Menikah dengan pria idaman adalah dambaan tiap wanita. Adelia menikah dengan kekasihnya bernama Adrian. Di mata Adelia Adrian adalah laki-laki yang baik, taat beragama, perhatian sekaligus mapan. Namun ternyata, setelah suaminya mapan justru selingkuh dengan sekretarisnya. Apakah Adelia mampu bertahan atau justru melangkah pergi meninggalkan suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Adrian Pengangguran
"Nih, uang untuk belanja hari ini," kata Adrian menyerahkan tiga lembar ratusan ribu.
"Hah, tiga ratus ribu? Mana cukup untuk belanja hari ini," bantah Salsa.
"Cukup tidak cukup harus di cukupkan," kata Adrian dengan sedikit penekanan.
"Mas, apa ini tidak salah. Masa gaji direktur sedikit sekali. Perasaan dulu kau selalu memberiku uang banyak. Lalu, kenapa sekarang jadi irit banget, Mas?" tanya Salsa.
"Itu dulu, waktu aku masih jadi Wakil Direktur," ucap Adrian lirih. Ia sudah berusaha keras untuk menyimpan rahasianya.
Salsa langsung menatap tajam ke arah Adrian. "Apa maksud kata-katamu, Mas?"
"Tidak, mungkin kau salah dengar," kata Adrian beranjak pergi dari sofanya. Sudah saatnya dia mengatakan yang sebenarnya. Adrian sudah tidak sanggup menahan bebannya sendirian.
"Tunggu, Mas!" teriak Salsa. Ia terus saja mengikuti langkah Adrian dari belakang berharap Adrian memberikan jawaban yang benar untuknya.
"Mas, berhenti dulu. Aku sedang tanya, di jawab dong!" seru Salsa. Adrian memilih menghisap nikotinnya agar Salsa tidak lagi mendekat padanya.
"Pergilah, aku sedang merokok tidak baik untuk kehamilanmu," ujar Adrian. Ia berjalan lebih cepat ke arah lain untuk menghindari Salsa yang terus menanyainya. Telinga Adrian serasa panas mendengarnya.
Salsa tidak peduli, ia tetap saja mendekati Adrian yang tengah duduk di taman belakang. Rumah yang dulu banyak lalu lalang ART kini tampak sepi, hanya mereka yang berada di rumah sebesar itu. Salsa sampai ngos-ngosan karena jarak ke taman belakang lumayan jauh.
"Apa yang kau katakan benar, Mas? Kau sudah tidak menjadi wakil direktur?" tanya Salsa lagi sembari menata nafasnya. Ia terus saja memburu Adrian sampai mendapatkan jawaban yang tepat.
"Ya, aku di pecat," jawab Adrian. Ia sudah lelah berpura-pura pada Salsa. Toh, Salsa sedang hamil jadi tidak mungkin menceraikannya.
Salsa terdiam dan langsung duduk di kursi taman dengan pandangan kosong ke depan. Ia tidak menyangka angan-angannya untuk menjadi istri konglomerat hancur seketika.
"Kalau begitu, aku mau cerai sekarang," ujar Salsa lirih.
"Pengadilan tidak akan mengabulkan permintaan wanita hamil yang ingin bercerai," jawab Adrian seenaknya.
"Aku nyesel Mas, nikah sama kamu!"
"Aku tidak mau hidup kere."
"Pantas waktu aku minta perhiasan itu, duit kamu tinggal dikit."
"Aku pecat ART, kamu tidak minta ganti ART baru."
"Sejak kapan kamu di pecat, Mas?" tanya Salsa.
"Seminggu yang lalu," jawab Adrian.
"Seminggu yang lalu, berarti selama seminggu ini kamu bohongi aku pura-pura kerja tapi enggak tahu kamu kelayapan dimana."
"Pinter kamu, Mas."
"Aku kecewa sama kamu!" Salsa beranjak pergi meninggalkan Adrian. Ia menyesal telah menikah dengan Adrian.
"Aaargh!" teriak Adrian.
"Ini gara-gara kamu, Arga," gerutu Adrian menyalahkan atasannya. Padahal dia sendiri yang membuat kesalahan. Tapi tidak mau di salahkan.
Adrian yang dulunya tidak pernah menghisap nikotin, kini untuk menenangkan pikirannya ia menghabiskan beberapa pack nikotin.
Di kamar Salsa mengemasi barangnya, ia tidak mau hidup miskin bersama Adrian. Tangannya meraih kotak perhiasan miliknya yang ia sembunyikan di lemari.
"Setidaknya aku masih punya ini," gumam Salsa sembari memasukkan kotak perhiasannya di dalam koper.
