WARNING : CERITA INI ITU TIPE ADULT ROMANCE DENGAN VERSI ROMANCE SLOWBURN !!!
[ROMACE TIPIS-TIPIS YANG BIKIN JANTUNGAN DAN TAHAN NAPAS]
---
Lima tahun yang lalu, Damien dan Amara menandatangani perjanjian pernikahan demi menunjang keberlangsungan bisnis keluarga mereka. Tidak pernah ada cinta diantara mereka, mereka tinggal bersama tetapi selalu hidup dalam dunia masing-masing.
Semua berjalan dengan lancar hingga Amara yang tiba-tiba menyodorkan sebuah surat cerai kepadanya, disitulah dunia Damien mendadak runtuh. Amara yang selama ini Damien pikir adalah gadis lugu dan penurut, ternyata berbanding terbalik sejak hari itu.
---
“Ayo kita bercerai Damien,” ujar Amara dengan raut seriusnya.
Damien menaikkan alis kanannya sebelum berujar dengan suara beratnya, “Dengan satu syarat baby.”
“Syarat?” tanya Amara masih bersikeras.
Damien mengeluarkan senyum miringnya dan berujar, “Buat aku tergila kepadamu, lalu kita bercerai setelah itu.”
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon redwinee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 17
Khusus sore ini, Amara pulang lebih cepat dari biasanya dan sama sekali tidak mengabari Damien. Ketika Damien sampai di kantornya, sekertaris Amara mengatakan kalau dirinya sudah pulang lebih duluan.
Saat Damien bertanya kenapa, sekertarisnya mengatakan kalau dirinya juga tidak tahu. Beberapa kali Damien menghubunginya, tetapi Amara sengaja tidak mengangkatnya.
Damien bertanya-tanya dalam hati, apakah wanita itu sedang tidak enak badan? Memikirkan berbagai spekulasi yang terus bermunculan dalam pikirannya membuat Damien segera menancap gas mobilnya dan membelah jalan raya dengan kecepatan tinggi. Yang ia lakukan hanyalah ingin cepat sampai di apartemen dan bertemu dengan Amara.
Amara menatap dirinya di depan cermin, terbesit keraguan dalam dirinya kala ia menutup matanya rapat untuk beberapa detik sebelum membukanya kembali kemudian kembali menatap pantulan dirinya dalam kaca.
Amara menarik napas sekali, kemudian tangannya terangkat ke atas untuk menepuk pipinya pelan guna menyadarkan dirinya sendiri.
“Tenanglah Amara, kau bisa melakukannya,” ujarnya berusaha menenangkan dirinya sendiri kemudian ia kembali menatap ke depan.
Melalui pantulan kaca itu terlihat Amara yang tengah memakai sebuah dress berbahan dasar katun, semacam baju tidur tetapi dalam desain yang lebih seksi. Berwarna merah menyala dengan motif renda bunga-bunga di area dadanya, kemudian dress baju tidur itu di desain dengan dua tali yang bertengger pada bahu mulus Amara.
Amara meraih bagian luaran dari baju tidur itu kemudian memakainya, menutup bahu polosnya yang tadi terekspos bebas, namun samar-samar masih terlihat melalui celah transparan kain sutra tersebut.
Amara kemudian mengangkat tangannya ke atas dan dengan sekali gerakan ia mencepol asal rambutnya ke atas, memperlihatkan leher jenjangnya yang bersih dan halus.
Amara kemudian meraih lipstik yang ada di meja riasnya kemudian memolesnya pada bibirnya, hanya tipis namun Amara pastikan warna itu melekat pas pada bibir kecilnya.
Terdengar suara pintu apartemen yang dibuka pelan menandakan kepulangan Damien. Amara segera meletakkan lipstiknya kembali ke atas meja, untuk terakhir kalinya ia menatap dirinya di depan kaca kemudian tersenyum puas dengan hasilnya.
“Amara?” panggil Damien, pria itu melepas sepatunya dengan cepat kemudian berjalan ke area ruang tamu.
