NovelToon NovelToon
Stalker Cinta

Stalker Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:533
Nilai: 5
Nama Author: Queensha Narendra Sakti

"STALKER CINTA"
adalah sebuah drama psikologis yang menceritakan perjalanan Naura Amelia, seorang desainer grafis berbakat yang terjebak dalam gangguan emosional akibat seorang penggemar yang mengganggu, Ryan Rizky, seorang musisi dan penulis dengan integritas tinggi. Ketika Naura mulai merasakan ketidaknyamanan, Ryan datang untuk membantunya, menunjukkan dukungan yang bijaksana. Cerita ini mengeksplorasi tema tentang kekuatan menghadapi gangguan, pentingnya batasan yang sehat, dan pemulihan personal. "STALKER CINTA" adalah tentang mencari kebebasan, menemukan kekuatan dalam diri, dan membangun kembali kehidupan yang utuh.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queensha Narendra Sakti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lingkaran Pertahanan

Pagi itu, Naura bangun dengan mata sembab. Semalaman dia nyaris tidak bisa tidur, terus terjaga oleh setiap suara mencurigakan yang tertangkap telinganya. Bahkan suara tetesan air dari keran kamar mandi terdengar seperti langkah kaki yang mengendap-endap.

"Aku harus melakukan sesuatu," gumamnya pada diri sendiri sambil memandang pantulan wajahnya yang pucat di cermin. Lingkaran hitam di bawah matanya menunjukkan betapa buruk tidurnya semalam.

Sebelum berangkat kerja, Naura mengambil langkah pertamanya untuk melindungi diri. Dia mengunduh aplikasi panic button yang terhubung langsung dengan nomor darurat dan kontak terdekat. Lisa, sahabatnya, adalah orang pertama yang dia masukkan ke daftar kontak darurat.

Di perjalanan menuju studio, Naura memutuskan untuk mengubah rutinitasnya. Alih-alih naik bus seperti biasa, dia memesan taksi online. Matanya terus mengawasi spion, memastikan tidak ada mobil silver yang mengikutinya seperti kemarin.

"Selamat pagi, Naura!" sapa resepsionis gedung kantornya dengan ramah. "Oh, ada paket untukmu. Baru saja diantar pagi ini."

Jantung Naura seketika berdegup kencang. Sebuah kotak kecil dengan pita ungu tergeletak di meja resepsionis. Warna kesukaannya.

"Siapa yang mengantarnya?" tanya Naura dengan suara bergetar.

"Kurir reguler. Ada masalah?"

Naura menggeleng pelan, tapi tidak mengambil paket itu. "Bisakah... bisakah security memeriksa isinya terlebih dahulu?"

Sejam kemudian, setelah pemeriksaan keamanan, kotak itu terbukti hanya berisi sebuah gelang silver dengan liontin berbentuk kamera. Terlampir nota: "Untuk mengabadikan setiap momen indahmu. Dari pengagum rahasiamu."

Lisa menemukan Naura sedang gemetar di mejanya, menatap kotak itu seolah-olah bisa meledak kapan saja. "Ini sudah keterlaluan," kata Lisa tegas. "Kau harus melaporkannya ke polisi."

"Tapi apa yang harus kukatakan?" Naura menghela napas frustasi. "Bahwa seseorang mengirimku hadiah? Mengikutiku? Mereka akan bilang belum ada tindakan kriminal yang nyata."

"Setidaknya kita bisa membuat laporan awal," Lisa bersikeras. "Dan kau harus memberitahu manajemen gedung. Mereka bisa memperketat keamanan."

Siang itu, Naura mengikuti saran Lisa. Dia menemui kepala keamanan gedung dan menceritakan semuanya: komentar-komentar mencurigakan, foto-foto yang diambil diam-diam, pesan-pesan misterius, dan kini hadiah tidak diharapkan ini.

