Tidak mudah hamil di usia muda, apalagi jika itu kembar lima. itu lah yang dirasakan oleh Alya, setelah orang tua nya meninggal, mahkota Alya di ambil oleh orang yang tidak ia kenal sehingga ia hamil.
Bagaimana Alya menjalani kehidupan nya itu?
Silahkan pada mampir siapa tau suka kan,
jangan lupa like komen dan vote nya yaa makasih
Follow Instagram author
@mawarjk_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mawar Jk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 1
Assalamualaikum semua
Jumpa lagi di cerita aku yang baru semoga banyak yang suka yaa.
Mohon maaf jika banyak salah dari penulisan cerita ini, author masih belajar nulis🙏 Diterima saran dan kritik yang membangun, bukan untuk merendahkan 🙏
...Happy reading...
.......
.......
.......
.......
.......
.......
Di sebuah rumah besar yang kini terasa hampa, suara tangisan menggema di seluruh ruangan. Gadis kecil bernama Aira berjongkok di lantai, menangis tersedu-sedu sambil mengguncang tubuh ibunya yang terbujur kaku.
“Hiks hiks... Ibu, kenapa Ibu ninggalin kita seperti ini? Ibu, bangun bu. Jangan tinggalkan Aira sendiri." isaknya penuh kepedihan.
Di sampingnya, sang kakak, Alya, berusaha menahan air mata. Ia menarik Aira ke dalam pelukannya, mencoba memberikan ketenangan.
“Enggak sayang, kamu gak sendirian. Kakak ada di sini,” ucapnya sambil mengelus punggung adiknya.
Aira semakin terisak. “Kakak Alya jangan ninggalin Aira juga, ya?”
Alya menatap wajah polos adiknya yang berlinang air mata, lalu mengangguk mantap. “Iya sayang, kakak janji.”
Setelah pemakaman, kedua saudara itu pulang dengan hati yang berat. Mereka duduk di ruang tamu dengan tatapan kosong, mata mereka masih merah akibat terlalu banyak menangis.
“Kak, kita sekarang bagaimana?” tanya Aira dengan suara kecil.
Alya menghela napas, mencoba berpikir jernih. “Kakak juga gak tahu, dek. Kita jalanin aja dulu.”
“Bagaimana dengan perusahaan Ayah?”
Alya menatap adiknya sejenak sebelum menjawab, “Kakak baru lulus SMA, dek. Kakak gak ngerti apa-apa soal bisnis. Kamu juga baru tamat SMP.”
“Iya juga, ya...” gumam Aira.
Alya mengusap kepala adiknya dengan lembut. “Kakak gak akan lanjut sekolah, tapi kamu harus. Biar kakak yang urus semuanya, kamu hanya perlu fokus belajar.”
“Tapi, Kak...”
“Udah, gak usah khawatir. Oke?”
Aira akhirnya mengangguk pasrah.
“Sekarang kamu istirahat. Besok kita ke makam Ayah dan Ibu lagi.”
***
Satu minggu berlalu. Alya kini memaksakan dirinya untuk terjun ke dunia bisnis, mencoba mengambil alih perusahaan sang ayah.
Namun, berita tentang kematian pemilik perusahaan itu menyebar cepat. Sejumlah rekan bisnis yang dulu mendukung sang ayah mulai menarik diri.
“Dek, banyak perusahaan yang membatalkan kerja sama mereka,” lapor sekretaris sang ayah.
Alya terkejut. “Kenapa?”
“Mereka ragu dengan kemampuanmu. Mereka pikir kamu terlalu muda dan tidak berpengalaman.”
Alya mengepalkan tangan. “Lalu, apa dampaknya bagi perusahaan?”
“Proyek gagal, saham mereka ingin ditarik, dan kita terancam bangkrut.”
Alya menghela napas panjang. Ia berusaha tetap tenang, meski pikirannya kacau. “Baik. Kembalikan saja uang mereka.”
“Tapi, kalau begitu, uang perusahaan akan habis. Kita tidak akan bisa membayar gaji karyawan.”
Alya meremas rambutnya frustasi. “Aku... aku akan cari jalan keluar.”
Setelah sekretaris pergi, Alya termenung di kursinya. "Tunggu, rumah? bagaimana kalau aku menjual nya agar bisa membayar gaji karyawan." gumam nya.
"Ah enggak Al rumah itu peninggalan satu satu nya orang tua kamu." gumam nya lagi.
Setelah bergelut dengan pikirannya Alya memutuskan untuk pulang kerumahnya.
Satu bulan berlalu Alya sama sekali belum tau apa yang akan dia lakukan.
Drrt... Drrt...
Suara dering hp mengalihkan pikiran nya, ia melihat nama kontak yang menelpon nya dan ternyata itu sekertaris Ayah.
"Iya halo Mbak."
"Dek bagaimana ini di sini para karyawan sudah pada demo menuntut hak mereka ada Juga yang sudah memecahkan kaca bagaimana ini!?" tanya nya panik dari seberang sana.
