Dania dan Alvin menjalani pernikahan palsu, kebahagiaan mereka hanya untuk status di media sosial saja, pelarian adalah cara yang mereka pilih untuk bertahan, di saat keduanya tumbuh cinta dan ingin memperbaiki hubungan, Laksa menginginkan lebih dari sekedar pelarian Dania, dan mulai menguak satu demi satu rahasia kelam dan menyakitkan bagi keduanya,
Apakah Dania dan Alvin masih bisa mempertahankan rumah tangganya? Atau memilih untuk menjalin dunia baru?
Ikuti kisah cinta Dania dan Alvin yang seru dan menengangkan dalam cerita ini
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noesantara Rizky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episodw 19 Keluarga Bahagia
Jakarta bukanlah kota duka, walau banyak yang terluka namun kota ini selalu membawa tawa dan bahagia, paling penting adalah harapan untuk bisa menatap hari esok dengan penuh keyakinan kalau semua itu akan indah pada waktunya, seperti yang dirasakan oleh Ibu Kandhi saat ini.
Perempuan itu tampak bahagia dengan Adwin, Laksa, dan Nila, cara bercanda mereka dan bagaimana komunikasinya dengan Ibu Kandhi, membuatnya merasa seperti punya keluarga baru. Hanya saja, dalam lubuk hatinya terdalam tak bisa menampik ketakutan.
“Bagaimana kalau keduanya menaruh hati kepada orang yang sama, “Semoga tawa ini akan hadir walau pada akhirnya harus ada yang mengalah,” kata Ibu Kandhi dalam hati.
Dalam waktu sepersekian menit, Adwin memandang Ibu Kandhi sangat dalam, “Ibu ini seperti Ibu waktu itu, yang selalu menolong dan memberikanku permen, benarkah itu dia?” Katanya dalam hati.
Ingin rasanya Adwin mendekat dan memeluk, hanya saja waktu belum mengizinkan. Dia tidak ingin keceriaan dengan Dania dan Laksa hilang begitu saja.
Di tengah bercanda yang sangat menyenangkan, suster datang dengan membawa makanan dan obat, “mohon maaf setelah minum obat, ibu diharapkan bisa istirahat,” Kata Suster tersebut yang kemudian pergi.
“Sini, Bu biar Dania yang suapin,” Kata Dania yang membuka makanannya yaitu sayur sop, ayam, nasi dan buah pisang.
“Eh… yang harusnya suapin itu anaknya, bukan kamu!” Kata Laksa yang merebut sendok dan mengambil nasi serta ayam.
“Aku juga ikutan dong!” Kata Adwin yang mengambil sendok itu kemudian menyuapi Ibu Kandhi.
Mata Ibu Kandhi dan Adwin saling beradu, ada perasaan berbeda diantara keduanya, begitu hangat, nyaman, dan tenang. Kegundahan hati Adwin seperti sirna sesaat, seperti air keruh yang berubah jadi jernih saat air mengalir tanpa henti, begitu pula dengan kerinduan Ibu Kandhi yang seketika hatinya berbunga-bunga.
“Jangan berebut, gantian saja!” Kata Ibu Kandhi yang melahap makanannya.
Bukan hanya Ibu Kandhi dan Adwin saja, momen ini juga menyenangkan bagi Dania. Pandangannya tak pernah lepas dari Laksa yang senyumnya terkembang, pancaran kebahagiaan terasa sekali di raut wajah lelaki itu, terkadang Laksa juga curi pandang membuat keduanya salah tingkah.
“Entah mengapa ada rasa bahagia, walau sederhana namun cinta yang mereka berikan begitu tulus, kita semua memang berbeda tetapi seperti keluarga,” Kata Dania dalam hati.
Terakhir kali perempuan itu merasakan momen bahagia seperti ini waktu di Panti Asuhan, itu saja sudah sangat lama. Setelah pernikahannya dengan Alvin, momen dan rasa ini seperti menghilang dengan sendirinya.
“Seneng banget kelihatannya?” Tanya Laksa
Dania hanya menggeleng kepala, dia menggantikan Adwin, mengambil nasi, sayur dan ayam. Sementara itu, Laksa terus memandang paras cantik Dania yang tersorot oleh cahaya matahari.
“Perempuan ini memang istimewa, andai saja aku bisa merebut hatinya, “ Kata Laksa yang mulai memijat kaki ibunya.
Laksa juga menatap Adwin, dalam hatinya ada rasa kesal luar biasa, tetapi entah mengapa kata maaf seperti langsung terucap begitu saja, “Adwin Atmanegara, apakah kamu….?” Kata Laksa dari dalam hati.