"Kami akan menambah kamera pengawas di area studio dan parkiran," janji kepala keamanan. "Dan mulai besok, semua tamu harus mendaftar dengan ID yang valid."

Sepulang kerja, Lisa memaksa untuk menemani Naura berbelanja. Bukan untuk pakaian atau makeup, tapi untuk peralatan keamanan tambahan. Mereka membeli kunci tambahan untuk pintu apartemen, alarm jendela, dan bahkan pepper spray untuk berjaga-jaga.

"Kau juga harus menghubungi keluargamu," saran Lisa sambil membantu Naura memasang alarm jendela. "Mereka harus tahu apa yang terjadi."

Naura mengangguk lemah. Orangtuanya tinggal di luar kota, dan selama ini dia tidak ingin membuat mereka khawatir. Tapi Lisa benar - mereka harus tahu.

Malam itu, untuk pertama kalinya, Naura membuka laptopnya dan mulai menulis jurnal digital, mencatat setiap kejadian mencurigakan yang dialaminya. Tanggal, waktu, lokasi, dan detail sekecil apapun yang dia ingat. Jika nanti dia harus melaporkan ini ke polisi, dia ingin memiliki catatan yang lengkap.

Ponselnya berdering - sebuah notifikasi dari Instagram. Ryan Rizky baru saja memposting foto terbaru. Naura hampir mengklik untuk melihat, tapi kemudian berhenti. Bagaimana jika stalker-nya mengawasi aktivitasnya di media sosial? Dengan berat hati, dia memutuskan untuk mulai membatasi aktivitas online-nya.

"Maaf, Ryan," bisiknya pelan sambil me-logout dari semua akun media sosialnya. "Aku harus fokus pada keselamatanku dulu."

Tiba-tiba, lampu apartemennya berkedip. Sekali, dua kali, lalu padam total. Naura membeku di tempatnya. Tangannya meraba-raba dalam gelap, mencari senter yang baru saja dibelinya. Suara langkah kaki terdengar dari koridor luar.

"Halo?" panggilnya ragu. "Ada orang?"

Tidak ada jawaban. Hanya suara langkah yang semakin mendekat ke pintunya. Naura menggenggam pepper spray di satu tangan dan ponselnya di tangan lain, jarinya sudah di atas tombol panic button.

Langkah kaki itu berhenti tepat di depan pintunya. Kemudian, sebuah amplop putih meluncur masuk dari celah bawah pintu.

Dengan tangan gemetar, Naura membuka amplop itu menggunakan senter ponselnya. Di dalamnya, selembar foto dirinya sedang memasang alarm jendela sore tadi, dengan tulisan tangan yang sudah familiar: "Percuma saja, sayangku. Aku akan selalu menemukanmu."

Tepat saat itu, listrik kembali menyala. Naura segera menghubungi Lisa, lalu security apartemen. Malam ini, dia tidak akan tidur sendiri. Dia butuh perlindungan, dan dia akan mendapatkannya - bagaimanapun caranya.

Di luar apartemennya, sesosok bayangan tersenyum puas sebelum menghilang ke dalam kegelapan malam.

Setengah jam kemudian, Lisa tiba dengan tergesa-gesa, masih mengenakan piyama di balik jaketnya. Security apartemen juga sudah memeriksa seluruh koridor dan CCTV, tapi tidak menemukan siapapun yang mencurigakan.

"Kau tidur di tempatku malam ini," kata Lisa tegas, sambil membantu Naura mengemas beberapa pakaian. "Dan besok, kita cari apartemen baru untukmu."

"Tapi kontrakku masih enam bulan lagi," Naura mencoba membantah lemah.

"Persetan dengan kontrak!" suara Lisa meninggi. "Keselamatanmu lebih penting. Dan ngomong-ngomong soal keselamatan..." Lisa mengeluarkan sesuatu dari tasnya - sebuah kartu nama. "Ini Pak Hendra, konsultan keamanan pribadi. Dia pernah membantu sepupuku dalam kasus serupa."

