Kesalah pahaman dua sahabat lama membuat putri salah satu di antara mereka harus menanggung derita. Ratia, putri dari keluarga Atmojo yang trus di kejar dan harus di habisi oleh keluarga Baskoro.
Ratia kecil terpaksa di sembunyikan di sebuah negara, di mana hanya kakeknya saja yang tau. Bertahun-tahun di cari, keberadaan Ratia tercium. Namun dengan cepat kakeknya menikahkan Ratia pada keluarga yang kaya dan berkuasa. Ternyata hal itu membuat Ratia semakin menderita, Aksara memiliki banyak wanita di hidupnya. Perlakuan tidak menyenangkan trus Ratia dapatkan dari suaminya itu. Dengan kecantikan dan kecerdasan yang dimiliki Ratia dia berhasil meluluhkan hati sang suami, namun Ratia terlanjur membenci suaminya Aksara. Rasa benci Ratia pada sang suami dan keluarganya membuat dia ingin mengakhiri hidup. Namun dengan segala cara Aksara mencegah hal itu, dan membuat Ratia luluh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rickaarsakha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabar Baik
Pada akhirnya kekhawatiran Kusuma terhadap kondisi Ratia hilang, bayangan hal buruk itupun seketika sirna hanya menyisahkan kerinduan yang begitu dalam. Telepon Erina tadi pagi membuat kelegaan begitu terdengar di helaan nafas Kusuma.
"Tuan, ini Erina. Noda muda saat ini dalam kondisi yang sangat baik, perkembangan intelektualnya begitu pesat. Maaf baru bisa menghubungi tuan sekarang. Sebentar lagi saya akan mengirim beberapa foto nona muda tuan." Kata-kata Erina trus berputar di ingatan Kusuma, bertahun-tahun menunggu dalam kecemasan akhirnya kabar yang di tunggu pun datang sesuai dengan harapan dan doa-doa yang trus ia panjatkan pada yang Kuasa. Trus ia tatap benda pipih di tangannya itu, tak sedikitpun pandangannya berpindah. Terasa amat lama ia menunggu Erina mengirim foto-foto sang cucu.
"mana Erina, kenapa lama sekali?" karna tidak sabar menunggu, Kusuma kembali menelpon.
"Sebentar tuan, kami sedang dalam perjalanan"
"Perjalanan, kalian mau kemana?"
"Hari ini kami ada jadwal ke dokter gigi tuan, tidak ada masalah hanya pemeriksaan rutin"
"Oh baiklah, jangan terlalu lama"
''Baik tuan" Sambungan telepon pun langsung di putus. Lagi-lagi masih harus menunggu. Ia berjalan bolak-balik di ruangan itu, sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah senyum.
Beberapa saat menunggu akhirnya hp milik Kusuma pun berdering.
"ini tuan foto-foto nona muda, tuan bisa menelpon setelah nona pulang sekolah"
Beberapa Foto yang di kirim Erina membuat Kusuma begitu terpaku, bagaimana tidak di umur yang masih belasan tahun Ratia tampak begitu cantik dan sudah cukup tinggi.
Ia trus memandang foto-foto tanpa ia sadari waktu sudah menunjukkan tengah hari.
"Tuan, apa tuan ingin makan siang di rumah atau di luar saja?" salah satu pelayan menghampiri Kusuma.
"Dimana istriku apa dia tidak di rumah?" Kusuma yang begitu bahagia mendapatkan kabar dari sang cucu, seketika lupa dengan orang-orang yang ada di rumah.
"Tidak tuan, nyonya keluar bersama nyonya Dewi sedari pagi?"
"Siapkan mobil, saya akan pergi"
"Baik tuan"
Dengan cepat Kusuma menaiki mobil bersama dengan seorang sopir.
"Kita ke arah mana tuan?" sang sopir yang belum mendapatkan perintah terpaksa bertanya ke mana tujuan mereka pergi.
"Kita susul Wira!" dalam suasanya yang begitu terik, mobil mereka membelah jalanan. Suasana hati yang begitu bahagia membuat Kusuma lupa untuk hanya sekedar mengisi perutnya di siang ini.
"Tuan apa kita tidak berhenti, saya pikir tuan belum makan siang ini?" sesungguhnya sang sopirlah yang sudah lapar.
"Nanti saja, kita harus cepat sampai!" Kusuma kembali diam dan masih menatap layar hp miliknya itu.
Hampir setengah jam mereka menempuh perjalanan, akhirnya tiba di sebuah gedung yang cukup besar.
"Carilah makan, saya akan masuk kedalam" tanpa menunggu jawaban sopirnya Kusuma langsung melangkah masuk. Setiap orang yang melihat kedatangan Kusuma langsung menunduk penuh hormat. Dari kejauhan seorang wanita berlari memasuki sebuah ruangan. Tak lama Wira keluar dengan tergesa-gesa, dan berjalan cepat ke arah sang ayah.
"Tidak perlu menyambut ayah begini" Wira yang cukup terkejut atas kedatangan ayahnya yang tanpa memberitahu terlebih dahulu.
