Jesslyn tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah drastis dalam satu malam. Demi menyelamatkan keluarganya dari kehancuran finansial, ia dipaksa menikahi Neo, pewaris kaya raya yang kini terbaring tak berdaya dalam kondisi koma. Pernikahan itu bukanlah perayaan cinta, melainkan sebuah kontrak dingin yang hanya menguntungkan pihak keluarga Neo.
Di sebuah rumah mewah yang sunyi, Jesslyn tinggal bersama Neo. Tanpa alat medis modern, hanya ada dirinya yang merawat tubuh kaku pria itu. Setiap hari, ia berbicara kepada Neo yang tak pernah menjawab, berharap suara dan sentuhannya mampu membangunkan jiwa yang terpenjara di dalam tubuh itu. Lambat laun, ia mulai memahami sosok Neo melalui buku harian dan kenangan yang tertinggal di rumah itu.
Namun, misteri menyelimuti alasan Neo koma. Kecelakaan itu bukan kebetulan, dan Jesslyn mulai menemukan fakta yang menakutkan tentang keluarga yang telah mengikat hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Neo Frustasi
Jesslyn tertegun, otaknya memutar kejadian di pemakaman beberapa hari lalu. Wajah itu, cara dia berbicara, semuanya terasa begitu serupa. Akhirnya dia memberanikan diri bertanya, meskipun suaranya terdengar sedikit ragu.
"Jadi yang menjemputku di pemakaman hari itu adalah kau?"
Neo mengangkat wajahnya dan menatap Jesslyn dengan pandangan datar. "Ya, itu memang aku," jawabnya singkat, sebelum menambahkan, "tapi orang itu bukan diriku."
Jesslyn menyipitkan matanya, dia tampak kebingungan. "Apa maksudmu? Bagaimana bisa kau adalah dirimu tapi bukan dirimu?" tanyanya, matanya menatap Neo penuh selidik. Tapi Neo tidak memberikan penjelasan. Dia malah membuang muka kearah lain, seolah tak ingin melanjutkan pembicaraan.
Tiba-tiba Jesslyn teringat sesuatu. Diary itu. Tulisan Neo yang aneh tentang "dirinya" yang berbeda. Jantungnya berdegup cepat, tanpa sadar dia berseru, "Tunggu! Jangan bilang kalau kau mengidap kepribadian ganda?!"
Neo tidak memberikan jawaban apa pun, dan membuat Jesslyn semakin frustasi karena tidak mendapatkan jawaban yang ia inginkan..Lelaki itu menatap ke luar jendela.
"Neo!" panggil Jesslyn dengan nada mendesak. "Katakan sesuatu! Itu benar, kan? Ah, karena kau tidak mau jujur dan mengatakan yang sebenarnya, berarti itu adalah fakta, kan?"
Neo menghela napas pelan. Dia menatap Jesslyn dengan pandangan datar. "Kau tidak perlu tahu apa yang tidak seharusnya kau ketahui, Jesslyn. Jadi sebaiknya kau diam dan jangan banyak bertanya ." dia berbicara dengan nada rendah tapi tajam.
Jesslyn menghela napas berat. "Baiklah. Kalau kau tidak mau memberitahumu, aku tidak akan memaksamu. Tapi cepat atau lambat, aku juga akan menemukan jawabannya!!"
Neo menatapnya sekilas, ada kilatan samar di matanya yang tak bisa Jesslyn artikan. Tapi dia tidak berkata apa-apa lagi, Neo kembali bersandar pada sandaran tempat tidur sambil memejamkan matanya.
Samar-samar Jesslyn mendengar derap langkah kaki seseorang yang datang. "Ada yang datang. Sebaiknya kau cepat berbaring. Kau tidak ingin rahasia konyolmu ini sampai ketahuan, kan?" ucapnya sedikit menyindir.
Neo menatapnya tajam, dia tidak langsung merespons. "Tanpa kau beritahu pun aku sudah tahu."
"Itu karena kau sudah berpengalaman," jawab Jesslyn tanpa rasa bersalah sedikitpun.
Rahang Neo mengeras, dia menatap Jesslyn dengan tajam. "Jesslyn, kau—"
Jesslyn menyela dengan senyum miring dan anggukan santai. "Ah, betul juga katamu. Karena kau pura-pura koma bukan cuma sehari dua hari, tapi berbulan-bulan. Betul, kan?" ucapnya, suaranya rendah namun menohok.
Neo menggeram pelan, nada suaranya terdengar seperti peringatan. "Jesslyn!"
Jesslyn mengangkat kedua tangannya dengan gaya dramatis, seolah menyerah. "Baiklah, baiklah. Tidak perlu menggeram seperti harimau yang kelaparan. Cepat berbaring. Aku akan melakukan tugasku sebagai istri yang baik, setia, dan bisa diandalkan,"
Neo menghela napas panjang, gadis ini benar-benar membuatnya sedikit frustasi. Dia pun segera berbaring, tanpa bergerak sedikitpun.
