Jion selalu saja bertengkar dengan perempuan dan sangat tidak menyukai sifat perempuan yang menurutnya terlalu dibuat-buat dan menggelikan. Seperti saat Jion melempar kecoa keluar ruangan, semua perempuan di kantongnya malah berteriak seolah Jion melemparnya ke arah mereka. padahal itu keluar, belum lagi para perempuan itu terlalu banyak drama dengan emosinya. Membuat Jion sangat enggan berpacaran, terakhir dia memiliki kekasih itu berakhir karena Cila memaksanya untuk menikah. katanya jika tak kunjung ada kepastian hubungan tiada arti. jadi Jion memilih untuk menyudahi hubungannya, dari pada mengikuti keinginan Cila. alasannya karena Jion tak mau hidupnya lebih banyak drama lantaran pernikahan. baru pacaran saja Jion sudah pusing karena emosi Cila. apalagi menikah? Jion sangat merendahkan posisi perempuan karena baginya perempuan hanya hiasan dunia dan hanya untuk jadi alat kehidupan.
hingga akhirnya Jion menjadi makhluk yang dia remehkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sweetdark, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sungai basah
Langit terlihat sangat cerah, memang indah, tetapi jiwaku tidak dalam keadaan baik-baik saja, jadi tidak bisa menikmati nya. Kebun di halaman adalah tempat pelarian yang cukup baik, membuat aku ingin menghancurkan semua tomat yang mereka tanam.
"Lay sialan!" Aku berteriak, lalu berlari sekencang-kencangnya tanpa ingin berhenti.
Tanpa mengenakan alas kaki, dan masih memakai baju tidur semalam, aku keluar dari rumah warna warni itu. Wajah ini terasa merah seperti dibakar.
Mungkin orang yang melihat merasa kalau aku sedang malu, tetapi yang sesungguhnya aku marah!
Setelah mendaratkan ciuman di bibirku, ouh aku mohon tidak... ini sangat melukai harga diriku,
Jadi maksudku adalah saat bibir Lay dan Jenny bersentuhan, entahlah sengaja atau tidak. Aku langsung ingin mati saat itu juga. Tetapi tubuh ini, tidak bisa aku kuasai sepenuhnya. Setelah melepas tautan bibir, lelaki itu malah tersenyum penuh arti.
Dan reaksi tubuh ini membeku, susah payah aku mengambil alih dan membawanya lari keluar dari rumah agar Lay tidak melanjutkan hal itu lagi.
Bahkan melampiaskan dengan berlari saja rasanya belum cukup.
Sentuhan di bibir itu terngiang-ngiang di kepala, bahkan masih terasa di bibir ini Huaaaahh!!
Terasa lembut dan hangat, seperti manis. Aku menampar pipiku, tolong tubuh! Jangan membuat aku berfikiran buruk seperti itu.
Aku berlari mengitari pagar yang membentang, menandai batas kebun dan halaman ini.
Tak peduli kerikil, tanah yang basah, atau ranting kayu yang terinjak, aku tetap berlari.
Bahkan kedua bola didadaku ikut melompat beradu, membuatku tidak nyaman, tetapi aku sudah tidak peduli harga diriku tadi sudah lenyap.
"Ini hanya mimpi! tentu hanya mimpi!" ujarku menenangkan diri.
"Aku ingin bangun saja!" teriakku, Lalu langkahku terhenti ketika ada disekitar luar pagar terlihat sungai mengalir, dan aku mendekati pagar itu untuk memastikan lebih jelas.
"Auh! Kakiku!" sial, aku menginjak ranting, padahal tadi saat berlari tidak ada yang bisa menyakiti kakiku.
Pemandangan yang semalam aku cari menyambutku, suara air yang menderu dan menghantam bebatuan begitu segar terasa di telinga. Aku tersenyum puas, ini adalah cara kedua agar aku terbangun dari mimpi yang tidak menguntungkan ini!!
Ya, walaupun ini bukanlah jurang, hanya aliran sungai. Tetapi ada bagian tingginya, ada seperti air terjun kecil dibagian seberang. Aku meneliti cara agar bisa menyebrangi sungai yang arusnya cukup deras itu.
Binggo!
Ada jembatan, aku tersenyum lalu menggoyangkan pagar yang terbuat dari bambu ini. Tidak peduli jika pagar ini akan rusak, aku menggoyang dengan sekuat hatiku.
"Aku tidak akan membuang waktu, mari kita menyebrang!"
Aku pun melangkahkan kakiku menuju jalan keluar yang tidak jauh jaraknya, keluar dari pagar, aku belok ke kanan dan turun, karena ada tangga jalan ini jadi terasa mudah. Karena jika jalanan tanah, lalu becek aku pasti akan terpeleset.
Eh terpeleset? Bukankah itu juga ide bagus agar terbangun dari tidur?
