiana sepertinya tak akan pernah siap.
Dalam pernikahan Kiana yang singkat itu –hanya tiga tahun- dengan rasa Dio yang tak tertuju padanya, keduanya tetap memiliki kenangan di mana mereka biasanya makan atau sekedar jalan-jalan. Kenangan yang terasa tak berarti apa-apa bagi Dio, namun menjadi sebuah momentum yang amat berharga bagi Kiana.
"Kamu suka nasi uduk di sini."
"Tapi aku nggak suka ke sini sama kamu."
"Kalau begitu, sarapan dan anggap aku nggak ada."
Kiana memicing. "Gimana caranya aku bisa anggap kamu nggak ada kalau kamu duduk di depan aku segede bagong begini," jawab Kiana ketus. Jangan menilai Kiana tak tahu terima kasih sebab bersikap jutek, itu adalah self defense.
Dio tidak menggubris. Ia justru meminum kopinya pelan.
"Kamu nggak kerja? Kenapa masih di sini?"
Kiana bukan hanya bermaksud mengusir, ia memang sedikit penasaran soal kehidupan mantan suaminya. Benar-benar sedikit.
"Aku izin."
Kiana tak lagi bertanya. Matanya berpredasi pada keadaan sekitar. Suasananya masih sama, ramainya pun demikian. Tempat yang sudah dua tahun tak pernah ia sambangi lagi. Tidak, jika dengan berkunjung sarapan saja bisa membuat Kiana mengingat Dio lagi.
Tak lama pesanannya tiba. Kiana tercenung, menu yang dipesankan Dio adalah menu favoritnya.
"Aku nggak suka tempe orek yang ada di nasi uduk."
"Kenapa?"
"Kaya ganggu gitu. Aku lebih suka bawang gorengnya banyak, telurnya balado sama tipe nasinya yang nasi uduk putih dan nggak lembek. Sambelnya juga yang pedes, pakai gorengan. Lebih enak lagi kalau ada mendoan."
"Ribet."
"Namanya selera. Kaya ... seribet apapun aku harus berjuang biar bisa dicintai sama kamu, ya tetap saja, seleranya aku cuma kamu, nggak mau yang lain hehe."
Sepotong percakapan ketika pertama kali Dio mengajaknya ke tempat ini justru muncul. Itu karena piring yang ada di hadapan Kiana, persis sama seperti ucapannya dulu isinya. Padahal, seharusnya Dio lupa. Toh ... dua tahun bukan waktu yang sebentar.
"Kamu masih sering sarapan di sini?"
Sesuap nasi uduk favorit Kiana sedang ia kunyah ketika ia mencoba kembali berbincang. Dio selalu seperti itu. Tak akan berbunyi kalau tak dipukul.
"Kalau weekend."
"Sama Rosa?"
Dio menujukan pandangannya sepenuhnya pada Kiana. "Kenapa?"
"Nggak apa-apa, cuma tanya."
"Sendiri."
"Kenapa?"
"Soalnya mau ngajak kamu tapi kamu nggak ada."
Kiana terdiam. Ucapan Dio yang selalu terasa dingin itu justru mengalirkan rasa hangat di pipinya. Menjalar di pipi, mungkin merona sekarang. Hah,dasar cewek, digombalin sedikit baper, batin Kiana.
"Rosa nggak suka makan nasi uduk ya?" Kiana mencoba mengalihkan rasa deg-degannya. Ia tidak mau dilanda baper untuk kemudian kecewa lagi.
"Kamu tertarik sama Rosa?" Dio menghentikan kegiatannya pada ponselnya. Sepenuhnya, atensinya kembali merujuk pandang pada Kiana. "Soalnya Rosa terus," lanjutnya.
Kiana tahu, mungkin ia sudah di luar batas. Ia kini bukan siapa-siapa Dio lagi yang bisa dengan bebas salty ke Rosa.
"Nggak gitu," sungut Kiana. "Takutnya Rosa nge-gap kita di sini pas doi mau sarapan, 'kan? Nanti kamu juga yang ribet jelasin ke dia."
Dio nampak menghela napas, terasa lelah. semalaman ia tidak bisa tidur dan hanya duduk sambil memandangi punggung Kiana dan mama mertuanya. Kini, perempuan itu justru sibuk menyinggung perihal Rosa dan Rosa terus. Ingin marah, tapi Dio tahu bahwa itu hanya akan memperburuk situasi. Ia tidak ingin Kiana melarikan diri lagi.
"I didn't cheat on her, anyway. Aku nggak ada hubungan apa-apa sama Rosa."
"Ada juga nggak apa-apa."
"Kia ... please."
"Aku serius."
Dio mengusap wajahnya kasar. Ia tahu, Kiana telah mengalami banyak hal dalam kurun tiga tahun pernikahan mereka. Membuatnya percaya bahwa Rosa bukan lagi hal berarti untuknya adalah hal yang sulit. Sesulit kemungkinan bahwa Kiana akan mengambil keputusan untuk rujuk kembali dengannya.
Dio tidak punya pilihan.
"Have you made a decision yet?"
"Soal apa?" Kiana berpura-pura tidak tahu.
"Reconcile our marriage."
"Aku sudah jawab nggak mau."
"Kalau begitu, aku akan lepas tangan dari kasusnya tante Dewanti."
"It's not fair, Dionata!"
"Then let's reconcile our marriage dan kasih eyang cicit."
Waktu selalu berjalan membawa pada keadaan yang tidak pernah diprediksi. Seperti saat Dio dengan lugas mengajak Kiana untuk rujuk, dengan erangan frustasi Kiana yang kukuh menolak, terselip sebuah kalimat tanya yang menjeda semuanya.
"Kalian mau rujuk?"
Itu adalah suara Rosa. Perempuan berambut blonde panjang tergerai dengan wajahnya yang selalu berhasil membuat Kiana salty. Berdiri tak jauh di tempat mereka duduk dengan wajah terkejut.
"Ca ...."
^^^^
To be continued