Di tengah hujan deras yang mengguyur jalanan kota, Kinanti menemukan seorang anak kecil yang tersesat. Dengan tubuhnya yang menggigil kedinginan, anak itu tampak sangat membutuhkan bantuan. Tak lama kemudian, ayah dari anak itu muncul dan berterima kasih atas pertolongan yang ia berikan.
Meskipun pertemuan itu sederhana, tidak ada yang tahu bahwa itu adalah awal dari sebuah kisah yang akan mengubah hidup mereka berdua. Sebuah pertemuan yang membawa cinta dan harapan baru, yang muncul di tengah kesulitan yang mereka hadapi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rhtlun_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 4
Kinanti kembali ke rumahnya setelah pertemuan malam itu dengan perasaan yang campur aduk. Mobil yang mengantarnya telah pergi, meninggalkan rumah yang sederhana itu dalam keheningan malam.
Langkah kakinya terasa berat, tetapi ia tahu bahwa hari esok akan membawa perubahan besar di dalam hidupnya. Sesampainya di rumah, ia membuka pintu dengan perlahan, dan di ruang tamu, ibu serta adiknya, Dinda, sudah menunggunya, dengan tatapan cemas.
"Kinanti, kamu ke mana saja tadi?" Tanya ibu dengan suara lembut, tetapi terlihat jelas kekhawatiran di wajahnya.
"Apakah ada kabar baik? Apakah ada perusahaan yang menerima lamaranmu?"
Kinanti tersenyum tipis, meski dalam hatinya ada perasaan campur aduk yang sulit ia sembunyikan. Ia menghembuskan napas panjang, kemudian duduk di kursi dekat meja makan, memandang kedua orang yang sangat ia cintai itu.
"Ibu, Dinda, ada kabar baik." Ujar Kinanti dengan suara pelan.
"Besok aku akan mulai bekerja, bukan di perusahaan, tapi sebagai pengasuh untuk anaknya Pak Julian."
Ibu dan Dinda terkejut mendengar kabar tersebut. Ibu Kinanti sejenak terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja didengar. Dinda, adiknya, terlihat bingung, namun ada secercah harapan yang muncul di matanya.
"Kak, jadi... kamu akan tinggal di rumahnya Pak Julian?" Tanya Dinda dengan suara penasaran.
Kinanti mengangguk pelan, merasa berat untuk mengatakannya, tetapi ia tahu bahwa ini adalah keputusan yang sudah dipertimbangkan matang-matang.
"Iya, besok aku harus pergi ke rumahnya dan mulai bekerja di sana. Aku akan tinggal bersama mereka untuk menjaga dan menemani anaknya."
Ibu Kinanti akhirnya menghela napas panjang, dan meski tampak sedikit khawatir, ia mencoba untuk memberi dukungan kepada putrinya.
"Kinanti, kami tahu kamu pasti sudah memikirkannya. Kami mendukung keputusanmu, meskipun kami merasa khawatir. Yang terpenting, kamu bisa mendapatkan pekerjaan dan bisa membantu keluarga ini."
Kinanti tersenyum kecil, merasa lega meski hatinya masih berat. "Terima kasih, Ibu. Aku tahu ini bukan pilihan yang mudah, tetapi aku harus melakukannya untuk kita semua. Aku akan berusaha sebaik mungkin."
Dinda, adiknya, juga ikut memberikan semangat. "Kak, kamu pasti bisa! Semoga kamu sukses, dan semoga anaknya itu baik-baik saja. Kamu bisa menghadapinya, kan?" Ujar Dinda dengan senyum penuh harapan.
Kinanti mengangguk, berusaha meyakinkan dirinya sendiri dan keluarganya. "Aku akan mencobanya, Dinda. Aku akan melakukan yang terbaik."
Ibu Kinanti memandang putrinya dengan tatapan lembut. Ia bisa melihat kekhawatiran yang tersurat di wajah putrinya itu. Meskipun anaknya berusaha tetap tenang. Namun ia tahu betapa besar langkah yang akan diambilnya, dan meski sedikit cemas, ia berusaha untuk memberikan kenyamanan.
"Kinanti." Kata ibunya dengan suara lembut.
"Sebaiknya kamu tidur lebih awal malam ini. Pikirkan semuanya setelah kamu bangun besok. Jangan terlalu terbebani dengan semuanya malam ini. Istirahatlah. Besok adalah hari baru, dan kamu akan lebih siap untuk menghadapinya."
Kinanti menatap ibunya, merasakan hangatnya dukungan yang diberikan. Meskipun hatinya masih gelisah, ia tahu bahwa ibu dan Dinda ingin yang terbaik untuknya. Ia mengangguk pelan, berusaha meyakinkan diri sendiri.
"Terima kasih, Ibu. Aku akan mencoba untuk tidur." Jawab Kinanti, meskipun pikirannya masih dipenuhi oleh berbagai pertanyaan dan kekhawatiran tentang masa depannya yang akan datang.
