9
Pernikahan adalah cita-cita semua orang, termasuk Dokter Zonya. Namun apakah pernikahan masih akan menjadi cita-cita saat pernikahan itu sendiri terjadi karena sebuah permintaan. Ya, Dokter Zonya terpaksa menikah dengan laki-laki yang merupakan mantan Kakak Iparnya atas permintaan keluarganya, hanya agar keponakannya tidak kekurangan kasih sayang seorang Ibu. Alasan lain keluarganya memintanya untuk menggantikan posisi sang Kakak adalah karena tidak ingin cucu mereka diasuh oleh orang asing, selain keluarga.
Lalu bagaimana kehidupan Dokter Zonya selanjutnya. Ia yang sebelumnya belum pernah menikah dan memiliki anak, justru dituntut untuk mengurus seorang bayi yang merupakan keponakannya sendiri. Akankah Dokter Zonya sanggup mengasuh keponakannya tersebut dan hidup bersama mantan Kakak Iparnya yang kini malah berganti status menjadi suaminya? Ikuti kisahnya
Ig : Ratu_Jagad_02
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Zonya keluar dari kamar untuk menyeduhkan susu untuk Naina. Namun entah apa yang ia lakukan di luar, hingga membuatnya belum juga masuk hingga beberapa menit berlalu. Naina yang merasa bosan karena ditinggalkan, akhirnya menelungkupkan tubuhnya di pinggir ranjang, dengan kaki yang ia juntaikan, berharap kaki pendeknya itu bisa menyentuh lantai, hingga ia bisa menyusul Zonya untuk keluar
"Ih... huh... huh..."
Naina tampak menghela napas dengan wajah yang sudah memerah, sebab kaki pendeknya itu tidak bisa menggapai lantai. Tidak kehilangan akal, ia menarik seprai dalam genggamannya, hingga membuat tubuhnya perlahan mulai turun, seiring dengan seprai yang juga ikut tertarik kearahnya. Membuat kaki gembulnya yang pendek itu berhasil menginjak lantai
Ia merangkak dengan susah payah untuk menggapai dinding. Karena ia tidak akan bisa berjalan sendiri tanpa berpegangan pada dinding. Tujuannya kali ini tentu saja keluar kamar untuk mencari Zonya. Namun barusaja akan melangkahkan kaki gembulnya untuk keluar, mata bulatnya justru teralihkan pada pintu kamar mandi yang terbuka. Dengan rasa penasaran tingkat tinggi, Naina mulai melangkahkan kaki gembulnya secara perlahan menuju kamar mandi
"Woah..."
Matanya berbinar karena bisa masuk ke kamar mandi itu seorang diri. Dengan antusias, ia mulai melangkah menuju tempat alat mandi berada. Ia mengambil shampo lalu menuangnya ke atas kepalanya dengan begitu banyak. Setelah itu, ia melihat air dalam bathtube dan memercikkan airnya sembarangan. Ia memekik girang saat merasakan kebebasan itu. Apalagi, air dalam bathtube yang semula terlihat bersih, kini justru penuh dengan busa akibat shampo ditangannya
Kegembiraan masih belum berlalu. Naina mengambil sabun cair dan menuangkannya di telapan tangannya lalu kembali memainkan permukaan air didalam bathtube, hingga membuat air itu kembali dipenuhi busa dengan jumlah yang semakin banyak. Ia kembali memekik girang, kemasan shampo serta sabun yang tadi tersusun rapi, kini terlihat berantakan dilantai kamar mandi dengan busa dimana-mana
"Naina!"