Menjejalkan pandangannya sembari melepas jas kantornya, Damien tidak menemukan tanda-tanda kehadiran Amara di sana. Damien kemudian berbalik dan berjalan ke arah dapur, tetapi lagi-lagi tidak menemukan keberadaan Amara disana.
Kepanikan segera menyergap Damien, pikiran-pikiran negatif mulai menyerang pikirannya. Damien kemudian menatap pintu kamar Amara untuk sejenak sebelum melangkah lebar dan membuka pintu itu dengan sekali hentakan.
“Amara?”
Panggil Damien yang berhasil menyentak fokus wanita itu.
Amara ternyata berada di dalam kamarnya.
Damien berdiri mematung, lebih tepatnya tertegun.
Amara yang tadinya berdiri membelakangi Damien dan tengah berkaca di depan kaca pada meja riasnya sontak berbalik saat menyadari kehadiran Damien disana.
Tidak, semuanya terlalu tiba-tiba. Amara bahkan belum mempersiapkan diri untuk bertemu Damien dalam kondisi seperti itu. Tetapi di luar dugaan, pria itu menemukannya lebih cepat.
Damien berdiri di ambang pintu kamar Amara sembari manik birunya memaku tepat pada Amara yang berdiri di depan sana. Napas Damien tertahan untuk sesaat, sebelum kesadaran kembali mengambil ahli dirinya seolah mendobrak pertahanannya dan memperingatkan Damien untuk tidak mengulang kesalahan yang sama lagi seperti kemarin.
Damien tidak boleh lepas kendali lagi seperti kemarin. Jujur, Damien benar-benar terpesona dengan pemandangan didepannya ini.
Amara terlihat sangat mempesona dan sempurna dibalik balutan gaun tidur berbahan dasar katun yang membungkus tubuhnya, tidak secara ketat dan hanya sebatas lututnya, tapi entah kenapa hanya dengan melihatnya sekilas, pikiran Damien mulai menerawang kemana-mana. Bahkan dengan brengseknya, Damien sudah mulai membayangkan apa yang berada di balik balutan gaun tidur milik Amara itu.
Bahannya yang tipis itu terlihat menerawang, menyelimuti lekuk tubuhnya dengan anggun, menciptakan kesan keindahan yang polos namun memabukkan. Pandangan Damien naik pada rambut Amara yang dicepol berantakan, beberapa anak rambutnya jatuh dan menjelajah bebas leher wanita itu. Damien iri.
Kemudian pandangan Damien beralih pada bibir wanita itu yang melengkung lembut dalam senyuman tipisnya, mengisyaratkan kehangatan dan keindahan yang sederhana namun tidak tertandingi dampaknya bagi pertahanan Damien.
Nalurinya tak dapat merespon dengan baik saat tanpa sadar Damien mengambil satu langkah untuk mendekati Amara lagi.
“Apa yang kau lakukan?”
Hanya itu yang keluar dari mulut Damien, dia masih benar-benar dalam keadaan shock-nya.
Amara dapat menyadari suara Damien berubah serak saat manik mereka kembali bertemu dan saat itu juga jantung Amara berpacu dengan sangat cepat.
Tangan Amara tanpa sadar meremas ujung bajunya, berusaha mencari pegangan di tengah gelombang perasaan yang menggelitik aneh. Tubuhnya tidak tahu bagaimana merespon akan situasi ini.
Tetapi bagaimanapun juga Amara yang memulainya duluan, jadi harus Amara juga yang menyelesaikannya.
Amara mengeluarkan senyum miringnya kemudian mengedipkan matanya sekali saat Damien masih menatapnya dengan raut serius pria itu.
“Kenapa? Kau hampir hilang kendali?” ujar Amara kemudian menaikkan alis kanannya, menatap menggoda ke arah Damien.
Hanya butuh beberapa detik bagi Damien untuk mengetahui maksud dibalik perilaku Amara yang berubah drastis seperti ini. Sepertinya wanita itu benar-benar bertekad untuk bercerai dari Damien hingga ide seperti ini terlintas dalam benaknya.
