Mengisahkan tentang perjalana kehidupan seorang anak bernama Leonel Alastair yang berasal dari keluarga Von Adler. Kecintaannya pada musik klasik begitu melekat saat dia masih kecil, demi nama keluarga dan citra keluarganya yang sebagai musisi.
Leonel menyukai biola seperti apa yang sering dia dengarkan melalui ponselnya. Alunan melodi biola selalu membawanya ke masa masa yang sangat kelam dalam hidupnya.
Namun perlahan seiringnya waktu berjalan, kehidupan dan minatnya berubah. Dengan bantuan seorang kakak angkat Raehan dia memiliki tujuan baru, dengan tujuan tersebut dia bertemu seseorang yang menempati hatinya.
Bromance!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29: "Pengakuan yang Tertunda"
Setelah beberapa tahun menjalani kehidupannya yang baru, Leonel mulai merasakan kebahagiaan yang tulus. Meski kesibukan sebagai penulis dan pembicara publik sering kali menyita waktu dan tenaga, ia kini menjalani hidup dengan penuh makna. Julian, seperti biasa, selalu berada di sisinya, mendukung dan menyemangatinya di setiap langkah yang ia tempuh.
Suatu malam, setelah menyelesaikan acara talkshow di salah satu stasiun televisi, Leonel dan Julian duduk di sebuah kedai kopi kecil di sudut kota. Mereka duduk di dekat jendela, menatap jalan yang mulai lengang dan lampu-lampu kota yang berkelap-kelip.
“Terima kasih, ya, Jul,” kata Leonel tiba-tiba, matanya terpaku pada secangkir kopi hangat di depannya.
Julian tersenyum kecil, menatap Leonel dengan penuh perhatian. “Untuk apa? Aku nggak ngelakuin apa-apa, Nel. Kamu yang sudah berhasil sejauh ini karena kerja kerasmu sendiri.”
Leonel menggeleng. “Nggak, Jul. Kamu selalu ada di setiap langkah yang aku ambil. Tanpa kamu, mungkin aku masih terjebak di masa lalu, nggak pernah bisa keluar dari bayangan itu.”
Suasana di antara mereka menjadi sunyi. Hanya ada suara musik lembut yang mengalun dari speaker kedai kopi itu. Julian tampak sedikit ragu sebelum akhirnya mengambil napas panjang dan berkata, “Nel, sebenarnya ada sesuatu yang ingin aku sampaikan.”
Leonel menoleh, menatap Julian dengan alis terangkat, merasa penasaran.
“Aku… sudah lama ingin bilang, tapi selalu ragu,” lanjut Julian, suaranya sedikit bergetar. “Sejak awal, aku bukan hanya ingin menjadi temanmu, Nel. Aku punya perasaan yang lebih dari itu. Aku mencintaimu.”
Kata-kata itu membuat Leonel terdiam. Ia merasakan dadanya berdebar kencang. Meski ia selalu merasakan ada ikatan khusus di antara mereka, ia tidak pernah menduga Julian akan mengungkapkannya secara langsung.
“Jul…” kata Leonel dengan suara pelan. Namun, Julian mengangkat tangannya, seolah meminta Leonel untuk mendengarkannya sampai selesai.
“Enggak apa-apa kalau kamu nggak merasakan hal yang sama. Aku hanya ingin kamu tahu, apa pun yang terjadi, aku akan selalu ada buat kamu. Ini bukan tentang aku ingin lebih, tapi karena aku ingin kamu tahu bahwa ada seseorang yang akan selalu mendukungmu tanpa syarat.”
Leonel terdiam sejenak, merasakan campuran emosi yang sulit diungkapkan. Ia kemudian mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Julian dengan lembut.
“Jul, aku juga mencintaimu,” katanya dengan lirih, namun penuh keyakinan. “Aku hanya terlalu takut untuk mengakui perasaanku sendiri. Kamu adalah rumah yang selalu aku cari, tempat di mana aku bisa merasa aman dan diterima.”
Wajah Julian perlahan berubah menjadi senyuman yang tulus. Kedua mata mereka bertemu, dan di saat itu, mereka merasa tidak ada lagi yang perlu dikatakan. Kata-kata telah diungkapkan, perasaan mereka kini saling memahami tanpa perlu penjelasan lebih lanjut.
Hubungan Leonel dan Julian berkembang menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan. Mereka saling mendukung dalam karier dan kehidupan sehari-hari, menjalani segala hal dengan kepercayaan dan pemahaman yang mendalam.
Bersama, mereka menghadapi segala tantangan yang ada—dari kritikan publik, tekanan media, hingga hambatan-hambatan lainnya. Namun, semua itu terasa ringan karena mereka saling memiliki. Setiap langkah yang mereka ambil, mereka hadapi dengan keberanian dan cinta yang tulus.
Leonel akhirnya menemukan arti kebahagiaan sejati. Meski bayangan masa lalu sempat menghantui, kini ia telah bebas. Dengan Julian di sisinya, ia tahu bahwa ia tidak hanya menciptakan masa depan yang lebih cerah untuk dirinya sendiri, tetapi juga bagi orang yang ia cintai.
Epilog: Cahaya yang Abadi
Bertahun-tahun kemudian, Leonel menulis sebuah buku baru yang ia dedikasikan untuk Julian. Buku itu berjudul Cahaya di Tengah Bayangan, sebuah kisah tentang perjalanan hidupnya yang penuh liku, tetapi berakhir dengan cahaya harapan yang abadi.
Buku itu menjadi karya yang sangat berarti, tidak hanya untuk Leonel, tetapi juga untuk ribuan orang yang terinspirasi oleh kisahnya. Setiap lembar dari buku itu mengisahkan tentang keberanian, cinta, dan kebebasan dari belenggu masa lalu.
Di suatu pagi yang cerah, Leonel dan Julian berdiri di tepi pantai, menatap matahari yang terbit dengan senyum di wajah mereka. Masa depan adalah misteri, tetapi bagi mereka, selama mereka bersama, tidak ada hal yang tidak mungkin. Mereka tahu bahwa cinta yang mereka miliki akan selalu menjadi cahaya yang menuntun mereka, bahkan di bawah bayangan yang paling gelap sekalipun.
Dengan harapan yang besar dan cinta yang mendalam, mereka melangkah menuju masa depan yang indah, bersama, selamanya.