SEASON 2 NOT CONSIDERED
Melewati masa kritis karena tragedi yang menimpanya, membuat seorang Elina trauma pada penyebab rasa sakitnya. Hingga dia kehilangan seluruh ingatan yang dimilikinya.
Morgan, dia adalah luka bagi Elina.
Pernah hampir kehilangan, membuat Morgan sadar untuk tak lagi menyia-nyiakan. Dan membuatnya sadar akan rasa yang rupanya tertanam kuat dalam hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WILONAIRISH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 21
“El, bukannya kemarin kita udah lebih dari sekedar kenal. Lo juga keliatan nyaman sama gue, sekarang kenapa?” tanya Morgan yang masih tak percaya pada sikap Elina yang seolah tarik ulur padanya.
Elina kembali menghembuskan nafasnya dengan kasar. “Please Gan, jangan inget yang kemarin. Kita udah gak ada di sana sekarang, yang ada sekarang. Gimana hubungan kita sekarang, yang sebenarnya nyata.” Tukas Elina dengan penuh penekanan.
Ia ingin Morgan memahami keinginannya untuk tak lagi ada hubungan dengan pria itu. Mungkin kemarin ia sempat nyaman dengannya, namun mengingat ia yang merasa janggal jika berada di dekat Morgan. Juga larangan orangtuanya, Elina menjadi sadar kalau ia dan Morgan memang tak bisa untuk sekedar dekat.
Apalagi jika mengingat Morgan sebenarnya adalah mantan kekasihnya, yang katanya pernah menyakitinya. Ia tak mau dendam atau apapun pada Morgan, namun rasanya akan lebih baik jika menghindari biang rasa sakit dan hatinya yang tampaknya memang pernah Morgan lukai.
Morgan tersentak, Elina yang ada di hadapannya tak lagi seperti Elina yang pernah ia kenal dulu. Morgan menatap Elina dengan lekat, mencari Elina yang dulu yang tak pernah sanggup menyakiti perasaannya.
Namun semuanya sia-sia, Morgan tak lagi menemukan Elina nya yang dulu. Elina nya sudah pergi entah kemana, tapi satu hal yang pasti. Elina nya yang dulu pergi karena sikap dan kelakuannya.
Morgan mengangguk paham, berusaha untuk mengerti apa keinginan Elina saat ini. “Lo merasa terganggu sama kehadiran gue?” tanya Morgan guna memastikan keputusannya lagi.
Elina mengangguk mantap. “Sorry, Gan gue mesti jujur. Gue gak nyaman ada lo di sekitar gue. Jadi tolong ngertiin posisi gue untuk saat ini. Gue gak mau berdebat sama lo.” Ujar Elina menatap lekat Morgan.
Morgan mengangguk lagi. “Oke gue akan batasi interaksi sama lo, tapi izinin gue buat tetep bisa main ke rumah lo.” Ujar Morgan meminta pada Elina untuk bisa selalu melihat Elina dari jarak dekat.
Elina mengangguk. “Terserah lo, gue gak bisa larang juga kalau Mama gue ngizinin.” Ujar Elina yang memang tahu kalau mamanya mengizinkan Morgan untuk datang ke rumahnya. Dan ia pun tak mungkin melarang Morgan, karena bukan hak Elina sepenuhnya.
Elina berniat kembali ke tempat di mana Rozer berada, karena sepertinya Morgan sudah selesai berbicara dengannya. Namun tangannya terasa dicekal oleh Morgan saat ia hendak melangkahkan kakinya.
“Kenapa?” tanya Elina menatap Morgan yang sepertinya belum selesai berbicara dengannya.
“Tentang perasaan lo ke cowok itu. Lo beneran suka?” tanya Morgan menatap lekat Elina, ia berharap jawaban Elina adalah tidak. Karena rasanya hatinya akan terasa sesak jika Elina membenarkan hal itu.
Elina terdiam sejenak, tampak berpikir. “Ehm mungkin” jawab Elina kemudian berlalu pergi meninggalkan Morgan yang kebingungan dnegan jawaban yang Elina berikan untuknya.
“Apa maksudnya mungkin, bisa saja iya?” gumam Morgan bertanya pada dirinya sendiri.
Dan hal itu membuat Morgan merasa terbakar cemburu seketika, ada rasa kecewa juga disana. Entah mengapa dadanya juga merasa sesak, tercekat.
Morgan pun memutuskan untuk mengikuti Elina, kembali ke tempat mereka. Ia dapat melihat dengan jelas keduanya tampak sudah saling bersenda gurau, terlihat seperti pasangan yang bahagia. Dan tak dapat dipungkiri, ia cemburu melihat itu.