“Sa…?” Kata Dania yang memberikan sendok ke Laksa
“Eh iya….?” Kata Laksa terkejut.
“Iya makasih, “ Lanjutnya mengambil sendok dari Dania.
Kini giliran Adwin yang memijat kaki ibu Kandhi. Dia merasa apa yang terjadi hari ini membuatnya bahagia, bahkan lebih dari momen apapun.
Adwin juga memandang Diana, dia selalu teringat akan Putri, “Put, kalau gue jatuh cinta sama adik lo bolehkan?” Kata Adwin dalam hati.
Ibu Kandhi telah selesai makan, Adwin mulai menghirup nafas panjang dua kali menyiapkan mental sesungguhnya. Dia ingin meminta maaf atas kesalahannya memberikan tikus mati, ada sedikit rasa takut bila nanti Ibu Kandhi akan marah, hanya saja dia harus melakukan itu agar hatinya lega.
“Semuanya mohon maaf, saya boleh minta perhatiannya sebentar,” kata Adwin yang mulai serius selain itu Laksa, Ibu Kandhi dan Dania mulai menatap Adwin dengan wajah serius pula.
“Saya mau minta maaf, khususnya kepada Ibu, karena saya yang mengirim kado itu,” kata Adwin yang menutup mata karena takut Laksa akan memukulnya.
Laksa tampak terkejut dengan lelaki itu, dia tidak menyangka kata itu akan terucap dari mulut orang terkaya di Indonesia, “Sudahlah nggak masalah, asalkan jangan diulangi lagi!” Kata Laksa.
Ibu Kandhi tersenyum melihat itu, dia memegang tangan Adwin dan berkata, “Nggak papa, kalau bukan karena kamu, kita tidak akan berkumpul seperti ini,”
Ibu Kandhi seperti dejavu ke masa itu, di mana mantan suaminya, Budi Raharja Atmanegara meminta maaf karena dia yang telah mencelakai Ibu Kandhi. Waktu itu ada Ayah, Ibu dan beberapa keluarga yang berada di rumah sakit. Orang tuanya memaafkan dan menghargai keberaniannya.
“Kamu mirip sekali mas Budi, “ Kata Ibu Kandhi dalam hati.
“Boleh saya peluk Ibu?” Tanya Adwin yang air matanya mulai berkaca-kaca.
Ibu Kandhi tak menjawab, dia hanya mengangguk dan membuka tangannya. Adwin memeluk ibu Kandhi, dengan tulus dan hangat, Laksa juga ikut memeluknya Ibunya. Perempuan itu menangis, dalan sorot matanya seperti melihat mantan suaminya yang tersenyum, dari atas sana.
“Waktunya minum obat dan istirahat,” Kata Laksa yang melepas pelukannya dan mengambil obat serta air minum.
Adwin merasa lega, senyumannya terkembang, rasanya seperti kehangatan seorang ibu. Matanya berkaca-kaca dan berharap momen ini bukanlah yang terakhir, walau dia tahu Laksa sangat membencinya saat ini dan dia sudah siap dengan serangan balasan.
Ibu Kandhi memandang Adwin, Laksa dan Dania yang duduk di sofa, dia tersenyum lalu memejamkan mata. Dalam bayangannya berharap bisa bertemu dengan suami dan anaknya, dan sempat untuk meminta maaf, bukan hanya sekedar bayangan sesaat saja.
Adwin memandang kembali ibunya, dia tersenyum karena semuanya sudah selesai, namun masih ada yang mengganjal dalam hatinya, informasi yang dia temukan dan harus disampaikan ke Laksa serta Dania.
“Kelihatannya Ibu kamu udah tidur, eh siapa namanya?” Tanya Adwin yang memandang Laksa
“Kandhi,” Jawab Laksa yang sibuk dengan layar handphonenya.
“Oke… kita ke kantin yuk?” Ajak Adwin.
“Ngapain?” Tanya Dania yang memasukkan handphonenya ke dalam tas.
“Ada satu hal penting yang harus kalian tahu,” Kata Adwin berdiri
“Laksa!” Kata Dania yang ikut berdiri.
“Aku juga ikut?” Kata Laksa.
“Iyalah,” Jawab Adwin.
“Udah ayo!!!” Kata Dania yang menyeret tangan Laksa
Ketiganya pergi dari kamar Ibu Kandhi. Laksa yang awalnya tidak peduli, menjadi penasaran apa yang ingin dibicarakan, lelaki itu juga mendapatkan pesan dari orang suruhannya kalau identitas yang diinginkan sudah siap.