Apakah benar jika seorang gadis yang sangat cantik akan terus mendapatkan pujian dan disukai, dikagumi, serta disegani oleh banyak orang?
walaupun itu benar, apakah mungkin dia tidak memiliki satu pun orang yang membencinya?
Dan jika dia memiliki satu orang yang tidak suka dengan dirinya, apakah yang akan terjadi di masa depan nanti? apakah dia masih dapat tersenyum atau justru tidak dapat melakukan itu sama sekali lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cokelat
Happy reading guys :)
•••
Sang Surya telah turun ke ufuk barat, membuat seisi bumi sontak mengalami kegelapan. Namun, itu tidak berselang lama. Saat ini, bulan dan ribuan bintang perlahan-lahan mulai hadir, memancarkan cahaya indah yang membuat setiap makhluk hidup terpukau saat melihatnya.
Suara alunan musik bergenre Lo-fi terdengar memenuhi sebuah kamar bernuansa modern dengan warna merah muda yang mendominasi. Di meja belajar kamar itu, terlihat Angelina sedang membaca sebuah novel dengan sangat tenang, sesekali bersenandung mengikuti alunan musik yang sedang terputar.
Handphone milik Angelina berbunyi, membuat sang pemilik sontak mengambilnya dari atas meja. Gadis itu melihat nama orang yang telah meneleponnya, mematikan musik pada laptop, lalu mengangkat panggilan telepon itu.
“Halo, Kak,” sapa Angelina, menempelkan layar handphone ke telinga kanan.
“Hai, Ngel. Apa kabar? Lu lagi sibuk gak?” jawab dan tanya seorang gadis yang telah menelepon Angelina.
“Nggak, kok, Kak, gue gak sibuk. Ada apa, ya, tumben banget lu nelpon gue?” tanya balik Angelina, seraya kembali membaca novel di dalam hati.
“Gini, Ngel. Besok, kan, ada rapat OSIS, lu bakal ikut, kan?”
Angelina membalik halaman, menaruh penanda, dan menutup novel yang sedang ia baca. “Gue ikut, kok, Kak. Ada apa, sih, emangnya?”
“Besok setelah rapat, bisa gak kita ngobrol berdua?”
Angelina menaruh novel di atas meja. “Di mana?”
“Ruang OSIS aja, Ngel. Gimana, lu bisa gak?”
Angelina bangun dari tempat duduk, berjalan menuju kasur, dan merebahkan tubuhnya. “Bisa, kok, Kak. Kalo gue boleh tau, mau ngobrolin soal apa, sih?”
“Besok aja gue kasih taunya, Ngel. Ya, udah, gue cuma mau ngomong itu doang, sampai ketemu besok, Ngel. Selamat malam, semoga lu mimpi indah,” jawab gadis itu, lalu mematikan sambungan telepon secara sepihak.
Angelina mengerutkan kening bingung, melihat layar handphone yang sudah tidak lagi menampilkan detik telepon dengan gadis itu.
“Aneh banget, mau ngomongin soal apaan, sih?” gumam Angelina, menaruh handphone di atas kasur, lalu melihat ke arah sebuah bingkai yang menampilkan foto Karina, Vanessa, dan dirinya. “Semoga aja bukan obrolan yang menguras energi.”
•••
Senin, 6 Oktober 2025
Di dalam ruangan OSIS SMA Garuda Sakti, kini terlihat puluhan siswa-siswi yang sedang melaksanakan rapat. Mereka membahas berbagai macam hal, mulai dari uang kas, hingga berbagai macam kegiatan dan lomba yang ke depannya akan segera dilaksanakan.
Angelina yang juga mengikuti rapat itu sedari tadi menghela napas, memainkan handphone, tidak terlalu memperhatikan isi dari rapat itu. Bukan tanpa alasan dirinya melakukan itu, ia sangat malas akibat Nadine terlalu mencari perhatian kepada ketua OSIS yang sedang menjabat saat ini.
“Ngel, itu temen sekelas lu caper banget, dah,” bisik seorang gadis yang duduk di samping kiri Angelina.
“Bener banget, perasaan lu yang cantik sama populer di sekolah ini aja gak kayak gitu, dah,” sambung seorang gadis yang duduk di samping kanan Angelina.
Mendengar perkataan dari kedua gadis itu, membuat Angelina tersenyum simpul. Ia mematikan handphone, melihat kedua gadis itu secara bergantian. “Biasa, orang jelek emang kayak gitu, di mana-mana pasti caper, biar dianggap keren, padahal, mah, gak sama sekali. Bener gak yang gue omongin?”
