Semua telah terjadi, imanku rasanya telah kubuang jauh. Berganti Nafsu syahwat yang selama ini selalu kupendam dalam-dalam.
Apakah ini benar-benar keinginanku atau akibat dari sesuatu yang diminumkan paksa kepadaku oleh pria-pria itu tadi.
Aku tidak tahu dan tidak ingin tahu.
Satu yang pasti, aku semakin menikmati semua ini atas kesadaranku sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dosa Besar
1 jam kemudian...
Tubuhku terasa begitu lelah, area kewanitaanku terasa kedutan dengan kondisi yang semakin lecek tak karuan. Bagian dalamnya terasa perih setelah dijadikan piala bergilir oleh mereka. Belasan pensil sudah bersarang di sana.
Siapa sangka, gadis muslimah taat dan bercadar sepertiku sudah merasakan belasan pria.
Anggota gang motor itu tampak sedang beristirahat sambil merok*k dan meminum minuman ker4s. Lalu, 2 orang lelaki mendekati tubuhku yang sedang beristirahat setelah tubuhku dibolak balik diatas meja ini oleh mereka.
Rupanya yang mendekatiku adalah Si Boss dan juga lelaki atletis berambut keriting yang sempat membuatku terpesona dengan betapa jantan lekuk tubuh atletisnya. Tubuhku kembali didudukkan oleh mereka di atas meja.
Lalu, Si Boss menarik lepas cadarku dan mulai mencivmi bib1rku. Cium4n yang begitu nakal dan panas. Bib1rnya memagut bib1rku atas dan bawah secara bergantian. Lid4h kami saling bersilahturahmi satu sama lain, liur kami saling bertukar rasa.
Lalu bib1rku kembali harus melayani lelaki satunya. Lelaki atletis berambut keriting itu, cium4nnya tak kalah panasnya, mengoyak lid4hku dan mengecup bib1rku dengan begitu bernafsv.
Menjelajahi seluruh bib1r serta lid4hku dengan penuh nafsv, seperti masuk ke dalam vacum cleaner rasanya. Setelah itu, kembali aku harus memberikan bib1rku kepada si Boss. Ia memintaku untuk mencumbu bib1rnya dengan panas, begitu seterusnya hingga beberapa saat seolah bib1r ini adalah milik mereka berdua.
Aku sebenarnya sedikit tidak nyaman dengan bau jigong mereka. Campuran antara bau mir4s, rok*k dan juga aroma biawak. Tetapi kembali aku tak punya hak untuk protes dan aku wajib ikhlas diperlakukan semau mereka.
“Mpphhh.. Slrupppp.. Shhh...” bunyi cium4n lid4h kami menggema di sudut-sudut ruangan.
Sambil terus menc1umiku bergantian, tanganku diraih mereka dan dipaksanya untuk memijat kel4min mereka. Kedua pensil yang begitu kekar dan berotot sudah berada dalam genggaman kedua tanganku.
Aku terus mengurut pensil mereka, berdasarkan feelingku sebagai wanita. Karena bagaimanapun aku sama sekali belum punya pengalaman seperti ini.
“Koc*k yang bener Lu!! Jangan ditarik-tarik,” kata lelaki kekar sambil mencekik leh3rku dan kembali menc1umiku dengan begitu liar.
“Aahhh.. Iya.. Afwan.. Saya belum pernah... Mppphh....” jawabku di sela-sela cium4n liarnya.
Tanganku kembali mencoba mengoc*k pensil kedua lelaki itu dengan benar. Aroma tak sedap dari mulut mereka yang terus menc1umiku, jujur ini membuatku tidak bisa berkonsentrasi dengan benar.
Namun aku mencoba tetap fokus terhadap gerakan tanganku. Kubayangkan tanganku adalah sebuah boneka yang sedang dihajar oleh pensil berotot mereka. Perlahan, penuh perasaan dan juga kenikmatan. Kulakukan pijatan demi pijatan terhadap batang lelaki atletis itu dengan bersungguh-sungguh, sambil berharap mereka menyukainya.
Benar saja, 2 lelaki itu mulai mendesah dan juga kurasakan kedua batang kejantanan yang saat ini kugenggam itu semakin mengeras saja.
Mereka tampak semakin bernafsv terhadapku. Kerudung panjangku sudah mereka sibak kebelakang, sehingga bagian gamisku yang robek kembali terlihat. Kulit dad4ku nampak mengintip diantara sobekan gamis.
Si Boss kemudian menarik bagian gamisku yang robek sekuat tenaga.
..."brekkk brekkk brekkk"...