"Apa!! o-ok mbak jangan panik Al-alya akan segera kesana." ujar Alya yang juga ikut panik tapi tetap berusaha untuk tenang.
"Iya cepetan ya dek."
"Iya mbak."
Tut.
Ia menutup telepon, lalu menarik napas dalam. “Tidak ada pilihan lain...”
"Ayah Ibu, maafkan Alya yang tidak bisa menjaga rumah ini, tapi Alya janji suatu saat nanti Alya akan menembus kembali rumah ini." ujar nya dalam hati.
Alya pun berangkat untuk pergi menjual rumah nya dan untung saja rumah tersebut langsung terjual di karenakan banyak yang mau membeli rumah saat ini dan itu membuat Alya sangat bersyukur karena kalau tidak, tidak tahu bagaimana nasibnya bersama adik nya nanti.
"Mbak uang nya sudah aku transfer ke rekening mbak ya, sekarang mbak tinggal bagi rata dan juga untuk Mbak, di sana juga udah ada uang pesangon para karyawan yaa meskipun tidak banyak." ujar Alya kepada sang sekertaris.
"Owh iya dek, tapi kamu dapat dari mana uang itu?" tanya sang Mbak sekertaris.
"Alya jual rumah Mbak, sekarang Mbak kasih hak mereka dulu sebelum mereka tambah murka." ucap Alya.
"Baiklah."
Huff.
Alya membuang nafas nya dengan kasar ia sangat lah pusing sekarang, ia sudah tidak mengkhawatirkan para pekerja Ayahnya tapi memikirkan rumah peninggalan orang tua nya dan juga adik nya, dimana nanti ia akan tinggal, bagaimana caranya mengambil alih rumah itu lagi, Alya sangat lah pusing!
Setelah kantor aman Alya pun memutuskan untuk pulang ke rumah.
Rumah~
"Kak kakak dari mana saja." tanya Aira khawatir.
"Kakak dari kantor dek tadi karyawan pada demo menuntut hak mereka, kakak enggak punya pilihan selain menjual rumah ini dek." jawab Alya.
Mendengar itu Aira tampak terkejut "T-trus sekarang kita bagaimana kak?" tanya nya pelan.
"Sekarang kita beberes barang-barang kita dan kakak akan cari kontrakan, karena kita hanya dikasih waktu satu hari untuk membereskan barang kita." ucap Alya.
"Tapi kan kakak ini udah mau malam." kata Aira.
"Kakak tau tapi mau bagaimana lagi kalau kakak dapat kontrakan hari ini besok kita bisa ada arah untuk pergi dan tidak capek keliling dengan membawa barang untuk mencari kontrakan." jelas Alya.
"Iya juga ya, yaudah kakak hati-hati ya kakak."
"Iya dek kamu bereskan barang barang yang penting aja ya jangan lupa ke kamar Ayah sama Ibu." kata Alya.
"Iya kak."
"Kakak berangkat ya."
"Hati hati kak."
Alya pergi mencari tempat tinggal. Ia berjalan menyusuri kota, mencari rumah yang cukup layak untuk mereka tinggali.
Sementara itu, di tempat lain, seorang pria tengah duduk di bar, meneguk minuman tanpa henti. Gara, pria yang dikenal sebagai pewaris keluarga kaya, tampak frustasi.
Seorang wanita dengan pakaian minim menghampirinya. “Hai, tuan. Mau minum lagi?” tanyanya menggoda.
Gara menatapnya sekilas, lalu mengambil gelas yang ditawarkan tanpa berkata apa-apa.
Wanita itu tersenyum penuh arti. Namun, setelah beberapa tegukan, Gara merasa ada yang aneh. Tubuhnya mulai panas, pikirannya berkabut.
“Sial... Apa yang terjadi?” batinnya.
Saat ia mencoba bangkit, wanita itu menarik tangannya. “Tuan, Anda butuh bantuan?” tanyanya dengan nada menggoda, sengaja mendesah pelan.
Kesadaran Gara menipis, tapi ia masih cukup waras untuk menyadari apa yang terjadi. Dengan kasar, ia menghempaskan tangan wanita itu dan berjalan keluar dengan tergesa.
“Brengsek!” umpatnya dalam hati. Ia tahu dirinya telah dijebak.
Sambil menahan diri, Gara masuk ke mobilnya dan tancap gas. Namun, dalam perjalanan, pandangannya mulai kabur.
Di sisi lain kota, Alya yang baru saja menemukan kontrakan murah berjalan menuju halte bus. Tapi tiba-tiba—
Brak!
Sebuah mobil berhenti mendadak di dekatnya. Alya refleks menoleh dan melihat seorang pria keluar dari mobil, terlihat kesakitan.
Pria itu adalah Gara.
Alya yang melihat keadaannya langsung mendekat. “Tuan, Anda baik-baik saja?” tanyanya cemas.
Gara menoleh. Tatapan mereka bertemu. Alya terkejut melihat wajahnya yang penuh amarah dan kesakitan.
.
Bersambung.
Jangan lupa like dan komen nya♡