Kedua gadis sontak menahan tawa saat mendengar perkataan Angelina. Mereka berdua mengangguk setuju, melirik ke arah Nadine yang masih terus mencari perhatian kepada Fajar.
Tiga puluh menit telah berlalu, tetapi rapat OSIS pada siang hari ini masih juga belum selesai. Angelina kini sudah sangat lelah, merebahkan kepala di atas meja tempat duduk, berusaha tidak melihat tingkah laku Nadine yang sedari tadi membuat gadis itu merasa ingin muntah.
“Lu kenapa, Ngel?” tanya gadis yang duduk di samping kanan Angelina.
Angelina memegangi perut, melihat ke arah gadis itu. “Mual gue, rasanya pingin muntah setiap lihat si nyamuk lagi caper.”
Gadis yang duduk di samping kiri Angelina mengerutkan kening, bingung dengan orang yang dipanggil ‘nyamuk’ oleh Angelina. “Si nyamuk? Nadine maksud lu, Ngel?”
Angelina mengangguk pelan, masih terus memegangi perut. “Iya, lah, emang siapa lagi? Cuma dia yang paling berisik di sini, persis kayak nyamuk.”
“Ngel, keluar aja, yuk. Telinga gue juga udah males banget dengerin ocehan Nadine,” ajak gadis yang duduk di samping kanan Angelina.
“Gak bisa, gue udah ada janji sama kak Renata sehabis rapat di ruangan ini,” jawab Angelina, seraya menggaruk pipi kirinya yang terasa gatal.
Gadis yang duduk di samping kanan Angelina memasukkan handphone ke dalam saku baju. “Aman, Ngel. Nanti waktu rapatnya kelar, lu masuk aja lagi ke sini.”
“Bener kata Leka, Ngel, mending kayak gitu aja, dari pada kita muntah-muntah di sini gara-gara dengerin ocehan Nadine,” timpal gadis yang duduk di samping kiri Angelina.
“Bener juga, ya, Cit.” Angelina mengangkat kepala dari atas meja, menaruh handphone ke dalam saku baju. “Ya, udah, ayo, keluar, Lek, Cit.”
Citra dan Leka mengangguk, bangun dari tempat duduk, berjalan mengikuti Angelina menuju pintu keluar ruangan OSIS.
Seluruh pandangan mata anggota OSIS yang berada di dalam ruangan sontak tertuju kepada Angelina. Mereka semua memandang heran ke arah gadis itu, karena baru kali ini Angelina keluar dari dalam ruangan sebelum rapat selesai dilaksanakan.
Seorang gadis yang duduk di samping kanan Fajar berdiri. “Ngel, lu mau ke mana?”
“Ngantuk, Kak. Gue nunggu di luar aja, ya, nanti habis rapat selesai gue ke sini lagi,” jawab Angelina, tersenyum simpul ke arah gadis itu.
“Tapi, ini rapatnya belum selesai, Ngel. Gue sama yang lain juga masih butuh pendapat lu buat beberapa hal yang belum kita bahas,” ujar gadis itu.
Angelina mengalihkan pandangan ke arah Fajar yang hanya diam dan menatap ke arahnya. “Kak Fajar, boleh, ya, gue bener-bener ngantuk banget, percuma juga gue di sini, nanti semua pendapat dari gue gak ada yang bener lagi.”
Fajar mengangguk, mengambil pulpen, dan memainkannya di tangan kanan. “Ya, udah, lu boleh keluar duluan, Ngel.”
“Jar, kamu serius biarin Angel keluar?” tanya gadis yang duduk di samping Fajar.
“Serius, Renata. Bener yang dikatain sama Angel, kalo dia di sini dan dalam keadaan ngantuk bakal percuma, semua pendapat yang dia kasih pasti gak akan bener,” jawab Fajar, menatap mata Renata.
Renata menghela napas, kembali mendudukkan tubuhnya di samping Fajar. “Ya, udah, Ngel. Lu gak papa keluar duluan. Tapi ingat, nanti ke sini lagi.”
Angelina mengangguk, lalu keluar dari dalam ruangan OSIS dengan diikuti oleh Citra dan Leka di belakangnya.
“Akhirnya keluar juga, kalo beberapa menit masih di dalam ruangan bisa-bisa telinga gue hancur gara-gara ocehan Nadine,” keluh Leka, seraya memegangi kedua telinga.
Mendengar keluhan dari Leka, membuat Angelina dan Citra tersenyum simpul. Mereka bertiga mulai berjalan menyusuri koridor, menjauhi ruangan OSIS.