Fakta itu entah kenapa membuat Damien geram. Damien tidak suka akan realita tentang Amara yang rela melakukan segala cara hanya untuk bercerai dengannya.
“Aku tidak nafsu denganmu,” balas Damien singkat, kalimat yang dilontarkan sangat tajam dan menusuk.
Tetapi Amara sudah mempersiapkan diri untuk menghadapinya, jadi kalimat dingin Damien tidak akan begitu mempengaruhinya. Amara masih akan mencoba keberuntungannya malam ini.
“Benarkah? Kalau kau pria normal, seharusnya kau merasa tidak nyaman sekarang Damien,” ujar Amara sembari melipat tangannya dan menatap menantang ke arah Damien.
Damien benar-benar menahan napasnya, bagaimana Amara bisa seberani ini dengannya. Darimana wanita itu mengumpulkan keberanian untuk berbuat seperti ini kepadanya. Damien masih berusaha untuk menahan diri, telebih lagi saat cardigan yang berfungsi sebagai pakaian luaran gaun itu merosot tanpa Amara sadari. Membuat Damien secara leluasa dapat melihat bahu Amara yang putih dan bersih itu.
Damien menggeram rendah sebelum kembali menjawab, “Aku sering ke club.”
Bohong, Damien sangat tidak suka keributan dan club adalah tempat paling ramai dan bising.
Dan jawaban yang diberikan Damien itu tampaknya berdampak bagi Amara. Terlihat dari bagaimana senyum wanita itu luntur berganti dengan senyum kakunya yang tidak nyaman.
Sepertinya Damien melakukan kesalahan dalam memberikan jawaban, tetapi Damien harus tetap berbohong demi menjaga pertahanan dirinya agar tetap bisa waras dan tidak hilang kendali.
Damien tahu betul Amara tengah berniat untuk menggodanya dan memenangkan taruhan itu.
Damien tidak boleh kalah.
Damien harus bertahan, walau sangat sulit.
Amara mengerjapkan matanya beberapa kali, tampak menarik napas sebelum kembali berujar, “Duduklah,” ujar Amara kemudian menunjuk pada sisi kasurnya menggunakan dagunya.
Alis Damien naik seolah bingung dengan apa yang akan dilakukan wanita itu selanjutnya, Damien akhirnya hanya menurut saja. Damien melangkah dan mendudukkan dirinya pada sisi kasur Amara.
Amara kemudian berjalan ke arah Damien dan dengan sekali gerakan yang tidak bisa diprediksi oleh Damien, Amara melepas cepolan pada rambutnya membuat seluruh rambutnya tergerai bebas sebelum wanita itu melompat ke dalam pangkuannya. Tubuh wanita itu mendarat sempurna pada tubuh Damien, kedua tangannya ia lingkarkan pada leher Damien dengan tangan kiri Damien yang terselip dibawah lutut wanita itu dan tangan kanannya yang meraih pinggang Amara posesif.
“Amara…”desis Damien rendah.
Menghiraukan tatapan penuh peringatan milik Damien, Amara kembali berujar, “Bagaimana jika aku melarangmu pergi?” tanya Amara sembari menatap lurus kedua manik Damien.
Damien menunduk untuk dapat menatap wajah wanita itu dengan lebih jelas. Jika wanita itu berniat untuk mempermainkannya dengan cara menggodanya seperti ini, maka jangan salahkan Damien jika Damien juga melakukan hal yang sama kepadanya.
“Jadi, siapa lagi yang akan memuaskanku sekarang?” ujar Damien dengan nada rendahnya sembari mendekatkan wajahnya ke bawah, membuat Amara dapat merasakan deru napas pria itu yang mulai tak beraturan.
Amara langsung terdiam saat Damien tersenyum penuh kemenangan.
Amara benar-benar terjebak dalam permainannya sendiri sekarang.