Rasanya ingin menyingkirkan pria itu dari hadapan Elina. Morgan dapat melihat dengan jelas bagaimana kedekatan Elina dan Rozer. Jika sebelumnya hanya dari jarak jauh, kini dari jarak yang begitu dekat rasanya juga lebih menyesakkan saat secara langsung.
Morgan masih ingin mengamati mereka dari tempatnya saat ini. Ia ingin memastikan kalaupun nanti harus melepaskan Elina, wanitanya itu akan berada ditangan yang tepat.
Meskipun ia tak akan melepaskan Elina sama sekali, selama ia masih bisa terus berusaha mendapatkan Elina kembali.
Elina masih terlihat bercanda bersama Rozer, sampai tak mengingat akan keberadaan Morgan. Atau memang tak ingin tahu menahu terkait urusan apapun tentang Morgan. Entahlah.
"El, besok ada acara?" tanya Rozer setelah mereka menghentikan tawa mereka.
Elina menggeleng, tak ada acara apapun yang harus diikutinya besok. "Kenapa?" tanya Elina dengan raut penasarannya.
"Gue mau ajak lo keluar, makan di luar." Ujar Rozer mengulas senyumannya.
Elina membalas senyuman itu, dan mengangguk pelan. "Boleh, gue gak ada acara apa-apa besok." Elina tampak tak keberatan dengan ajakan Rozer itu.
Sejak diberikan nasehat oleh mamanya, Elina menjadi lebih berusaha untuk menghargai apapun perhatian dan usaha yang Rozer tunjukkan untuknya.
Rozer tersenyum senang, mendengar jawaban Elina. Ia merasa Elina sudah mulai menerima kehadirannya. Tak seperti sebelumnya, Elina yang seperti menjaga jarak dan belum seramah sekarang padanya. Meskipun dulu, Elina juga baik kepadanya, tapi sekarang tampak lebih lebih lagi.
Sementara Morgan, ia mendengar semuanya itu. Pria dengan perawakan tinggi dan tegap itu hanya mampu mengulas senyuman getir. Elina melupakannya, dan sekarang tengah coba didekati pria lain. Sementara dirinya tak bisa melakukan apa-apa untuk menghentikan semua itu.
Rasanya Morgan ingin menyalahkan takdir, namun mengingat semua sikap buruknya. Rasanya ia terlalu egois jika menyalahkan semua yang terjadi saat ini. Karena pada dasarnya, kesalahan itu berawal dari dirinya sendiri.
Morgan berniat untuk kembali bergabung bersama Elina dan Rozer. Namun tangannya terasa dicekal oleh seseorang.
"Jangan ganggu mereka." Tukas sebuah suara, yang rupanya Bianca.
Morgan menghempaskan tangan Bianca dengan kasar. "Bukan urusan lo" ketus Morgan tak ingin Bianca ikut campur pada urusannya dan Elina.
"Lo liat El udah bahagia sama Rozer. Jadi jangan coba ganggu kebahagiaan sahabat gue, kalau memang lo sayang sama El. Jangan ganggu mereka." Tegas Bianca dengan nada memperingati.
Membuat Morgan terdiam sejenak, kemudian menatap Bianca tajam. "Itu bukan urusan lo" Ujar Morgan dengan dingin. Kemudian berlalu menyusul Elina dan Rozer.
"Ngeselin banget sih" gumam Bianca dengan kesal.
"Lagian lo terlalu ikut campur, Bi" ujar Viola yang baru datang, ia tadinya mengambil minuman untuk mereka sebelum menyusul Bianca ke halaman belakang.
"Hiss bilang aja karena lo masih dukung El sama Morgan" ketus Bianca mengambil minumannya di tangan Viola, setelah sahabatnya itu menyodorkan padanya.
"Gue gak dukung siapapun, gue cuma mau El bahagia. Terlepas dengan siapapun nantinya, Bi" jelas Viola menatap kearah Elina yang tengah duduk bersama dua pria yang sama-sama sedang memperjuangkan sahabatnya itu.
Bianca menghela nafasnya kasar. "Gue juga mau El bahagia. Tapi rasanya gua gak rela, gimana Morgan udah nyakitin El. Gue masih gak terima." Ujar Bianca menatap Elina dengan sendu.
Viola menepuk pundak Bianca pelan. "Lo perlu belajar berdamai sama semuanya, Bi. Perilaku orang lain itu diluar kendali, kita. Kalo lo selalu mempermasalahkan hal-hal kayak gitu, mungkin semua orang bisa-bisa lo jadiin musuh lo." Jelas Viola dengan kalimat sarkasnya. Membuat Bianca diam seketika.
Next .......