Setelah mengemasi barang-barang yang di anggap penting untuk di bawa. Ia menarik kopernya keluar, namun langkah kakinya terhenti karena Adrian sudah berdiri di ambang pintu.
"Tidak ada yang boleh pergi dari rumah ini," ucap Adrian. Ia memaksa meletakkan kembali koper Salsa. Salsa masih mempertahankan kopernya.
"Aku tidak mau hidup kere di sini bersamamu. Tujuanku menikah denganmu, ingin hidup enak dan nyaman. Kalau begini, sama saja aku sudah mempertaruhkan hidupku," bantah Salsa.
"Oh, jadi kau tidak pernah mencintaiku. Hanya menginginkan hartaku. Sampai rela aku hamili demi uang!" teriak Adrian.
Salsa melepaskan kopernya, ia memilih menutup kedua telinganya dari teriakan Adrian.
"YAAAAA!" tegas Salsa.
"Kau butuh tubuhku untuk memiliki keturunan, aku butuh uangmu demi kenyamanan hidup. Impas kan!"
"Sayangnya, pertukaran kita tidak imbang. Kau menyeretku dalam kemiskinan. Dan aku tidak mau hidup miskin bersamamu!" tandas Salsa.
"Salsa sayang, kita sama-sama brengsek. Jika kau keluar dari rumah ini, siapa yang akan menerima perempuan hamil sepertimu. Yang ada mereka akan terbebani. Jadi, baik-baiklah bersamaku di sini." Adrian menepuk pundak Salsa lalu ia menerobos masuk kamarnya dan berbaring nyaman di atas ranjang. Sementara Salsa masih diam tak bergeming menahan amarahnya. Semua yang di katakan Adrian ada benarnya, mana ada laki-laki yang mau menerima wanita hamil seperti dirinya.
Kini Salsa hanya bisa menyesali kebodohannya. Masuk dalam bujuk rayu Adrian, dan kini dia yang harus menanggung akibatnya.
**
Keadaan Adelia sudah jauh membaik dari sebelumnya. Ia kembali beraktivitas di perusahaan kosmetiknya. Perusahaannya makin meningkat pesat berkat arahan dari Arga. Ia banyak belajar mengenai bisnis dari Arga. Mereka sudah seperti teman dekat. Hanya saja Adelia masih membatasi dirinya.
Ia tidak ingin terlalu bergantung pada kemampuan Arga. Memang semenjak perusahaan Adelia bekerja sama dengan perusahaan Arga, income yang di peroleh sangat besar. Sehingga kemarin Adelia mampu membeli perhiasan seharga lima puluh juta untuk ibunya tanpa pikir panjang. Ia ingin menyenangkan hati ibunya yang selama ini sudah susah payah membesarkannya.
"Perusahaan kita membutuhkan brand ambasador, untuk mengenalkan produk kita ke publik," ucap Adelia dalam rapat.
"Kalau begitu, segera tentukan artis atau top model papan atas yang cocok mempromosikan produk kita."
Rapat berjalan lancar, Adelia membiarkan yang lainnya pergi terlebih dahulu. Ia masih di sibukkan dengan berkas-berkasnya.
"Kau tidak makan siang?" tanya Kartika.
"Tidak, aku ingin menyelesaikan ini dulu," jawab Adelia mengetikkan sesuatu di laptopnya.
"Kurasa kau akan mengecewakan seseorang di luar sana jika tidak mau makan siang," ucap Kartika.
"Maksudmu?" tanya Adelia tidak paham.
"Pak Arga sudah menunggu di luar sedari tadi. Katanya ingin mengajakmu makan siang," ucap Kartika.
"Suruh saja dia pulang, aku masih sibuk," jawab Adelia.
"No, kau harus menemuinya. Perusahaan kita bisa menjadi besar seperti ini karena dia juga," timpal Kartika.
"Kartika_."
Tatapan Adelia memohon agar sahabatnya itu tidak membujuknya lagi. Tapi bukan Kartika namanya jika terus bersikeras menjodohkan Adelia dengan Arga.
"Setidaknya, hormatilah dia. Anggap sebagai teman. Dia bukan Adrian, pria brengsek yang telah menggancurkan hatimu, guys," ucap Kartika.
Tak ada pilihan lain untuk menghindari kebawelan sahabatnya selain menuruti kehendaknya.
"Maaf, sudah membuatmu menunggu," ucap Adelia. Arga yang sedari tadi berada di kursi tunggu sambil membaca koran langsung melipat kembali korannya dan tersenyum simpul pada Adelia.
"Tidak masalah, maaf tidak memberitahumu kalau aku datang kemari," balas Adrian.
---Bersambung---