Sebuah kecelakaan merenggut pengelihatannya. Dia merupakan dokter berbakat yang memiliki kecerdasan tinggi, tampan dan ramah menjadi pemarah.
Beberapa perawat yang dipekerjakan selalu menyerah setiap satu pekan bekerja.
Gistara, gadis yang baru lulus dari akademi keperawatan melamar, dengan gaji tinggi yang ditawarkan dia begitu bersemangat. Hampir menyerah karena tempramen si dokter, namun Gista maju terus pantang mundur.
" Pergi, adanya kamu nggak akan buatku bisa melihat lagi!"
" Haah, ya ya ya terserah saja. Yang penting saya kerja dapet gaji. Jadi terserah Anda mau bilang apa."
Bagaimna sabarnya Gista menghadapi pasien pertamanya ini?
Apakah si dokter akan bisa kembali melihat?
Lalu, sebenarnya teka-teki apa dibalik kecelakaan yang dialami si dokter?
Baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dokter dan Perawat 09
" Untuk hari ini sampai di sini dulu aja Gista, kamu bisa pulang nak."
" Tapi Pak Sailendra, saya sungguh nggak apa-apa kok. Saya bisa melanjutkan pekerjaan saya lagi. Dan ini cuma luka kecil aja kok."
Sai tersenyum, dia suka semangat gadis itu. Dan terlihat sekali Gista begitu bersemangat. Meskipun ia tahu betul kalau saat ini Gista tengah terkejut, tapi gadis itu mampu menepis rasa tersebut dan bersikap profesional.
" Aku tahu itu, kamu memang gadis yang kuat nak. Jadi sekarang kamu boleh pulang dulu untuk istirahat, dan besok kembali lah lagi untuk bekerja. Sekarang Haneul sedang sangat sensitif jadi sebaiknya kita biarkan dia sendiri dulu."
" Aah begitu, baik Pak Dokter Sai. Saya pamit dulu, assalamu'alaikum."
Gista bernafas lega, dia sebenarnya takut jika tiba-tiba diberhentikan kerja. pasalnya kesempatan seperti itu tidak akan datang dua kali.
Sai mengantarkan Gista hingga ke depan rumah dan ia masih berdiri di sana sampai Gista mengendarai motornya, meninggalkan kediaman Daneswara.
Ada sesuatu yang menyentuh hati Sai. Melihat Gista, Sai seperti melihat putri bungsunya. Mendengar kehidupan si gadis yang tidak mudah itu membuatnya menjadi iba.
" Haaah, semoga hidupnya nggak semakin sulit karena jadi perawat Haneul," gumam Sai lirih. Dia lalu melihat ke atas, tempat dimana kamar Haneul ada di sana. Hingga saat ini sai masih terus berusaha untuk bisa mengembalikan penglihatan Haneul. Salah satu cara yang ia ketahui yakni dengan donor mata. Tapi itu bukan perkara mudah.
Donor mata memiliki masa tunggu yang sangat lama. Dan juga kesempatan terbesar jika ada pasien mati otak. Sailendra bahkan terbang ke negara Korea untuk mendiskusikan hal tersebut dengan salah satu dokter kenalannya yang memang berasal dan bekerja di rumah sakit di sana.
Bukan hanya sekedar berdiskusi, sebenarnya Sai juga sudah mendaftarkan Haneul untuk mendapatkan donor mata dari sana.
Kakek buyut Haneul yang merupakan orang asli sana tentu masih memiliki sedikit pengaruh. Dan kakek langsung serta paman Han juga memiliki koneksi di sana sehingga Sai tidak terlalu kesulitan.
Yang menjadi kendala yang sesungguhnya adalah daftar tunggu untuk mendapatkan donor. Itu lah yang menjadi hal utamanya.
" Apa aku perlu ke eropa juga, mecari di sana," gumam Sai.
Pria paruh baya itu melenggang masuk ke dalam rumah. Setelah memastikan kondisi sang putra, Sai pergi berangkat ke rumah sakit. Tentu saja sebagai dokter yang masih aktif dia harus menjalankan kewajiban pekerjaannya.
Memasuki gedung rumah sakit lagi-lagi dia mendengar rumor yang menyangkut keluarganya, terutama anak lelakinya. Meskipun gosip yang beredar itu sebagian besar adalah benar tapi tetap saja Sai merasa tidak suka.
" Oh Dokter Sai, kayaknya hari ini sedikit telat lagi ya? Padahal kan tadi ada rapat bulanan."
" Iya, maaf karena tidak hadir. Tapi saya sudah izin dengan Direktur langsung kok dan beliau mengizinkan."