Naura menatap kartu nama itu lama. Perlahan, sebuah tekad mulai tumbuh dalam dirinya. Dia tidak akan membiarkan dirinya menjadi korban. Tidak akan membiarkan ketakutan ini mengendalikan hidupnya.

Di sudut koridor yang gelap, sebuah kamera pengintai kecil terus berkedip merah, merekam setiap gerakan mereka.

Sementara Lisa membantu Naura berkemas, ponsel mereka berdering bersamaan. Sebuah pesan masuk dari nomor asing yang sama:

"Kau pikir Lisa bisa melindungimu, Naura sayang? Kau pikir apartemen barumu akan jadi tempat yang aman? Ingat, aku selalu tahu. Selalu."

Lisa langsung menyambar ponsel Naura, memblokir nomor tersebut dan mengambil screenshot untuk bukti. "Ini sudah cukup untuk laporan polisi," katanya dengan suara bergetar antara marah dan takut.

Dalam perjalanan ke apartemen Lisa, mereka melihat mobil silver yang familiar terparkir di sudut jalan. Sopir taksi yang mereka tumpangi, atas permintaan Lisa, sengaja mengambil rute memutar untuk memastikan tidak ada yang mengikuti.

"Besok," kata Lisa sambil menggenggam tangan Naura yang dingin, "kita akan hadapi ini bersama. Kau tidak sendirian."

Malam itu, di kamar tamu apartemen Lisa, Naura membuka laptopnya untuk terakhir kali. Dia mengetik sebuah email kepada orangtuanya, menjelaskan situasinya. Air mata menetes di keyboardnya saat dia menekan tombol 'kirim'. Besok akan jadi hari yang panjang, tapi dia siap. Siap untuk melawan.

Di seberang kota, dalam ruangan yang temaram, si penguntit menatap layar komputernya yang menampilkan feed langsung dari kamera pengintai. "Lari saja, Naura," bisiknya. "Aku suka permainan kejar-kejaran."

Dia membuka laci mejanya, mengeluarkan sebuah album foto tebal. Di dalamnya, ratusan foto Naura tertata rapi berdasarkan tanggal. Yang terbaru: Naura dan Lisa memasang alarm jendela, Naura di taksi dalam perjalanan pulang, dan yang paling dia sukai - ekspresi ketakutan Naura saat membaca pesannya tadi malam.

"Mereka tidak mengerti," gumamnya sambil mengelus salah satu foto. "Ini bukan tentang menakutimu. Ini tentang melindungimu. Ryan tidak bisa melindungimu seperti aku." Tangannya beralih ke sebuah notes kecil, membuka halaman yang penuh dengan coretan rencana baru.

"Besok," tulisnya dengan huruf besar-besar, "Naura akan tahu bahwa takdir kami tidak bisa dihalangi siapapun."

Sementara itu, di apartemen Lisa, Naura terbangun dari tidur singkatnya. Dalam kegelapan kamar tamu, dia meraih ponselnya. Pukul 3 pagi. Masih ada beberapa jam sebelum matahari terbit, sebelum mereka memulai rencana perlindungan mereka.

"Aku bukan korban," bisiknya pada diri sendiri, mengulang kata-kata yang akan menjadi mantranya mulai sekarang. "Aku penyintas. Dan aku akan menghadapi ini."

1
Aulia Nur
aku tunggu kedatangan nya yaa...
🤗
Queen: terimakasih kk Aulia Nur sudah dukung aku kk
total 1 replies
grr_bb23
Halaman profil author terlihat sepi, tolong sedikit perhatian untuk pembaca yang setia!
Queen: terimakasih juga bang grr_bb23
total 1 replies
Melanie
Intensitas emosi tinggi.
Queen: iya kk cerita penuh emosi banget kk
total 1 replies
DARU YOGA PRADANA
Penuh emosi deh!
Queen: sangat banget emosi ya😭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!