“Eh, kita sekarang mau ke mana?” tanya Citra, melihat ke arah Angelina dan Leka secara bergantian.
Leka yang masih memegangi kedua telinga sontak menoleh, raut wajahnya berubah begitu bersemangat. “Oh, iya, bener juga. Kita sekarang mau ke mana, ya? Ngel, lu punya tempat yang nyaman gak? Gue males banget buat ke kelas, pasti di sana gak ada bedanya kayak di ruangan OSIS tadi.”
Angelina melipat kedua tangan di dada, lalu memegang dagu menggunakan tangan kanan. “Ke tempatnya Karina sama Vanessa mau gak kalian?”
Leka menepuk kedua tangan pelan ke arah depan dan belakang secara bergantian. “Gue mau aja, tapi Vanessa-nya gimana? Dia nanti keganggu gak, kalo gue sama Citra ikut lu ke sana?”
“Bener kata Leka, Ngel. Nanti Vanessa ngerasa risih gak dengan kedatangan kita? Gue takut malah bikin dia risih kalo ikut sama lu,” sambung Citra, melihat ke arah bendera merah-putih yang sedang berkibar di atas tiang bendera.
“Tenang aja, Vanessa gak akan risih, kok. Malah dia pasti seneng kalo lu berdua mau ikut sama gue. Jadi, Gimana, mau ikut gak?” jawab dan tanya Angelina, seraya tersenyum manis saat beberapa siswa-siswi menyapanya.
Leka menoleh ke arah Citra yang masih terus melihat bendera merah-putih. “Gimana, Cit, mau ikut Angel gak?”
“Ya, udah, ayo, dari pada ke kelas juga sama aja kayak di ruangan OSIS, mending ikut Angel, siapa tau kita bisa temanan sama Vanessa,” jelas Citra, mengalihkan pandangan ke arah Leka.
“Nah, gitu, dong.” Angelina tersenyum simpul saat mendengar penjelasan Citra. Ia menggenggam lengan kedua gadis yang berada di samping kanan dan kirinya, lalu berlari menuju taman belakang sekolah. “Ayo, lari, biar cepet sampai.”
•••
“Lah, pada tidur,” kata Angelina, melihat Karina dan Vanessa sedang tertidur pulas di bawah pohon beringin dengan saling berbagi earphone.
Leka mengambil satu daun beringin yang jatuh di atas kepalanya. “Ke kantin aja, yuk, Ngel. Mereka jangan dibangunin, kasihan, kelihatan banget kalo mereka lagi cape.”
Angelina melihat raut wajah Karina dan Vanessa secara bergantian. Ia tersenyum manis, rasanya sangat damai dan tenang saat menyaksikan kedua sahabatnya sedang tertidur dengan sangat pulas.
“Ya, udah. Ayo, ke kantin,” ajak Angelina, berbalik badan, dan berjalan meninggalkan area pohon beringin.
Citra dan Leka mengangguk setuju, berjalan mengikuti Angelina dari arah belakang. Namun, saat mereka bertiga baru saja meninggal bayangan pohon beringin yang teduh, ketiga gadis itu dibuat menoleh ke arah belakang, mendengar suara Vanessa memanggil nama Angelina.
“Angel, mau ke mana? Rapatnya udah selesai?” tanya Vanessa, mengucek kedua mata pelan, menguap, dan menggeliat.
Angelina kembali tersenyum manis, mendekati Vanessa dan mengusap lembut puncak kepala sang sahabat. “Rapatnya udah selesai, dan sekarang gue mau ke kantin, laper tau, mau ngisi perut dulu. Lu tidur aja lagi, gih, nanti gue balik ke sini lagi.”
Vanessa menggelengkan kepala, menutup mulut menggunakan tangan, dan kembali menguap.
“Aku udah gak ngantuk, Ngel. Oh, iya, kamu gak usah ke kantin. Ini, aku ada bawain banyak kue, permen, sama cokelat buat kita makan,” ujar Vanessa, mengambil plastik berwarna putih yang terletak di sisi kirinya, lalu menyerahkannya ke Angelina.
Angelina menerima plastik pemberian Vanessa, senyumannya semakin bertambah manis setelah melihat isi dari plastik itu. Ia menoleh ke belakang, menunjuk Citra dan Leka. “Tapi, Van, gue ada ngajak dua orang temen. Mereka boleh gabung gak sama kita?”