Aku memfokuskan tujuanku kembali, aku menuruni anak tangga itu, dan aku baru sadar, sepertinya sungai ini dan sekitarnya ada yang mengurus. Lantaran sangat bersih, dan banyak bunga yang tumbuh disekitarnya, membuat kupu-kupu datang menghinggapi.
Bahkan jalan ini, tidak mungkin tiba-tiba ada tangga begitu saja secara ajaib, pasti ini dibuat oleh manusia.
"Manusia mimpi?" aku terkekeh, aneh saja, hanya mimpi tetapi terasa begitu nyata.
Setelah sampai di bawah, aku langsung menyebrang melewati sungai dengan jembatan kayu. Suara air, dan bahkan alirannya membuat aku begitu bersemangat.
Pasti ini akan membuat aku bangun!
Setelah melewati jembatan dengan selamat, aku mendaki ke atas agar sampai di atas air terjun mini ini.
Sayangnya, untuk mencapai atas, hanya ada semak belukar dan tentu tanah.
"Aaa ini akan terasa gatal dan kotor." Aku pun memaksakan diri, dan meraih rumput liar itu, untuk membantu naik. Kakiku sekuat tenaga menahan pada tanah yang lincin karena gemercik air sungai, agar tubuhku tidak jatuh.
Langkah demi langkah aku lewati, beberapa kali aku hampir terpeleset jatuh, untungnya rumput mau membantuku.
Aku pun akhirnya sampai di atas.
"Huahahaha!!! Aku memang hebat.." aku berbicara sendiri, mengapresiasi diri tentunya.
Di kenyataan mana pernah aku bermain kotor begini? Ya kecuali saat masih kecil.
Aku melihat tanganku sudah kotor, kakiku pun begitu. Bahkan bajuku pun sudah kotor. Aku seperti babi yang habis bermain lumpur!
Melihat pemandangan dari atas sini membuat aku sedikit lega, sudah lama rasanya tidak melihat alam yang begitu segar seperti ini.
Karena di kenyataan aku sibuk bekerja, olahraga, dan menonton film dewasa, juga saat itu dengan Cila. Jadi waktu yang kumiliki sudah habis oleh itu semua.
Terselip di benakku ingin tinggal di sini beberapa saat lagi, untuk yang terakhir kalinya. Karena mungkin untuk menemukan tempat seperti ini di dunia nyata butuh uang yang sangat banyak.
Aku bekerja setiap hari pun, masih belum kaya sampai saat ini. Jadi jangan menyuruhku untuk bersenang-senang membuang uang.
Yaa.. Walaupun aku sering menghibur diri dengan DVD dewasa, atau masuk ke dalam grup khusus untuk hal itu.
Hm.. Jika di pikir-pikir lebih mahal harga DVD dan fotocard dewasaku, di bandingkan untuk liburan.
Tetapi aku rasa tidak masalah, toh aku bahagia!
Aku berdiri merentangkan kedua tangan, membiarkan angin membelai lembut kulit ini. Terasa sejuk, bahkan sesekali gemercik air terjun itu menyentuh wajah dan tubuhku.
Kembang kempis lubang hidungku menghirup udara segar ini, "Hahh.. Ini saatnya kembali, Jion."
Aku mendekati pinggiran air terjun itu, melihat kebawah, sambil berdoa dalam hati, semoga aku bangun dari mimpi ini.
Tanpa melihat ke arah manapun, aku menjatuhkan diri ke bawah sana. Walaupun terbesit di hatiku, kalau nanti di bawah ada batu besar menanti aku akan mati bukan?
tetapi ini hanya mimpi, jadi aku lebih ingin bangun daripada takut mati di dalam mimpi ini.
"Aku ingin bertemu denganmu di dunia nyata, Jenny!" ucapku sebelum kehilangan kesadaran.
Byur~
*****
POV Author
Leon membuat rumah jadi berantakan, entah apa masalahnya, dia membuat semua pintu lemari bahkan kulkas terbuka. Seperti orang gila.
Rei yang baru kembali dari berburu babi terkejut melihat keadaan rumah yang seperti habis di rampok.
"Ada apa ini?" Ujarnya, suara yang biasanya lembut untuk Jenny, kini terdengar begitu menyeramkan karena suara asli Rei memang sangat jantan. Tetapi karena tidak ingin Jenny takut, Rei pun mengubah suaranya karena Rei begitu menyayangi Jenny.
Rei meletakkan senapannya, lalu berjalan mengecek dapur, lalu ke kamar, lalu dia berjalan ke lorong pelangi menuju kamar Jenny, Takut terjadi sesuatu padanya.
Kamar Jenny terbuka, Rei buru-buru masuk.
"Leon? Apa-apaan kau ini?" Rei terkejut karena Leon tengah mengacaukan kamar dan lemari Jenny.
"Apa kau juga yang membuat rumah dari ujung ke ujung jadi berantakan Leon? Apa yang kau cari, sehingga kau juga mengobrak-abrik kamar gadis kecil?" Rei berkacak pinggang.
Leon menatap Rei tanpa kedip, "Aku mencari.."
