MY DEAR KARENINA

Selama dalam perjalanan pulang, Nina tidak henti-hentinya menangis.

"Kenapa hati aku sakit, seharusnya aku bahagia karena Bisma sudah mendapatkan pasangan yang mungkin nantinya akan membuat dia bahagia," batin Nina.

Nina masih sangat mencintai Bisma tapi ada satu alasan kenapa dia harus memutuskan Bisma. Nina harus membuat Bisma benci kepadanya supaya Bisma bisa hidup bahagia. Tapi nyatanya sekarang justru Nina yang tidak bisa melupakan Bisma.

Malam pun tiba....

Nadira ternyata tinggal di rumah Bisma karena di Indonesia dia tidak punya keluarga, semuanya tinggal di London.

"Kenapa kamu tinggal di sini? memangnya kamu tidak malu tinggal di rumah seorang pria?" ketus Bisma.

"Bisma, kamu kok kasar banget bicara sama Nadira. Kamu juga 'kan tahu kalau Nadira itu tidak punya keluarga di Indo, jadi Mommy sendiri yang mengizinkan Nadira untuk tinggal sementara di sini," ucap Mommy Rani.

"Mom, dia 'kan bisa tinggal di hotel," sahut Bisma.

"Aku belum tahu mau berapa lama tinggal di sini, kalau di hotel aku tidak tahu jalan jika mau bepergian, aku takut ditipu," sahut Nadira dengan wajah yang dibuat pura-pura sedih.

Rani merangkul pundak Nadira. "Sudah tidak apa-apa, kamu bisa tinggal di sini sampai kapan pun kok," ucap Mommy Rani.

"Tapi Mom----," sela Bisma.

"Sudah diam, jangan banyak protes. Lagipula rumah ini luas, kalau Nadira tinggal di sini tidak akan mempengaruhi apa-apa," sahut Mommy Rani.

Bisma terlihat sangat kesal, dia pun memilih pergi karena Bisma sama sekali malas jika harus berseteru dengan Mommynya. Nadira tampak menyunggingkan senyumannya, dia sudah lama mengejar-ngejar Bisma sejak masih sama-sama kuliah di Amerika.

"Pokoknya aku harus bisa mendapatkan Bisma, betapa senangnya hidupku jika aku bisa menikah dengan Bisma," batin Nadira.

***

Keesokan harinya....

Bisma, Rani, dan Nadira sedang menikmati sarapan bersama. "Bisma, tadi malam Mommy sudah bicara dengan Nadira jika Mommy memutuskan untuk menjodohkan kamu dengan Nadira," ucap Mommy Rani.

"Apa? dijodohkan? jangan bercanda Mommy," sahut Bisma kaget.

"Siapa yang bercanda, Mommy tidak bercanda. Mommy serius dengan hal ini, lagipula kamu sudah dewasa Bisma sudah pantas kamu menikah. Mommy sudah ingin menimang cucu, sayang," ucap Mommy Rani.

"Bisma sama sekali belum terpikirkan menikah, Mom. Bisma masih ingin sendiri dulu belum mau menikah," tolak Bisma.

"Jangan bilang, kamu masih suka kepada wanita itu? wanita yang sudah membuatmu hancur dan hampir gila itu," kesal Mommy Rani.

"Tidak Mommy, Bisma hanya belum terpikirkan untuk menikah saja," sahut Bisma.

"Bisma, Nadira adalah wanita yang cocok untuk kamu sudah pintar, cantik, sempurna pula jadi kamu menginginkan wanita yang seperti apa lagi?" ucap Mommy Rani.

Bisma segera menyelesaikan sarapannya, lalu dia bangkit dari duduknya. "Bisma berangkat ke kantor dulu," pamit Bisma.

"Pokoknya kamu harus memikirkannya karena Mommy ingin sekali kamu menikah dengan Nadira!" teriak Mommy Rani.

Bisma tidak mendengarkan teriakan Mommynya itu, dia pun segera berangkat menuju kantor.

"Berarti Bisma tidak mau menikah dengan Nadira, Tante. Kalau begitu percuma Nadira datang jauh-jauh ke Indo jika Bisma akhirnya menolak Nadira seperti ini," ucap Nadira sedih.