Vanessa melihat Citra dan Leka, tersenyum manis seraya mengangguk. “Boleh banget, kok. Sini duduk, kita makan sama-sama.”
Citra dan Leka hanya berdiri terpaku. Mereka berdua benar-benar sangat terpana saat menyaksikan senyuman manis milik Vanessa.
Angelina berjalan mendekati Citra dan Leka, menepuk pelan pipi kedua gadis itu. “Cit, Lek. Ayo, duduk, malah bengong.”
“Hah … kenapa, Ngel?” Leka mengalihkan pandangan ke Angelina, melebarkan mata, mulutnya sedikit terbuka.
“Ayo, duduk, kita makan,” ajak Angelina, berbalik badan, mendekati Vanessa, lalu mendudukkan tubuhnya di samping kiri sang sahabat.
Citra dan Leka saling pandang, berjalan mengikuti Angelina, mendudukkan tubuh di samping Vanessa seraya membalas senyuman manis milik gadis itu.
“Vanessa, salam kenal, gue Leka, dan ini sahabat gue Citra.” Leka menoleh sekilas ke arah Citra, kemudian mengulurkan tangan kanan ke Vanessa.
Vanessa menjabat tangan Leka, masih terus mengukir senyuman manis di wajah. “Salam kenal juga, Leka, Citra. Aku Vanessa, kalian bisa panggil aku Van, Ness, atau Vee.”
“Iya, Van,” kata Citra dan Leka bersamaan, seraya mengangguk.
“Oh, iya, kalian berdua kelas 11 MIA 3, ya?” tanya Vanessa, memperbaiki posisi duduknya agar menjadi nyaman.
“Iya, Van. Kok, lu bisa tau?” Leka sedikit mengerutkan kening, merasa heran ketika Vanessa mengetahui kelas tempat dirinya dan Citra belajar.
“Itu, beberapa kali aku ada lihat kalian berdua masuk ke kelas 11 MIA 3.” Vanessa mengambil satu kue kering dari dalam plastik, membuka, dan memakannya. “Oh, iya. Ayo, silahkan dimakan kue, permen, sama cokelatnya.”
Citra dan Leka mengangguk, mengambil kue kering dari dalam plastik. Mereka kemudian mengobrol dengan Angelina dan Vanessa.
Sepuluh menit telah berlalu, keempat gadis itu masih terus mengobrol seraya beberapa kali tertawa, saat sebuah celetukan dan candaan keluar dari mulut masing-masing. Sampai pada akhirnya, obrolan mereka berempat terhenti kala mendengar suara dering handphone milik Angelina berbunyi.
Angelina mengambil handphone dari dalam saku baju, melihat nama orang yang telah mengganggu aktivitasnya. Ia menjawab panggilan telepon, setelah membaca nama ‘kak Renata’ pada layar benda pipih itu.
“Halo, Kak,” sapa Angelina, menggigit kue kering yang masih tersisa setengah.
“Halo, Ngel. Sini, ke ruangan OSIS, rapatnya udah selesai,” ujar Renata, dari seberang telepon.
“Oke, Kak. Tunggu, gue ke sana sekarang.”
Angelina mematikan sambungan telepon, melihat Citra, Leka, Vanessa, dan Karina yang masih tertidur dengan pulas.
“Guys, gue duluan, ya, soalnya ada janji sama kak Renata,” pamit Angelina, memakan sisa kue kering, lalu membersihkan tangannya.
“Rapatnya udah selesai, Ngel?” tanya Leka, menyandarkan tubuh di pohon beringin.
Angelina mengangguk, bangun dari tempat duduk, membersihkan rok bagian belakangnya yang sedikit kotor akibat terkena daun-daun pohon beringin. “Udah, Lek. Makanya ini gue disuruh ke ruangan OSIS lagi sama kak Renata.”
“Ngel, ini bawa sisa kuenya. Siapa tau kak Renata mau,” kata Vanessa, melihat Angelina yang sedang sibuk membersihkan rok.
Angelina menggelengkan kepala, tersenyum manis ke arah Vanessa. “Nggak usah, Van. Kuenya biar dimakan Citra sama Leka aja. Gue pamit pergi duluan, ya. Nanti kalo Karin nyariin, bilang aja gue lagi ada urusan, oke?”
Vanessa hanya mengangguk sebagai jawaban, menggigit cokelat yang sedari tadi sedang ia makan.
“Guys, dadah.” Angelina melambai-lambaikan tangan ke arah Citra, Leka, dan Vanessa, berbalik badan, dan berjalan menjauhi area pohon beringin.
To be continued :)