Karena hendak mengungkap sebuah kejahatan di kampusnya, Arjuna, pemuda 18 tahun, menjadi sasaran balas dendam teman-teman satu kampusnya. Arjuna pun dikeroyok hingga dia tercebur ke sungai yang cukup dalam dan besar.
Beruntung, Arjuna masih bisa selamat. Di saat dia berhasil naik ke tepi sungai, tiba-tiba dia dikejutkan oleh sebuah cincin yang jatuh tepat mengenai kepalanya.
Arjuna mengira itu hanya cincin biasa. Namun, karena cincin itulah Arjuna mulai menjalani kehidupan yang tidak biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecurigaan Juna
Saat ini, Juna sudah berada di tempat yang dia tuju. Beberapa temannya juga sudah ada di sana. Karena tidak ada pekerjaan, Juna memanfaatkan waktu senggangnya untuk berkumpul bersama teman-teman kampusnya yang rumahnya tidak terlalu jauh jaraknya satu sama lain.
"Tiara kenapa nekat banget ya? Kenapa dia harus milih jalan seperti itu?" ucap teman Juna yang akrab dipanggil Rindang.
"Iya," sahut teman wanita Juna yang lain. "Padahal, selama yang aku tahu, Tiara tuh gadis yang ceria loh. Kaya nggak pernah ada masalah berat dalam hidupnya."
"Apa mungkin, dia mengambil tindakan itu, karena ada hubungannya dengan Axel?" tanya teman laki-laki Juna yang akrab panggil Bona.
"Aku juga mikirnya gitu," sahut teman wanita lagi yang memiliki rambut dengan panjang sebahu.
"Emang Tiara pernah berhubungan sama Axel?" tanya Rindang.
"Kata teman yang satu jurusan dengan Tiara sih bilangnya gitu, mereka sering melihat Axel nyamperin Tiara ke kelasnya. Meski Tiara dan Axel ngakunya hanya berteman, tapi dari sikap yang mereka tunjukan, itu kaya sikap sepasang kekasih," ucap wanita berambut sebahu.
"Trik yang digunakan Axel kan emang gitu," sahut Adi. "Dia suka main rahasia untuk mengelabui korbannya. Alasannya takut tidak direstui orang tua dan nggak suka jika hubungannya dipublikasikan."
"Licik banget ya?" sahut Rindang sampai tangannya terkepal.
"Gila sih kalau kaya gini," kali ini Juna yang bersuara. "Ini sih udah keterlaluan namanya, sampai memakan korban lagi."
"Yah, begitulah. Sayangnya, tidak ada yang bisa menindak mereka," sahut Bona. "Apalagi mereka mainnya perasaan, jadi sangat susah membuat mereka jera."
"Benar juga ya," sahut wanita yang lain. "Lagian, wanitanya juga salah sih. Itu menurutku ya."
"Salah kenapa?" tanya Juna.
"Axel dan tiga temannya kan sudah terkenal predator. Mereka juga tahu kalau Axel sering ganti-ganti cewek. Kenapa mereka pada mau saat Axel dan teman-temannya mendekati mereka?"
"Iya juga ya?" sahut Bona. "Padahal cewek-cewek itu kebanyakan pada mencibir Axel dan teman-temannya di belakang. Ngatain kalau mereka cowok nggak baiklah, brengsek lah. Eh giliran didekati dan diajak jalan, cewek-cewek itu kegirangan. Kan nggak konsisten banget sama ucapannya."
"Yang benar, Bon?" tanya Juna.
Bona mengiyakan. Beberapa teman yang lain juga mengatakan hal yang sama. Juna agak kaget mendengarnya. Perbuatan Axel dan teman-temannya memang salah, tapi sebenarnya perbuatan mereka tidak mungkin sampai memakan korban kalau wanitanya juga tidak gatal.
Tiap membicarakan kelakukan Axel dan teman-temannya, mereka sebenarnya pada geram, termasuk Juna. Tapi sampai detik ini belum ada satu pun yang berani memberi pelajaran pada sekumpulan anak muda itu.
Cukup lama Juna berkumpul dengan teman-temannya. Mungkin, karena selama libur mereka jarang bertemu, jadi sekalinya bertemu, mereka seperti lupa waktu.
Bahkan, Juna pulang di saat siang sudah berganti malam. Hingga sampai rumah, Juna merasa heran karena sedari tadi dia tidak mendengar suara Klawing sama sekali.
Bahkan saat Juna memanggil Klawing beberapa kali, sosok tak kasat mata itu sama sekali tidak menyahutnya. Juna pun memilih berpikiran positif saja. Juna menganggap kalau Klawing sedang bermain dan dia pasti akan pulang.
Seandainya Juna tahu kalau Klawing ada di sana dan sengaja diam, mungkin Juna akan kesal dan langsung melempar banyak pertanyaan.