"Kamu jangan sedih, Tante akan membujuk Bisma. Kamu adalah menantu idaman semua ibu, Tante yakin Bisma akan bersedia menikah dengan kamu," sahut Mommy Rani sembari mengelus tangan Nadira.

Nadira kembali tersenyum, rupanya dia harus banyak-banyak merayu Rani supaya bisa mendapatkan Bisma. Beberapa saat kemudian, Bisma pun sampai di kantor. Dia menghentikan langkahnya kala melihat Nina sedang berbincang-bincang dengan Rendra dan wajah Nina terlihat berseri-seri.

"Kurang ajar, kenapa dia selalu bisa membuatku marah," batin Bisma dengan geramnya.

Bisma bergegas masuk ke dalam lift, lalu dia menghubungi Nina untuk segera menghadap kepadanya. "Ren, aku duluan ya, ternyata Pak Bisma sudah sampai di kantor," ucap Nina.

"Hah, kok gak kelihatan lewatnya," sahut Rendra.

"Kita 'kan barusan sedang ngobrol, saking asyiknya kita jadi tidak bisa lihat jika Pak Bisma sudah datang," ucap Nina dengan senyumannya.

"Ya sudah, sana buruan pergi jangan sampai kamu kena marah," suruh Rendra.

"Baiklah, aku pergi dulu."

Nina pun setengah berlari, dia sedikit panik. "Pasti Bisma marah besar ini," batin Nina.

Sesampainya di depan ruangan Bisma, Nina mencoba menetralkan napasnya terlebih dahulu. Setelah sedikit merasa tenang, Nina pun mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan Bisma.

"Iya, Pak. Ada apa?" tanya Nina.

"Ada apa kamu bilang? kamu sadar tidak, sekarang posisi kamu itu sebagai apa di sini? seharusnya jika kamu sampai di kantor pagi-pagi, siapkan jadwal aku hari ini bukanya malah kegenitan ngobrol dengan pria seperti itu!" bentak Bisma.

"Aku sudah menyiapkan jadwal Bapak untuk hari ini, tadi hanya kebetulan saja aku bertemu dengan Rendra jadi aku ngobrol sebentar dengannya," sahut Nina dengan menundukkan kepalanya.

"Aku tidak suka ada yang pacaran di kantor ini, kalau sampai terulang lagi aku akan pecat pria itu," tegas Bisma.

Nina langsung mengangkat kepalanya dan menatap Bisma dengan tajam. "Jangan bawa-bawa orang lain dalam urusan kita. Rendra tidak tahu apa-apa dan tidak salah apa-apa, jadi kalau Bapak ingin memecat, maka pecat saja aku jangan dia," sahut Nina.

Bisma bertepuk tangan sembari tersenyum sinis. "Hebat sekali, jadi ceritanya kamu membela pujaan hati kamu dan kamu siap berkorban untuk dia?" sinis Bisma.

Bisma menghampiri Nina dan mencengkram wajah Nina. "Sampai kapan pun aku tidak akan pernah memecat kamu, jadi jika pria itu ingin aman maka kamu jangan macam-macam di sini," tegas Bisma sembari melepaskan wajah Nina.

"Kenapa kamu melakukan ini kepadaku? aku minta maaf jika dulu aku sudah membuat kamu sakit hati bahkan membenciku, bahkan saat ini kamu sudah mempunyai kekasih baru jadi buat kamu menyiksa fisik dan perasaanku seperti ini? aku terima kamu membenciku, tapi tolong jangan bawa-bawa orang lain dalam masalah kita," ucap Nina dengan bibir bergetar menahan tangisannya.

"Kamu sudah berani mengatur ku, Nina!" bentak Bisma.

Bisma berdiri di hadapan Nina dan menatap tajam ke arah Nina. "Aku memang sangat membencimu, Nina. Dan aku sekarang masih belum puas membuat kamu menderita dan merasakan sakit seperti yang dulu aku rasakan," geram Bisma.

Nina tidak kuasa menahan air matanya lagi karena ucapan Bisma sangat menyakitkan untuknya. Namun, dengan cepat Nina menghapusnya. Dia tidak mau menjadi wanita lemah di hadapan Bisma, begitu pun dengan Bisma yang memilih pergi dari ruangannya karena dia paling tidak bisa melihat Nina menangis walaupun saat ini hatinya sangat membenci Nina.