"Cepat kita masuk ke ruangan mu, ada hal yang ingin ayah tunjukan"
Wira hanya menggangguk lalu berjalan cepat.
"Lina kamu boleh keluar, dan pastikan tidak ada yang boleh masuk selama ayah di sini" Ucap Wira pada sekretarisnya itu.
"Ada apa yah, kenapa harus kesini. Ayahkan bisa membicarakannya di rumah?" Ucap Wira memulai pembicaraan.
"Lihat ini!" ayah melempar Hp miliknya.
"Ra-ratiaaa?" tanpa di sadari mata Wira mulai mengembun, membuat tetesan air mata jatuh tanpa ia sadari.
"Bagaimana, apa perasaan mu sudah lebih baik?" Kusuma tau selama ini Wira trus merasa bersalah.
"Kapan kita bisa menelponnya yah?" Wira yang sudah tidak sabar untuk mendengar suara Ratia, yang sudah sangat lama ia rindukan itu.
"mungkin nanti malam Erina menelpon"
"Apa ayah sudah memberitahu pada yang lain?"
"Belum, biarlah nanti malam saja. Hanggoro tidak akan fokus bekerja, bisa-bisa nanti mereka memaksa untu segera menelpon Erina"
"kenapa ayah tidak langsung menelpon dan bicara langsung dengan Ratia?" pertanyaan Wira membuat Kusumo terdiam, ia terlalu takut mendengar ucapan apa yang akan di katakan cucunya nanti.
"Ayah sudah mendengar suaranya, sewaktu Erina menelpon tadi''
"apa, dia bicara apa yah?"
"Sepertinya, dia tidak tau jika Erina sedang menelpon ayah. Tadi ayah dengar dia bicara sama pak Muh, suara tawanya begitu bahagia Wira. Ratia sudah beranjak remaja, apa yang ada di pikirannya tentang kita nanti?" pada saat ini Wira tak mampu mengatakan apapun. Pikiran Wirapun tidak kalah takutnya, bahkan sampai saat ini keputusan untuk tidak memiliki anak trus ia pegang. Pada awalnya sang istri tidak menyetujui hal ini, tapi melihat keadaan Ratia mau tidak mau ia harus mengikuti rencana Wira.
"oh iya yah, apa orang tuanya mbk Dewi belum ayah kasih tau juga?"
"Belum hanya ayah dan kamu yang tau"
"Sebaiknya ayah cepat menelpon pak Harjo, biar dia sehat. Ayah tahu sendirikan pak Harjo sudah sering sakit-sakitan" Kusuma mengangguk, benar yang di katakan Wira akan lebih baik jika kabar yang membahagiakan ini secepatnya di ketahui sang besan.
"Hallo pak Harjo" Suharjo yang dengan cepat merespon panggilan dari sang besan, tidak mungkin jika bukan hal yang sangat penting Kusuma menelponnya langsung.
"iya hallo ada apa pak" dengan nafas yang memburu Suharjo bertanya.
"Ratia baik-baik saja, Erina dan pak Muh sudah menghubungi saya"
"Apa itu benar pak?"
"Tentu saja, akan saya kirim foto-foto cucu kita pada Cipto dan mungkin beberapa hari lagi pak Harjo bisa menelpon sendiri"
"i-iya pak terimakasih" terdengar di ujung telpon Suharjo memanggil istrinya dengan bahagia.
"ya sudah ayah akan pulang, jangan terlambat untuk makan malam!"
Kusuma langsung beranjak kembali pulang. Kembali mobil milik Kusuma memecah jalanan yang masih terasa panas, di siang menjelang sore ini.
Sesampai di rumah sang istri dan menantunya sudah menunggu di rumah.
"ayah dari mana, tidak biasanya keluar rumah siang hari?" Dewi tentu saja heran, pasalnya tadi pagi wajah Kusuma penuh ketegangan. Sangat berbeda dengan siang ini, senyum begitu merekah di wajahnya.
"keluar sebentar cari angin, kalian dari mana saja?"
"Hanya sedikit berbelanja, Hanggoro sebentar lagi akan pergi keluar negeri rencananya kami bertiga akan ikut."
"untuk apa kalian bertiga ikut, akan membuat repot saja!"
"Loh ayah bagaimana sih, kami kan sudah bertahun-tahun tidak pergi liburan. Semenjak kelahiran Ra.." ibu Kartika tidak melanjutkan kalimatnya takut jika sang menantu kembali bersedih.
"Pokoknya kami akan ikut semua!!"
"Terserah kalian sajalah." ucap Kusuma berjalan hendak masuk ke kamarnya.
"Ayah nanti malam Dewi sama mas Hanggoro mau pamit kerumah orang tua Dewi, sudah lama tidak kesana."
"Tidak bisa, nanti malam ada yang harus ayah sampaikan mengenai Ratia!!" tandas Kusuma lalu pergi begitu saja.
Mendengar hal itu, Dewi hanya diam dadanya berdetak kencang. Pikirannya pun menerawang apa yang terjadi pada putrinya itu?.
double up