Ibu Kinanti tersenyum lembut dan mengusap kepala putrinya. "Tidurlah yang nyenyak, Kinanti. Kami di sini selalu mendukungmu, apapun yang terjadi."
Kinanti merasakan ketenangan yang sedikit datang setelah mendengar kata-kata dari ibunya. Lalu ia pergi menuju kamarnya, dengan langkah pelan. Dinda yang melihatnya juga memberi semangat dengan senyum penuh harapan.
"Semoga tidurmu nyenyak, Kak." Ujar Dinda dari ruang tamu, meskipun ada sedikit kekhawatiran di wajahnya.
Kinanti mengangguk dan melangkah ke kamarnya, menutup pintu dengan lembut. Ia duduk di tepi tempat tidurnya, menarik napas panjang, lalu berbaring dan menatap langit-langit kamar. Meskipun tubuhnya lelah, pikirannya terus berputar, memikirkan apa yang akan terjadi di rumah Julian esok hari.
Namun, perlahan-lahan, tubuhnya mulai terlelap, dan ia akhirnya tertidur dalam keheningan malam.
Esok adalah hari yang baru, dan dengan itu, perjalanan baru dimulai.
********
Pagi pun tiba, suara mobil terdengar di luar rumah, dan Kinanti segera berdiri untuk memeriksa. Ibu dan Dinda ikut keluar menuju pintu depan, dan mereka melihat sebuah mobil hitam yang sudah terparkir di depan rumah. Dari dalam mobil, keluarlah David, asisten pribadi Julian. David berjalan menuju pintu rumah dengan senyum sopan.
"Selamat pagi, Nona Kinanti." Sapa David dengan suara lembut namun penuh rasa hormat.
"Pak Julian meminta agar kamu segera berkemas dan membawa barang-barangmu. Kami sudah menyiapkan segala sesuatunya di rumah Pak Julian. Jika sudah siap, kami akan mengantarmu ke sana."
Kinanti terkejut mendengar pernyataan itu. Ia tidak menyangka bahwa semuanya akan berjalan begitu cepat. Ia belum sepenuhnya siap secara emosional, namun di satu sisi, ia tahu bahwa ini adalah kesempatan yang tak bisa disia-siakan.
Ibu Kinanti, meski tampak sedikit terkejut, segera mengajak David masuk. "Silakan masuk, Tuan. Kami sangat berterima kasih karena telah memberi Kinanti pekerjaan. Kami mendukung keputusan ini, meskipun kami merasa sedikit cemas."
David mengangguk hormat, lalu berkata dengan penuh sopan santun, "Terima kasih. Kami hanya ingin memastikan semuanya berjalan lancar. Pak Julian sangat menghargai keputusan ini."
Kinanti melangkah mundur, merasakan kehadiran kedua orang tuanya di sampingnya. Ia tahu bahwa perasaan mereka juga campur aduk, tetapi mereka berusaha untuk tidak menunjukkan kecemasan mereka.
"Ibu, Dinda..." Kata Kinanti, suaranya bergetar.
"Aku akan pergi sekarang. Terima kasih atas semua dukungannya. Aku akan tetap menghubungi kalian."
Ibu Kinanti menatap putrinya dengan tatapan penuh kasih sayang. "Hati-hati di sana, Kinanti. Ingatlah untuk selalu menjaga dirimu. Kami akan selalu merindukanmu."
Dinda juga memberi semangat, meskipun ada sedikit kerisauan di wajahnya. "Kak, semoga semuanya berjalan dengan lancar."
Kinanti mengangguk, merasakan beban di dadanya. Namun, ia tahu bahwa ini adalah jalan yang harus ia tempuh.
Ia mengangkat koper kecil yang sudah ia kemasi dengan cepat dan berjalan keluar rumah, diikuti oleh David yang membuka pintu mobil untuknya.
Mobil itu membawa Kinanti pergi dari rumahnya, meninggalkan ibu dan Dinda yang berdiri di depan pintu, mengantarnya dengan pandangan penuh harap dan kekhawatiran.
Di perjalanan menuju rumah Julian, Kinanti merasa ada banyak perasaan yang berselimut dalam hatinya—kekhawatiran, kegelisahan, namun juga harapan yang menyala.
Ia tahu bahwa ia harus beradaptasi dengan lingkungan baru dan dengan keluarga Julian, tetapi ia bertekad untuk melakukannya demi masa depan yang lebih baik untuk dirinya dan keluarganya.
Begitu mobil berhenti di depan rumah Julian, Kinanti menghela napas dalam-dalam. Ia turun dari mobil dan melihat rumah besar yang akan menjadi tempat tinggalnya mulai hari ini.
David membimbingnya masuk ke dalam rumah, yang tampak elegan dan mewah. " Semuanya sudah siap di dalam." Ujar David dengan senyuman ramah.
Kinanti hanya mengangguk, sedikit canggung. "Terima kasih, Tuan David."
Ia melangkah masuk, merasa sedikit gugup, namun juga bertekad untuk menjalani tugas barunya sebaik mungkin. Hari ini, hidupnya akan memasuki babak baru.