Jesslyn menarik kursi dan duduk di samping tempat tidur Neo. Dia mengambil waslap dari mangkuk kecil berisi air hangat yang telah disiapkan oleh Yemi sebelumnya. Dengan gerakan perlahan, Jesslyn mulai "membersihkan" tubuh Neo. Tapi dia melakukannya dengan gerakan yang jelas-jelas tidak lembut. "Kau sengaja, ya?" Neo memggeram sambil menatap Jesslyn tajam.
Reflek, Jesslyn menutup mulutnya. "Ups, maaf," katanya tanpa ada penyesalan sedikit pun. Dia membalas tatapan tajam Neo dan kembali menggosok lengannya.
Neo mendesis pelan. "Kalau kau tidak mau melakukannya dengan benar, sebaiknya kau berhenti."
Jesslyn terkekeh pelan. "Ah, jadi kau bisa merasakan ini juga ya? Menarik sekali." Dia menatap wajah Neo yang kesal karena ulahnya, matanya berkilat dengan rasa puas.
Neo menghela napas berat, ia memejamkan matanya. "Kau benar-benar menyebalkan."
"Kau kejam sekali, aku ingin 'kan' istri yang baik dan perhatian. Dan aku sangat-sangat berguna untuk membuat frustasi suamiku yang pura-pura koma?" Jesslyn menjawab dengan nada ringan, tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. "Tapi jangan khawatir, rahasiamu aman denganku, setidaknya untuk sekarang."
Neo membuka matanya, menatap Jesslyn dengan dingin. "Kau bermain-main dengan api, Jesslyn."
Jesslyn tersenyum manis, "Mungkin. Tapi api ini sudah terlalu lama menyala tanpa diawasi. Jangan salahkan aku kalau akhirnya semuanya terbakar." dia meletakkan dagunya diatas jari-jarinya yang disatukan.
Neo tidak tau bagaimana menghadapi gadis ini. Selain sangat menyebalkan, ternyata dia sangat pandai membuatnya frustasi. Dan situasi diantara mereka seketika berubah saat mendengar suara pintu dibuka dari luar.
Jesslyn berdiri dari duduknya saat melihat siapa yang datang. "Bibi," katanya sopan.
Sonia tidak menjawab dan hanya memberikan tatapan datar padanya. "Bagaimana keadaannya? Sebagai istri aku harap kau bisa menjaga dan merawatnya dengan baik," ucap Nyonya Sonia tanpa menatap lawan bicaranya. Pandangannya tertuju pada Neo yang terbaring di depannya.
Ekspresi Jesslyn berubah dingin. "Tanpa Bibi memintanya sekalipun, aku pasti melakukannya. Dia adalah suamiku, bagaimanapun keadaannya aku pasti akan terus merawatnya,"
Nyonya Sonia melirik Jesslyn dari ekor matanya. Wanita itu menghela nafas panjang lalu berbalik badan. "Aku hanya ingin memastikan, keponakan tercintaku ini dirawat dengan baik. Jadi kau jangan salah paham," katanya datar.
Dan tentu saja perdebatan kecil itu didengar oleh Neo. Tapi dia tetap tidak bereaksi. Neo tetap dengan dramanya dan berpura-pura sebagai orang koma.
"Aku datang cuma ingin melihat keadaannya, bukan untuk mencari ribut denganmu." Ucap Nyonya Sonia lalu beranjak dari hadapan Jesslyn. Tapi baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba dia berhenti. "Oya, Aku ingin memperingatkanmu satu hal. Jangan mudah percaya pada orang yang baru saja kau kenal, tetap waspada jika tidak ingin terluka oleh bisa ular dikemudian hari." ujar Sonia lalu melenggang pergi
Jesslyn terdiam. Dia tidak tau maksud dari kata-kata wanita itu. Entah dia ingin memperingatkan atau berusaha mengancamnya dengan cara' yang halus? Jesslyn pasti menemukan jawabannya.
"Aku keluar sebentar," ucap Jesslyn lalu beranjak dari hadapan Neo dan pergi begitu saja.
***
Di sudut lorong yang gelap dan jarang tersentuh. Dua wanita berdiri saling berhadapan. Salah satu dari keduanya memegang sebuah botol kecil yang kemudian dia berikan pada seorang pelayan di depannya.
"Berikan obat ini pada, Neo. Pastikan dia meminumnya." ucap wanita itu dan dibalas anggukan oleh pelayan tersebut.
"Baik, Nyonya. Kalau begitu saya permisi dulu," kemudian dia membungkuk dan berlalu dari hadapan wanita itu.
Wanita itu menyeringai lebar Senyum penuh kemenangan tersungging dibibirnya. Kali ini dia tidak akan membiarkan Neo menang lagi darinya. Dia akan memberikan sedikit pelajaran padanya.
"Neo, kita lihat saja, apa yang bisa kau lakukan setelah ini. Kau boleh bersikap sombong dan merasa menang, tapi tetap saja aku yang akan jadi pemenangnya. Semua harga milik keluarga Hou akan jatuh ke tanganku!!"
***
Bersambung