Amira kira setelah menikah hidupnya akan bahagia tapi ternyata semua itu tak sesuai harapan. Ibu mertuanya tidak menyukai Amira, bukan hanya itu setiap hari Amira hanya dijadikan pembantu oleh mertua serta adik iparnya. Bahkan saat hamil Amira di tuduh selingkuh oleh mertuanya sendiri tidak hanya itu setelah melahirkan anak Amira pun dijual oleh ibu mertuanya kepada seorang pria kaya raya yang tidak memiliki istri. Perjuangan Amira begitu besar demi merebut kembali anaknya. Akankah Amira berhasil mengambil kembali anaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Non Mey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari Loli
Malam itu, suasana di rumah sangat mencekam. Ratna dan Angga terus mencari Loli ke setiap tempat, menghubungi teman-temannya, bahkan berkeliling kesegala arah, berharap menemukan jejak keberadaan Loli. Namun, setiap kali mereka bertanya, teman-teman Loli hanya menggelengkan kepala dan mengatakan tidak tahu.
Amira yang merasa cemas dan terhimpit oleh perasaan bersalah, duduk di ruang tamu, mengamati wajah-wajah yang semakin gelisah di sekelilingnya. Suasana rumah terasa semakin berat, dan hatinya merasa semakin terasingkan.
"Angga, sudah tanya semua teman-temannya? Mereka benar-benar tidak tahu?" tanya Amira dengan suara pelan, mencoba mencari solusi.
Angga yang lelah hanya mengangguk. "Ya, mereka semua bilang tidak tahu. Aku bingung, Mira. Loli tidak bisa begitu saja menghilang tanpa kabar."
Ratna yang sudah mulai panik berdiri dan berkata, "Ini pasti ada hubungannya dengan kamu, Amira! Kalau kamu tidak membuat Angga marah, Loli tidak akan kabur dari rumah!"
Amira menundukkan kepala, mencoba menahan air matanya. Namun, di tengah kepanikan itu, tiba-tiba sesuatu terlintas di benaknya. "Mas, saya ingat... Loli kan punya pacar, kan? Mungkin dia kabur sama pacarnya."
Angga menatap Amira dengan terkejut. "Pacar? Kenapa tidak terpikirkan sebelumnya?"
Ratna yang mendengar itu langsung melotot. "Pacar? Apa yang kamu maksud? Kenapa Loli tidak bilang kalau dia punya pacar?"
Amira menjawab dengan suara pelan. "Loli memang jarang bercerita, Bu. Tapi saya ingat, beberapa kali saya melihat dia menghabiskan waktu bersama seorang pria. Kalau tidak salah, pacarnya itu teman anak tetangga kita."
Angga mengernyitkan dahi. "Teman anak tetangga kita? Kalau begitu, kita harus cari tahu lebih lanjut."
Angga dan Amira segera menuju rumah tetangga mereka yang dimaksud. Ketika mereka sampai di sana, mereka bertanya dengan hati-hati kepada tetangga yang bernama Bu Dian.
"Bu Dian, maaf mengganggu malam-malam. Kami sedang mencari Loli, adik saya. Ada yang melihat dia pergi dengan seorang pria, katanya teman anak Anda?" tanya Angga dengan harapan.
Bu Dian yang sedang duduk di teras rumahnya menatap sejenak sebelum menjawab. "Oh, kamu maksud Loli yang kabur itu ya? Ya, saya lihat malam kemarin, Loli naik motor bareng seorang pemuda. Saya kenal dengan pemuda itu, dia teman anak saya. Mereka pergi ke arah timur."
Angga dan Amira saling berpandangan, merasa lega sekaligus khawatir. "Jadi Loli benar-benar pergi dengan pacarnya," kata Angga.
Bu Dian melanjutkan, "Iya, saya tidak tahu pasti ke mana, tapi saya yakin mereka pergi bersama. Pacarnya Loli itu namanya Dedi, dia biasa main ke rumah anak saya."
Amira merasa sedikit tenang, karena akhirnya mereka bisa mengetahui ke mana Loli pergi. Namun, ia juga merasa khawatir dengan keputusan Loli yang kabur begitu saja tanpa memberi penjelasan.
"Terima kasih, Bu Dian," kata Angga, lalu mereka berdua segera pergi mencari Loli dan pacarnya.
Setelah beberapa waktu mencari, akhirnya mereka menemukan Loli di sebuah warung kopi di pinggir jalan, duduk bersama pacarnya, Dedi. Loli terlihat terkejut saat melihat Angga dan Amira mendekat.
"Loli!" seru Angga dengan nada tegas. "Apa yang kamu lakukan di sini? Kenapa kamu kabur dari rumah?"
Loli hanya menunduk, tidak berani menatap kakaknya. Dedi, pacar Loli, terlihat gelisah namun tidak berkata apa-apa.
"Loli, kenapa kamu tidak memberi kabar? Kami semua khawatir, terutama ibu!" kata Angga, suaranya lebih lembut namun tetap penuh kekhawatiran.
Loli akhirnya mengangkat wajahnya, matanya tampak merah karena menangis. "Aku... aku tidak tahan lagi, Kak. Aku merasa tidak diterima di rumah. Semua orang terus menyalahkan aku dan memaksa aku melakukan hal-hal yang tidak aku inginkan."
Amira merasa tersentuh, namun ia juga merasa bingung. "Loli, kami semua ingin yang terbaik untukmu. Kami cuma ingin kamu belajar bertanggung jawab. Itu tidak berarti kamu harus lari dari masalah."
Loli menggelengkan kepala. "Aku tidak bisa terus-terusan diperlakukan seperti itu. Aku merasa seperti tidak punya tempat di rumah. Semua jadi salahku, bahkan kalau aku hanya menghabiskan waktu dengan teman-temanku."
Angga menghela napas, merasa cemas dan kecewa. "Loli, lari dari rumah bukanlah solusi. Kami semua keluarga. Kami bisa mencari jalan keluar bersama."
Dedi yang selama ini diam akhirnya berbicara. "Maaf, saya tidak bermaksud memperkeruh suasana. Tapi, Loli butuh waktu untuk sendiri. Saya hanya ingin dia merasa sedikit lebih baik."
Amira mengerti maksud Dedi, namun ia tetap merasa bahwa Loli perlu kembali ke rumah. "Loli, kami tidak marah padamu. Kami hanya ingin kamu kembali dan berbicara. Kami bisa mencari solusi bersama."
Setelah beberapa saat, Loli akhirnya mengangguk pelan, meski matanya masih terlihat penuh air mata. "Aku... aku akan kembali, Kak. Tapi aku butuh waktu untuk berpikir."
Angga dan Amira saling berpandangan, merasa sedikit lega meskipun masih banyak hal yang perlu dibicarakan. Mereka pun mengantar Loli pulang, berharap bahwa keluarga mereka bisa memperbaiki hubungan yang selama ini retak.