Di tengah dunia magis Forgotten Realm, seorang pemuda bernama Arlen Whiteclaw menemukan takdir yang tersembunyi dalam dirinya. Ia adalah Pemegang Cahaya, pewaris kekuatan kuno yang mampu melawan kegelapan. Bersama sahabatnya, Eira dan Thorne, Arlen harus menghadapi Lord Malakar, penyihir hitam yang ingin menaklukkan dunia dengan kekuatan kegelapan. Dalam perjalanan yang penuh dengan pertempuran, pengkhianatan, dan pengorbanan, Arlen harus memutuskan apakah ia siap untuk mengorbankan segalanya demi kedamaian atau tenggelam dalam kegelapan yang mengancam seluruh Forgotten Realm.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orionesia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jejak di Hutan Tersembunyi
Langkah mereka diiringi dengan ketenangan hutan yang sunyi. Suara burung sesekali terdengar, memecah keheningan dan membuat Arlen terus berjaga-jaga. Di sampingnya, Finn sesekali mengamati sekitar dengan mata yang tajam. Erland, dengan langkah mantap, memimpin di depan.
“Ke mana kita akan pergi setelah ini, Erland?” tanya Finn tiba-tiba, suaranya terdengar sedikit gelisah.
Erland menghela napas dalam-dalam, lalu berhenti dan memandang kedua sahabatnya. “Kita akan menuju Lembah Angin. Di sanalah kita bisa menemukan seorang bijak yang mungkin tahu cara melawan sihir kegelapan yang mengancam wilayah ini.”
Arlen mengangguk, meskipun ia merasa tak nyaman dengan jawaban tersebut. “Seberapa jauh tempat itu? Dan, apa yang bisa diharapkan dari seorang bijak di sana?”
Erland tersenyum tipis. “Tempat itu tersembunyi, di antara lembah yang tertutup oleh kabut tebal. Legenda mengatakan bahwa hanya mereka yang hatinya bersih dapat melihat jalannya. Dan bijak itu… dia bukan sekadar penyihir biasa. Dia adalah salah satu penjaga terakhir pengetahuan kuno yang dapat memberi kita petunjuk.”
Finn tertawa pelan, mencoba menghilangkan ketegangan. “Hati yang bersih, ya? Mudah-mudahan dia tidak meminta kita untuk menyanyi sambil mengelilingi lembah, karena aku tidak punya suara bagus.”
Arlen terkekeh, sementara Erland hanya menggeleng pelan. Namun, tawa mereka hanya bertahan sesaat, karena tidak lama kemudian, mereka mendengar suara langkah-langkah dari arah kanan.
“Siapa di sana?” seru Arlen, memegang erat pedangnya.
Sosok bayangan bergerak cepat di antara pepohonan. Mereka tidak dapat melihat jelas, tetapi sosok itu menghilang seketika sebelum salah satu dari mereka sempat mendekat.
“Kurasa kita tidak sendiri di sini,” bisik Finn, matanya memandang lekat ke arah bayangan yang baru saja hilang.
Mereka melanjutkan perjalanan dengan lebih hati-hati. Arlen merasa seolah ada sepasang mata yang terus mengawasi dari kejauhan. Hatinya semakin gelisah, tetapi ia berusaha untuk tetap tenang. Namun, ketika mereka melintasi hutan yang semakin lebat, sosok itu muncul kembali, kali ini lebih jelas.
“Berhenti!” teriak Arlen, mengacungkan pedangnya.
Sosok itu tampak berhenti di balik semak, memperlihatkan dirinya—seorang perempuan muda dengan jubah hitam dan tatapan tajam. Rambutnya yang panjang menjuntai, dan matanya memandang mereka dengan kilatan penuh misteri.
“Apa yang kalian lakukan di wilayah ini?” tanya perempuan itu, suaranya dingin.
Erland melangkah maju, berusaha terlihat tenang. “Kami sedang dalam perjalanan untuk mencari bijak di Lembah Angin. Siapa kau, dan mengapa mengawasi kami?”
Perempuan itu tersenyum sinis. “Namaku Lyra. Dan, kalian seharusnya tidak melangkah lebih jauh. Hutan ini bukan untuk mereka yang lemah.”
Finn tertawa kecil, mencoba menghilangkan ketegangan. “Kami tidak lemah, dan kami punya misi yang jelas. Jadi, jika tidak ada masalah, kami akan melanjutkan.”
Namun, Lyra tidak bergeming. Ia malah melangkah lebih dekat, sorot matanya kini fokus pada Arlen. “Kau… aku bisa melihat sesuatu yang berbeda darimu. Sesuatu yang tersembunyi.”
Arlen merasa tidak nyaman dengan tatapan tajam Lyra. “Apa maksudmu?”
Lyra mendekat, menatap Arlen dengan intens. “Kekuatan di dalam dirimu. Kau mungkin belum menyadarinya sepenuhnya, tetapi ada sesuatu yang luar biasa di dalam dirimu. Sesuatu yang bisa membawa kehancuran… atau keselamatan.”
Erland melangkah maju, menghentikan pembicaraan mereka. “Lyra, jika kau tahu tentang kami, maka kau juga tahu bahwa kami tidak punya waktu untuk teka-teki ini. Kami harus pergi.”
Lyra tertawa kecil. “Lembah Angin? Kau benar-benar berpikir bahwa kau bisa mencapai tempat itu? Banyak yang mencoba, tapi tidak ada yang pernah kembali.”