Kini auratku semakin ditampakkan oleh si Boss, seolah tubuhku menjadi pertunjukan dan hiburan bagi para anggota gang motornya. Mereka tertawa-tawa melihat pakaianku semakin tercabik-cabik hingga perut serta dad4ku yang masih tertutup bra berwarna biru muda terlihat.
“Busyet, bulet juga tet3k lu,” komentar salah seorang gang motor memandangiku sambil meminum minuman keras.
Habis sudah pakaian syariku, kini kain-kain itu sudah tidak bisa dipakai kembali untuk menutup auratku. Aurat yang seharusnya kututup dan kujaga hingga kupersembahkan untuk imamku kelak.
Setelah puas merobek gamis hingga bagian dad4 dan perutku terbuka, kedua lelaki kekar itu menyuruhku berlutut di hadapan mereka.
Wajahku tepat menghadap kearah 2 batang kejantanan yang sudah tegak berdiri itu. Begitu dekat hingga otot-otot dan urat-urat keriting yang mengitari batang pensil hitam mereka terlihat jelas di mataku.
Tanpa sadar aku sampai menelan ludah, tidak menyangka lubang kewanit4anku yang sempit bisa menampung 2 batang pensil yang panjang, tebal, dan besar seperti milik mereka.
“Sep*ngin kita!” perintah si Boss.
“Sep*ng yang enak, kapan lagi kita bisa disep*ngin ukhti-ukhti cadaran. Heheheh....” imbuh lelaki berbadan atletis berambut keriting.
“Ta.. Tapi aku belum pernah melakukannya... Haram...” kilahku.
“Jangan bicara haram kalau lu udah keenakan desahnya habis kita hajar. Hahahah...” ujar si Boss.
Jujur aku bingung saat ini, sepemahamanku mengikuti kajian dan juga hasil browsingku, aku selama ini berpendapat mengor4l pensil lelaki hukumnya haram, karena meniru budaya barat dan juga rawan penyakit.
Hatiku gundah mendengar perintah mereka. Tidak bisa kubayangkan benda mengerikan itu masuk ke dalam mulutku.
“Kalau gitu gue ajarin!” kata si Boss kekar sambil memegangi kepalaku tiba-tiba.
Tanpa permisi, ia masukkan begitu saja pensilnya ke dalam mulutku dengan cepat. Aku yang tidak siap dengan serangan mendadak itu, tidak sempat menutup bibirku rapat-rapat.
Sebentar saja, pensil tebal itu sudah mengisi penuh rongga mulutku. Rasanya begitu sesak dan menyiksa. Ditambah lagi aromanya begitu tidak enak tercampur antara keringat, sperm4 dan juga lendir dari lubang kewanit4anku tadi, ketika ia menyetubvhiku.
Aku kelabakan dan hendak melepaskan cengkraman tangannya pada kepalaku. Tetapi lelaki kekar itu begitu kuat tenaganya. Aku tidak sanggup melepaskan diri, hingga pensil besarnya mulai ia hentak-hentakkan di dalam rongga mulut hingga tenggorokanku.
“Hmpphhhh.. Hoookhhhh...” suara mulutku yang terdengar tersiksa karena ulahnya.
Pensil besarnya terus disodok-sodokkan ke tenggor*kanku hingga rasanya membuatku ingin muntah.
Sodokannya begitu kuat dan keras, seperti ia menyodoki rah1mku beberapa saat yang lalu. Rasanya, aku hampir pingsan saat ini karena kehabisan oksigen. Pensil besar itu terasa semakin tebal dan penuh sesak membuatku kesulitan bernapas.
Gerakannya begitu liar maju mundur menghajar rongga mulutku.
“Gini lho cara sep*ng yang bener,” ujarnya sambil terus menghajar mulutku tanpa ampun dengan bat4ngnya yang hitam.
“Hokkhhh.. Hmfnnnnn.. (Ampunnn...),” ujarku sambil menepuk-nepuk kedua kakinya tanda aku sudah tak sanggup lagi.
Tiba-tiba ia melepaskan pensilnya dari dalam mulutku. Reflek aku pun tersedak-sedak dan ingin sekali muntah. Rasanya sungguh tidak enak. Aroma pensil lelaki itu begitu pes1ng dan menjijikkan.
Jantungku rasanya mau berhenti saat itu juga karena sodokan ke mulutku yang tanpa ampun. Aku sampai tersedak hingga mengeluarkan liur kental setelah penyiksaan terhadap tenggorokanku oleh bat4ng besar itu.
“Sabar Boss, bisa tewas dia lu perlakukan gitu....” ujar si lelaki atletis berambut berantakan sambil membelai kerudungku.