[Update tiap hari, jangan lupa subscribe ya~]
[Author sangat menerima kritik dan saran dari pembaca]
Sepasang saudara kembar, Zeeya dan Reega. Mereka berdua memiliki kehidupan layaknya anak SMA biasanya. Zeeya memenangkan kompetisi matematika tingkat asia di Jepang. Dia menerima hadiah dari papanya berupa sebuah buku harian. Dia menuliskan kisah hidupnya di buku harian itu.
Suatu hari, Zeeya mengalami patah hati sebab pacarnya menghilang entah kemana. Zeeya berusaha mencari semampu dirinya, tapi ditengah hatinya yang terpuruk, dia malah dituduh sebagai seorang pembunuh.
Zeeya menyelidiki tentang masa lalunya. Benarkah dia merupakan seorang pembunuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzalziaah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 | Siswi yang Tewas
Tok, tok, tok!
Aku mengetuk kamar Reega. Tidak ada jawaban maupun pintu dibuka.
“Ree, aku masuk ya?” Aku membuka pintu kamarnya lalu masuk.
Aura sunyi dan pengap memenuhi kamar Reega. Kulihat dia sedang duduk di meja belajarnya sambil mengerjakan sesuatu. Aku mendekatinya diam-diam supaya tidak mengganggunya.
“Ree … aku mau bicara sesuatu,” kataku dengan nada pelan.
“Apa? Bicara saja sekarang.” Reega masih fokus pada pekerjaannya.
“Anu …” aku mengeluarkan surat yang kutemukan di lokerku sepulang sekolah, “… ada orang yang mengirimiku surat.”
Reega seketika menghentikan pekerjaannya lalu diam mematung. Aku lantas menaruh surat itu di atas meja supaya dia dapat membacanya.
“Dari mana kamu dapat surat ini?” tanyanya.
“Ada seseorang yang meletakkannya di lokerku. Apa kamu tahu maksudnya?”
“Aku tidak tahu. Mungkin ini hanya perbuatan orang iseng.” Reega menyerahkan Kembali surat itu padaku.
“Tadinya aku juga berpikir begitu. Ini bukan pertama kalinya aku mendapat surat tuduhan seperti ini. Kemarin aku juga menerima surat yang sama.”
Reega tidak berbicara lagi. Dia Kembali melanjutkan pekerjaannya. Aku melihat apa yang dia kerjakan sekilas. Dia tampak serius sekali mengerjakannya.
“Tumben kamu melukis, Ree. Apa yang sedang kamu lukis?” tanyaku.
Reega tidak menjawab. Aku pikir sia-sia bertanya pada Reega. Dia sedang mengacuhkanku sekarang. Aku memutuskan untuk kembali ke kamarku.
Pandanganku terhenti pada tumpukan kardus di sebelah meja belajar milik Reega. Kardus paling atas terbuka dan terlihat isinya, sebuah buku bertuliskan namaku, Zeeya Vierhalt.
Buku itu dipenuhi debu tebal. Sepertinya, aku baru pertama kali melihatnya. Kuambil buku itu dari dalam kardus dan menyeka debu yang menempel pada sampulnya.
“Ree … ini buku apa? Aku pinjam ya?” tanyaku lagi.
Reega tetap tidak menjawab. Ya sudahlah, aku kembali saja ke kamarku sambil membawa buku itu.
.........
Aku berada di kamarku melihat sampul buku yang bertuliskan namaku itu, sempat membuatku teringat pada surat yang kudapat. Mungkin ini bisa menjadi petunjukku untuk mencari tahu apa yang dimaksud surat itu.
Aku membukanya dengan hati-hati. Ternyata buku itu adalah sebuah album fotoku saat waktu SMP. Sebenarnya, aku sudah lupa kenangan waktu aku masih SMP.
“Eh, ini fotoku berdua bersama Kai.” Foto itu membuatku Kembali rindu padanya.
Aku mengeluarkan foto itu dari album agar aku dapat menyimpannya di buku harianku. Aku Kembali melihat-lihat foto di album itu.
“I-ini, kan?!” aku terkejut saat melihat salah satu foto.
Foto diriku bersama seorang perempuan sebayaku saat hari pertama masuk ke asrama. Perempuan itu sangat mirip sekali denganku. Gaya rambut, tinggi badan, maupun wajahnya sangat mirip. Kecuali badannya yang sedikit lebih gemuk daripada aku. Aku dan Reega bahkan tidak semirip ini, pikirku.
“Oh, dia itu …” aku berusaha mengingatnya, “... dia teman sekamarku waktu asrama bukan? Waktu pertama kali kita bertemu terasa sangat canggung karena wajah kita berdua mirip sekali. Ha ha ha …”
Aku mengeluarkannya juga dari album untuk disimpan. Aku baru sadar ada sebuah Tulisan di foto itu. Padahal tadi tidak kelihatan.
...‘Rest in peace, Kian Hanami class 7-B’...
“Eh, tulisan itu … tunggu! Dia … sudah meninggal?” seketika aku merinding.
Mungkinkah ini yang dimaksud surat itu? Orang yang mengirim mungkin mengira aku yang telah membunuhnya. Aku yakin sekali tidak pernah tahu kalau perempuan itu sudah meninggal.
Kring … kring ...
Suara nada dering HP-ku berbunyi. Aku dengan sigap mengangkatnya.
‘Hallo?’ ucapku pada telepon.
‘Hey, Honey … kamu belum tidur?’
‘Oh, Papa. Itu … aku masih belum ngantuk.’
‘Sudah makan, kan?’ tanya papa.
‘Sudah! Aku sama Reega juga sudah makan, kok,’ jawabku.