" Cih, mentang-mentang keluarga mereka deket. Pasti alesannya karena anaknya. Kalau masih bocah mah it's oke, tapi ini udah tua juga. Lagian anaknya buta gitu, pasti nggak bakalan bisa sembuh juga jadi ngapain lagi sih dia dirumah."
Omongan buruk tentang putra sulungnya terus saja berkembang. Mulai dari yang benar hingga yang sama sekali tidak sesuai dengan fakta.
Terlebih beberapa perawat yang dibuat Haneul berhenti lebih cepat, berita tentang mereka menjadi dilebih-lebihkan. Sehingga reputasi Haneul semakin hari semakin buruk. Dari dokter muda yang cerdas dan ramah, menjadi dokter buta yang tempramen. Bahkan tak jarang ada yang menjuluki bahwa Haneul mulai sakit mental karena kecelakaan yang dialami.
" Apa kamu nggak apa-apa Sai?"
" Hmm Ya, aku baik-baik aja kok Nat."
" Kamu nggak mau coba buat minta tolong sama Kak Faizal. Biar Haneul ngobrol sama dia."
Sailendra menggeleng cepat. Saran dari rekan sesama dokter yang bernama Nataya itu dia tolak. Bukannya tidak mau, tapi untuk saat ini Haneul jelas tidak akan bisa atau pasti menolak keras.
Faizal yang merupakan sepupu dari Nataya merupakan dokter psikologi sekaligus psikiatri. Nataya menyarankan Faizal kepada Sailendra karena mendengar cerita Sai tentang putranya yang kepribadiannya sangat berubah drastis pasca kecelakaan.
" Suatu hari nanti Nat, tapi nggak sekarang. Ya udah yuk siap-siap, bukannya kita mau ada operasi satu jam lagi."
Nataya mengangguk, mereka merupakan dokter senior. Jika Sai adalah dokter spesialis bedah umum maka Nataya adalah dokter Spesialis bedah anak. Nataya tentu sering meminta bantu Sai dalam operasinya karena Sai sangat kompeten. Dan itu menurun kepada sang putra.
Wajah lesu Sai jelas bisa dilihat oleh rekan-rekan terdekatnya. Namun bukan hanya rekannya saja yang tahu bahwa Sai saat ini juga dalam kondisi tidak baik, semua itu pun juga bisa dilihat oleh semua orang.
Kecelakaan Haneul tidak hanya menggemparkan keluarga tetapi seisi Rumah Sakit Mitra Harapan.
" Tck, ku pikir bakalan ada hal yang ngejutin, tapi ternyata nggak. Tapi bagus sih, dari pada dia pergi selamanya emang lebih bagus begitu. Buta, hahahah aku yakin dia lebih tersiksa kan. Lihat aja, bapaknya aja nyampe stres gitu. Hahahaha."
Klotak klotak klotak
Seseorang yang juga mengenakan jas dokter dengan lambang RSMH melenggang pergi setelah puas mencuri dengar. Salah satu sudut bibirnya terangkat, ekspresi wajah yang ia buat menunjukkan sebuah kepuasan.
Namun detik selanjutnya ia kembali menggertakkan giginya. Ketika dia masuk ke departemen bedah, dia mendengar beberapa ucapan yang membuatnya sangat tidak suka.
" Kok aku kasian ya sama Dokter Han, kalau menurut kalian wajar nggak sih dia jadi berubah sikap gitu?"
" Wajar lah, gila. Lo bayangin aja, biasanya lo sehat, terus tiba-tiba lo jadi nggak bisa lihat apa-apa. Lo nggak bisa ngelakuin apa yang biasa lo lakuin. Waah itu rasanya kesiksa banget. Kalau gue mungkin gue nggak akan sanggup."
" Bener, gue setuju. Gue beneran kasihan sama Dokter Han. Udah baik, ramah, ganteng, pinter, dan sumpah cekatan cuy dia setiap nanganin pasien. Ya walaupun doi agak keras pas ngelakuin tindakan, tapi buat gue itu keren banget."
Rupanya masih ada yang berpikir positif tentang Haneul. Mereka juga menganggap maklum kenapa Haneul bisa berubah seperti yang dirumorkan. Tapi hal tersebut sangat membuat seseorang tidak suka. Orang itu mengepalkan tangannya dengan begitu erat sehingga buku-buku tangannya memutih.
" Nggak, dia selamanya akan buta jadi aku yakin dia nggak akan mungkin lagi ada di tempat ini. Dia hanya akan jadi cerita lama, aku bakalan mastiin hal itu."
TBC
Mantul thor 🥰🥰🥰
Lanjuut