Suara keras bernada peringatan itu membuat Naina membulatkan matanya dan melihat kearah pintu kamar mandi. Mata bulatnya tampak berputar-putar, seakan otak kecilnya sudah mampu menebak bahwa dirinya akan mendapat masalah dari Mama-nya ini
"Apa yang kau lakukan? Astaga" Zonya memekik frustasi
"Mama... Huhu... Haha..." Naina menunjuk wadah sabun ditangannya yang terlihat sudah kempes. Bisa dipastikan bahwa sabun itu hanya tinggal wadah
"Huhu... Haha... Memangnya kau anak tarzan? Apa-apa ngomongnya huhu... haha..." ucap Zonya jengah
Zonya langsung melangkah mendekati Naina dan melepas baju bocah gembul itu yang sudah basah kuyup. Ia lantas memijat pelan rambut Naina, karena busa shampo yang tadi anak itu pakai masih tampak begitu banyak. Lima belas menit berlalu, barulah Zonya keluar dari kamar mandi bersama Naina yang sudah ia liliti handuk. Tubuh bocah gembul itu sudah terlihat seperti kepompong saat ini. Ia lantas mendudukkan Naina di lantai kamar
"Siapa yang suruh Nai ke kamar mandi? 'Kan Aunty sudah bilang jangan ke mana-mana. Kenapa turun dari ranjang, hm?" ucap Zonya dengan geram, tapi masih dengan intonasi yang cukup lembut "Ayo jawab Aunty, siapa yang minta Nai ke kamar mandi"
"Mama..." ucap Naina polos
"Mama?" Zonya menunjuk dirinya sendiri
Sungguh, bocah sembilan bulan ini berhasil mematik emosinya. Walaupun ia tahu bahwa Naina menjawab Mama, karena hanya kata itu yang mampu bocah itu katakan, tapi ia tetap saja merasa geram, karena anak itu harus mandi untuk ke-dua kalinya. Bagaimana kalau ia kedinginan, sakit, lalu sesak napas, atau mungkin ada gejala lainnya yang membuatnya berakhir di rumah sakit, lalu siapa yang akan direpotkan? Tentu saja dirinya
Huh
Zonya menghela napas panjang saat melihat mata Naina yang sudah berkaca-kaca. Tidak ingin kembali emosi, ditambah takut Naina kedinginan, akhirnya Zonya memilih berbalik menuju lemari Naina untuk mencarikan baju dan memakaikan bocah gembul itu pakaian. Begitu mendapatkan baju yang cocok untuk Naina, Zonya lantas berbalik
"Ingat, kalau nanti membuat kekacauan lagi, maka Aunty akan..." Zonya mengedarkan pandangannya saat matanya tidak mempu menangkap keberadaan Naina di kamar "Astaga, di mana bocah gembul itu" pekiknya frustasi
Ia mencari Naina ke setiap sudut kamarnya. Bahkan kamar mandi 'pun tak luput dari pengecekan, takut kalau ternyata bocah gembul itu kembali bermain di sana. Namun ternyata tidak ada siapapun di sana. Ia kembali mencari ke sudut lain di kamarnya, tapi lagi-lagi bocah gembul itu tidak ia temukan di mana-mana. Ia menghela napas kasar dan langsung keluar kamar dengan membawa baju ganti Naina yang tadi ia pilihkan
"Eh, Nai?" ucapnya terkejut. Bagaimana tidak, saat ini ia melihat bayi kepompong itu tengah berdiri dihadapan Sean yang berjongkok, hingga tubuh bapak dan anak itu menjadi setara
"Ada apa, hm?" tanya Sean pada Naina yang masih mampu didengar telinga Zonya dengan baik
"Mama..." adu Naina
"Mama? Mama kenapa?"
Naina melirik Zonya yang diam di pintu kamar. Ia menunjuk Zonya dengan mata berkaca-kaca dan mulut yang sudah mulai mewek "Mama..." tunjuknya lagi
"Eh, kenapa Mama?" tanya Zonya terkejut, membuat Sean jadi ikut menatap Zonya. Kali ini, Zonya berada ditengah tatapan dua orang ayah dan anak didepannya
"Mama memarahi Nai?" tebak Sean akhirnya yang dibalas anggukan oleh bocah menggemaskan itu
"Hm, Mama..." angguk anak itu
Sean dan Zonya saling tatap. Zonya melambaikan kedua tangannya didepan dada seakan ingin mengatakan bahwa ia sama sekali tidak berbuat apa-apa. Sedangkan Sean, ia terlihat bingung melihat interaksi antara Zonya dan Naina yang untuk pertama kalinya terlihat tidak akur
"Baiklah, ke mari biar Papa gendong. Ayo" Sean merentangkan tangannya dan langsung disambut baik oleh Naina
Sean beranjak dari duduknya dan menimang Naina yang kini menyembunyikan wajahnya di ceruk leher sang Papa. Sean lantas mendekat pada Zonya dengan menaikkan alisnya. Setidaknya, ia ingin mengetahui permasalahan antara ibu dan anak itu
"Tadi Nai main shampo di kamar mandi, padahal rambutnya saja baru kering karena baru selesai aku mandikan" jelas Zonya
"Lalu?" Sean tahu bahwa permasalahan antara dua wanita itu tidak hanya sampai di situ saja, maka dari itu ia bertanya lebih
"Aku menasehatinya agar tidak ke kamar mandi lagi, tapi dia malah menangis"
Sean mengangguk mengerti. Ia lantas mengusap permukaan punggung Naina yang terbalut handuk, dan mencium pipinya beberapa kali. Mungkin anak itu berpikir bahwa Zonya tengah marah, sebab intonasi suara Zonya memang tidak selembut wanita pada umumnya. Mungkin itu adalah pengaruh karena sifat pemberontak dalam diri Zonya, sehingga intonasi keras itu juga ikut melengkapi
"Nai, coba lihat Mama, katanya Mama mau bicara sama Nai" ucap Sean lembut
"No no no" jawab Naina, masih berusaha bersembunyi
"Kenapa? Mama sayang sama Nai. Mama mau bicara sama Nai katanya" ucap Sean lagi
"No no no Mama..."
Sean dan Zonya menghela napas bersama, sebab bayi gembul itu terlihat masih enggan untuk bicara pada Zonya. Mungkin emosi anak itu sudah mulai terbentuk, hingga membuatnya tersinggung hanya dengan omelan Zonya dan membuat mereka terlihat seperti dua orang yang bermusuhan sekarang