Leon menggantung ucapannya, membuat Rei kesal.
Rei mendekat dan menepuk pundak Leon dengan keras, membuat Leon berteriak sakit.
"Argh Kakak itu sangat sakit!"
"Tentu saja, kau pasti tahu itu, bukannya malah menjawabku, kau malah menginginkan pukulan tadi bukan?" jawab Rei, "Cepat katakan, apa yang kau cari."
"Tidak kak, bukan 'Apa' tetapi, 'siapa' ini yang tepat kak." Leon jika sudah bersama kakaknya akan selalu menjadi anak yang iseng.
"Siapa? kau mencari seseorang dengan memberantakan rumah ini? Yang benar saja!" Rei mengusap kepalanya yang licin, "kau mencari manusia seperti mencari tikus!"
"Dia memang mirip tikus kak."
Rei menatap Leon tajam, "Ayolah, kau mencari siapa hingga membuat kegaduhan begini?"
"Jenny.." jawab Leon.
Rei lalu tertawa,"Haha.. Jenny tadi pagi bersama Lay, mungkin saat ini mereka masih bersama."
Leon menggeleng.
"kenapa kau langsung menggelengkan kepalamu? sedangkan kau belum mencarinya." Rei membalikan badan hendak meninggalkan Leon.
"Aku sudah menemui Lay, dia tidak bersama Jenny." perkataan Leon membuat langkah kaki Rei terhenti.
"Mungkin Yeri sudah pulang, dan mereka bersama?" Jawab Rei, tetapi hatinya tidak yakin atas jawaban yang dia usulkan itu.
"Aku rasa tidak kak."
"Lalu apa dia diculik?!" Rei terlihat panik, namun dengan segera Leon menenangkan.
"Aku rasa itu mustahil kak, karena tempat ini sangat jauh dari jangkauan mereka, dan lagi kita sudah memasang pagar tidak terlihat untuk menjaga tempat ini." jelas Leon, membuat Rei sedikit tenang.
"Apa dia sedang berjalan-jalan?"
"Tidak kak, melihat tingkahnya yang berubah aku yakin dia sedang kebingungan." Leon lalu menatap Rei dengan mulut sedikit terbuka, "Kak tadi pagi aku melihat mereka berdua sarapan!"
Rei mendorong sedikit kepala Leon, "kau ini itu tadi sudah kita bahas!"
"Aku rasa Lay membuat Jenny tidak nyaman kak!" perkataan Leon membuat Rei terdiam.
"Maksudmu apa? Aku lihat pagi tadi mereka tampak akur seperti biasanya."
Gantian, Leon menyenggol bahu Rei. "Lay itu punya kebiasaan yang membuat orang tidak nyaman kak." Lalu berjalan keluar dari kamar Jenny, di ikuti oleh Rei dibelakangnya.
Rei bingung, "maksudmu apa? Selama ini anak itu berperilaku baik."
Leon menghentikan langkahnya, menatap lurus kedepan. Lalu melihat pada Rei dengan serius.
"Lay punya kebiasaan sentuhan yang berlebihan kak." Leon menjeda, "Dari kemarin kakak juga pasti merasakan ada perubahan sikap yang begitu jauh dari Jenny bukan?"
Rei terdiam, berfikir, lalu mengganguk, membenarkan apa yang di katakan oleh Leon.
"Aku rasa.." Ucapan Leon terpotong karena Lay datang.
"Ada apa ini? Kenapa rumah berantakan sekali, seperti habis perang." Ujarnya dengan sumringah. Lalu celingak-celinguk seolah mencari sesuatu.
"Mencari apa?" Tanya Leon ketus. Dia memang tidak akur dengan Lay.
"Cantikku, dimana dia, apa dia tidak rindu pelukan hangat dari ku?" Lay tersenyum tanpa dosa mengatakan itu. Membuat Leon kesal sekali.
"Kau apakan dia pagi tadi?" Leon langsung bertanya, sedangkan Rei bersiap untuk menengahi kedua adik lelakinya ini.
"Hm, apa ya? aku membangunkannya seperti biasa, lalu menggendong, menyuapinya makan."
"menggendong?" batin Leon, dia tidak terima. Dia baru mengetahui hal ini. Rasanya dia seperti di khianati, dan Lay sangat membuatnya kecewa.
"lalu?" Tanya Leon mengintimidasi.
"Mungkin hanya itu saja?" sengaja Lay menggantung jawabannya, untuk membuat kedua saudaranya panas.
Leon hendak mendekati Lay, berniat memukulnya, namun dengan segera Rei menahan.
"Tolong jawab saja Lay, karena Jenny menghilang." Rei akhirnya bersuara.
"Kakak aku hanya mencium pipinya seperti biasa, lalu saat dia menciumku.. Tak sengaja bibir kami bersentuhan!" penjelasan Lay membuat Leon dan Rei Shok.
"Kau berani-beraninya menodai gadis kecilku!" Kak Rei langsung menerjang Lay.