Sejak menguping pembicaraan Tarmini dengan Ibunya Juna, Klawing jadi memikirkan banyak hal. Terutama hubungan Ibunya Juna dengan pria yang mejadi majikan Klawing, membuat sosok tak kasat mata itu memiliki satu kesimpulan yang membuat Klawing cukup kecewa.
"Apa mungkin kamu cucunya Bratawali?" gumam Klawing sambil menatap Juna yang hendak mandi. "Kalau kamu cucunya Bratawali, aku harus bagaimana?"
Klawing benar-benar dilanda dilema yang cukup dalam. Ingin rasanya dia memberontak, tapi Klawing tidak sanggup melakukannya karena dia juga menganggap Juna masih keturunnya.
"Bagaimana bisa keturunanku menikah dengan keturunan musuhku? Takdir macam apa ini?" Berkali-kali memikirkannya tapi berkali-kali juga Klawing merasa takjub tak percaya.
"Apa mungkin, suatu saat nanti, Juna akan mengkhianatiku juga?" Berbagai pikiran buruk pun bermunculan. "Aku harus bagaimana sekarang? Apa aku harus mengakhiri hidup Juna?"
#####
Semantara itu di tempat lain.
"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya seorang wanita pada sang dokter.
"Sepertinya Tuan Bratawali mengalami gejala struk," jawab sang dokter.
Tentu saja hal itu sangat mengejutkan pria tua yang saat ini terbaring tak berdaya di atas ranjang.
"Apa anda yakin?" tanya Bratawali dengan nada yang terputus-putus.
"Untuk lebih jelasnya, lebih baik, Tuan segera di bawa ke rumah sakit, untuk menjalani pemeriksaan secara menyeluruh," saran dokter pribadi Bratawali.
"Baik, Dok, nanti saya akan segera mengantar Tuan ke rumah sakit," ucap wanita yang paling dekat dengan Bratawali untuk saat ini.
"Baiklah, kalau begitu, saya permisi dulu," sang dokter pun pamit.
"Mari, saya antar, Dok."
Sang dokter mengangguk dan dia segera melangkah, bersama wanita muda yang tadi memanggil dokter ke rumah itu.
"Gejala struk? Bagaimana bisa?" Bratawali bergumam heran. Pria tua itu tidak menyangka akan mengalami penyakit tanpa ada gejala apapu sebelumnya.
Tentu saja Bratawali tidak tahu kalau sakitnya saat ini, akibat pengaruh obat yang dicampurkan ke dalam secangkir kopi.
"Bagaimana?" tanya Sarjo begitu sang dokter pergi.
"Rencana kita berhasil," balas Tarmini kegirangan.
"Wahh, baguslah," sahut Sarno yang kebetulan ada di sana juga. "Terus, rencana selanjutnya bagaimana?"
"Nanti malam, kita cari surat-surat berharga milik Bratawali, terus kita jual. Nanti kalau Bratawali benar-benar tidak berdaya, kita buang aja tua bangka itu, bagaimana?"
"Setuju!" Sarno dan Sarjo menjawab dengan kompak.
"Ya sudah, aku masuk dulu. Aku harus tetap pura-pura baik di depannya," ujar Tarmini.
Dua pengawal itu sontak mempersilahkan.
"Akhirnya, aku bisa merasakan jadi orang kaya juga," ujar Sarno setelah Tarmini pergi.
"Sama, aku juga," sahut Sarjo. "Kira-kira apa saja yang akan aku lakukan jika aku memiliki banyak harta?"
"Kalau aku sih, mau membungkam orang-orang yang dulu sering menghinaku. Aku akan membalas mereka habis-habiskan," ujar Sarno berapi-api.
"Kalau itu sih sudah pasti, aku juga akan melakukannya," sahut Sarjo. "Aku juga akan menutup mulut para cewek yang dulu menolakku hanya karena pekerjaanku."
Sarno setuju. Nyatanya, alasan mereka sampai saat ini belum menikah meski usianya sudah menginjak angka 30, karena penolakan wanita akibat pekerjaannya.
"Tapi, aku juga takut. kalau Tarmini mengkhianati kita, bagaimana?" ucap Sarjo tiba-tiba.
"Aku harap jangan lah," balas Sarno.
"Aku juga berharapnya begitu. Tapi kamu tahu kan, Tuan besar yang selalu memberi apapun keinginan Tiara, dikhianatinya, apa lagi kita, yang bukan siapa-siapa."
"Wahh, benar juga," balas Sarno. "Kalau gitu, kita juga harus punya rencana cadangan, Jo."
"Harus itu," sahut Sarjo. Pada akhirnya, mereka pun memilih menyusun rencana cadangan untuk berjaga-jaga jika ada pengkhianatan.
lanjut thor 🙏