Arlen menatap Lyra dengan penuh tanya. “Apa maksudmu? Apa yang terjadi pada mereka?”
Lyra mengangkat bahu dengan santai. “Kabut di sana… konon adalah penjaga terkuat. Hanya mereka yang sanggup melawan bayangannya sendiri yang bisa melewati kabut itu.”
Finn menatap Lyra dengan penuh waspada. “Apa kau pernah ke sana?”
Lyra tersenyum tipis. “Aku? Tidak, aku tidak bodoh untuk mencoba. Tapi kalian… kalian tampaknya siap untuk menghadapi apa pun.”
Setelah berbincang sejenak, Lyra akhirnya memberikan izin mereka untuk melanjutkan perjalanan. Tetapi, sebelum mereka benar-benar berpisah, Lyra memandang Arlen dan berkata, “Ingat kata-kataku, Arlen. Kegelapan di dalam dirimu lebih dalam dari yang kau kira. Jangan biarkan dirimu tenggelam.”
Arlen hanya mengangguk, merasa bingung dan sedikit terganggu. Setelah Lyra menghilang, mereka melanjutkan perjalanan dengan perasaan waspada.
Saat malam semakin larut, mereka memutuskan untuk beristirahat di bawah sebuah pohon besar. Erland menjaga api tetap menyala, sementara Finn memandang langit yang penuh bintang.
“Apakah menurutmu dia berkata jujur?” tanya Finn tiba-tiba.
Erland menghela napas. “Sulit dipercaya, tetapi kata-katanya seolah menyembunyikan kebenaran. Aku merasakan aura gelap yang kuat di sekitar hutan ini.”
Arlen yang terdiam sejak pertemuan dengan Lyra akhirnya berbicara, suaranya pelan dan penuh rasa penasaran. “Kegelapan di dalam diriku… apakah itu yang menyebabkan semua ini? Mengapa aku merasakan sesuatu yang berbeda sejak kita masuk ke hutan ini?”
Finn menatap Arlen. “Mungkin ini adalah ujian untukmu, Arlen. Tetapi ingat, kami di sini bersamamu. Apa pun yang terjadi, kita akan melaluinya bersama.”
Arlen tersenyum tipis, tetapi kegelisahan masih tampak jelas di matanya. Ia tidak yakin apa yang menunggu di Lembah Angin, tetapi yang pasti, ia tahu bahwa petualangan mereka baru saja dimulai.
Keesokan paginya, mereka melanjutkan perjalanan dengan semangat yang baru. Tetapi saat mereka semakin mendekati lembah, mereka menyadari bahwa kabut mulai turun, tebal dan hampir tidak tembus pandang.
Finn menghentikan langkahnya dan menatap Erland. “Ini pasti kabut yang dimaksud Lyra.”
Erland mengangguk. “Kita tidak punya pilihan selain melanjutkan. Jika kita berani datang sejauh ini, kita harus berani menghadapi apa pun yang ada di dalam kabut ini.”
Arlen menggenggam pedangnya erat-erat. “Aku siap. Mari kita lakukan ini bersama.”
Mereka melangkah masuk ke dalam kabut, perlahan dan penuh kehati-hatian. Setiap langkah terasa seperti membawa mereka lebih jauh dari kenyataan, dan suara-suara samar terdengar di sekitar mereka, seolah ada sesuatu yang berbisik di telinga mereka.
Tiba-tiba, Arlen merasakan kabut di sekitarnya semakin tebal. Ia menoleh, tetapi Finn dan Erland tidak terlihat. Mereka hilang dalam kegelapan kabut yang tebal.
“Finn? Erland?” panggilnya, tetapi tidak ada jawaban.
Di saat itu, sebuah suara berbisik di telinganya. Suara yang anehnya familiar, seperti bisikan dari dirinya sendiri. “Kau tidak akan bisa keluar dari sini, Arlen. Kau tidak akan bisa melawan kegelapan di dalam dirimu.”
Arlen berusaha tetap tenang, tetapi kata-kata itu mengguncang hatinya. Ia mengayunkan pedangnya, mencoba mencari jalan keluar, tetapi kabut di sekitarnya semakin menekan.
“Kau lemah, Arlen. Kau tidak layak berada di sini,” suara itu terus berbisik, membuat Arlen merasa kecil dan tak berdaya.
Tetapi, di tengah bisikan itu, ia teringat kata-kata Finn. “Kita akan melaluinya bersama.”
Dengan penuh tekad, Arlen mengangkat wajahnya. “Aku mungkin punya kegelapan di dalam diriku, tetapi aku tidak akan menyerah. Aku tidak akan membiarkan ketakutan ini menguasai diriku.”
Perlahan-lahan, kabut mulai memudar, dan Arlen bisa melihat bayangan Finn dan Erland di kejauhan. Mereka saling menatap, dengan tekad yang lebih kuat dari sebelumnya.
Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, mereka disambut oleh sosok berjubah yang berdiri di depan mereka. Sosok itu tersenyum, tatapannya penuh misteri.
“Kalian berhasil melewati ujian pertama. Tetapi, perjalanan kalian baru saja dimulai,” katanya dengan nada tenang.
Arlen, Finn, dan Erland saling bertukar pandang, menyadari bahwa mereka telah berhasil, tetapi tantangan yang lebih besar masih menunggu mereka.