‘Baiklah… segera tidur, ya. Papa dengar kamu ada kompetisi matematika, ya? Jaga Kesehatan, jangan sampai kamu sakit. Jangan terlalu malam juga tidurnya.’
‘Baik, Pa.’
‘Sudah ya, papa mau lanjut kerja dulu.’
Telepon ditutup. Aku meletakkan album yang belum selesai kulihat isinya itu ke meja belajarku. Aku juga tidak menulis buku harian malam ini. Sebab aku tidak tahu harus menulis apa lagi. Aku naik ke Kasur, menyelimuti diriku dengan selimut yang hangat dan memejamkan mataku agar tertidur.
...…...
“Ah! Good morning …” aku keluar dari mobil sambil meregangkan badanku.
Langit masih sedikit gelap, ini pukul 05.30 dan aku sudah berada di depan gerbang sekolah. Aku berjalan menuju kelas lewat koridor sekolah yang sepi.
Sesampainya di kelas, aku segera menghampiri loker tempatku menaruh tas. Aku membukanya dengan sangat perlahan agar tidak terlewatkan kejutan seperti kemarin. Sesuai dugaanku, surat misterius itu muncul kembali.
Aku meninggalkan kelasku dan berlari menyusuri koridor untuk berkeliling satu sekolah. Aku menengok ke semua kelas yang ada. Sepagi ini sekolah masih kosong, belum ada yang datang sama sekali kecuali aku.
Kalau sama sekali belum ada yang datang, lalu siapa yang meletakkan surat itu di lokerku? Apa dia meletakkannya saat aku pulang sekolah? Banyak pertanyaan yang tidak kumengerti. Aku Kembali ke kelas untuk berpikir jernih.
Aku duduk di bangkuku, membuka surat yang baru kudapatkan itu. Jantungku berdetak kencang, di lain sisi aku juga penasaran apa isinya kali ini.
...‘Zeeya Vierhalt, apa kamu lupa atau sedang pura-pura lupa? Kejadian mengerikan apa yang telah kamu lakukan tiga tahun lalu. Jangan lupa kalau kamu sudah merenggut nyawa seseorang. Aku pasti akan membalas perbuatanmu itu!’...
Rasanya sakit sekali saat membacanya.
Eh, tunggu dulu … di surat itu disebutkan kejadian tiga tahun lalu.
“Apa kejadian yang dimaksud adalah kematian anak itu, ya?” aku bertanya pada diriku sendiri.
Aku menyalakan HP-ku, membuka halaman pencarian internet kemudian mengetik di sana.
‘Kasus kematian di Colian Junior High School’
Aku mencari-cari berita di internet. Tidak ada hasil yang sesuai harapan. Aku Kembali mengetik.
‘Siswa tewas di sekolah asrama elite’
Search. Aku berharap ada hasilnya.
‘Ditemukan Siswi Tewas di Sungai Dekat Sekolah Asrama Elite. Kejadian yang terjadi pada.... (Lihat selengkapnya)’
“Ada!” aku berteriak kencang.
“Ada apa, Zee?” Hana yang baru tiba bertanya padaku.
Aku tak sadar kalau Hana sudah datang, “aku lagi browsing di internet. Tahu nggak, Na? Di SMP-ku pernah ada kasus siswi meninggal.” Aku Kembali membaca berita itu di HP-ku.
“Mana? Sini, lihat!” Hana tiba-tiba merebut HP dari tanganku.
“Eh, eh aku belum selesai baca, Na! ”
“Udah! Lu mending belajar aja sana! Katanya ada kompetisi lagi. Bukannya malah baca berita nggak jelas gini.”
Aku kesal! Tapi benar apa yang dikatakan Hana. Aku seharusnya mempersiapkan diri, tidak ada waktu untuk mengurusi kasus yang tidak ada hubungannya sama sekali denganku.
“Zee … lihat ini deh!” Hana menunjukkan layar HP-ku.
“Ha?”
Aku membuka buku Latihan soal matematika yang sudah kupersiapkan dari tadi dan tidak memedulikan Hana.
“Kasus di sekolah lu itu. Ada siswi berinisial KIH tewas dibunuh oleh seorang lelaki yang tidak dikenal. Dia ditusuk pada malam hari lalu mayatnya dibuang ke sungai dekat sekolahnya. Mayatnya baru ditemukan esok hari oleh warga sekitar sana. Ih! So scary …” Hana membacakan berita itu padaku.
Dia membuatku berhenti sejenak saat mengerjakan soal. Aku tetap mendengarkannya.
“… di berita lain menyebutkan kalau si pembunuh, inisial J merupakan tahanan yang kabur. Dia ditahan karena kasus pembunuhan. Setelah kabur dari penjara, dia membunuh seorang siswi. Lalu dia ditahan kembali sampai sekarang.”
“Kok, bisa gitu?” aku bingung.
Hana mengembalikan HP-ku sambil menjelaskan, “berarti dia sudah membunuh total dua korban. Kalau korban tidak ada hubungan dengan pelaku atau tidak kenal satu sama lain, itu namanya pembunuhan berantai.”
Korban berinisial KIH, mungkin itu adalah Kian Hanami yang ada dalam fotoku. Aku tidak ingat nama tengahnya. Sedangkan pelakunya berinisial J, tentu saja itu bukan aku. Tapi kenapa dalam surat itu aku yang dituduh sebagai seorang pembunuh?
.........
dari judulnya udah menarik
nanti mampir dinovelku ya jika berkenan/Smile//Pray/
mampir di novel aku ya kasih nasihat buat aku /Kiss//Rose/