"Mengemislah!"
Awalnya hubungan mereka hanya sebatas transaksional diatas ranjang, namun Kirana tak pernah menyangka akan terjerat dalam genggaman laki-laki pemaksa bernama Ailard, seorang duda beranak satu yang menjerat segala kehidupannya sejak ia mendapati dirinya dalam panggung pelelangan.
Kiran berusaha mencari cara untuk mendapatkan kembali kebebasannya dan berjuang untuk tetap teguh di tengah lingkungan yang menekan dan penuh intrik. Sementara itu, Ailard, dengan segala sifat dominannya terus mengikat Kiran untuk tetap berada dibawah kendalinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lifahli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Didalam Mobil
...Happy reading!...
...•••...
Kirana manut kata perintah, ia belum bisa bekerja sepenuhnya menjaga Rose karena ibu Tiara masih mengingini cucunya tinggal bersama dengan Oma dan opanya. Perjanjiannya selama satu minggu dan setelah itu, Ailard berhak membawa putrinya pulang sepenuhnya.
"Nanti Kiran bisa datang kemari Jika ibu telepon ya?"
Kiran mengangguk pelan, "Kiran pasti datang Bu, karena ini bagian dari pekerjaan Kiran."
"Terimakasih."
Setelah pertemuan yang berlangsung dengan lancar itu, Ailard memutuskan untuk segera pergi ke kantornya.
"Papa kerja dulu ya sayang," ucapnya begitu manis, tak lupa kecupan lembut mendarat di pipi gembul milik Rosemary.
Mereka melangkah menuju mobil, dan meninggalkan pelataran rumah itu. Sepanjang perjalanan, Ailard tidak membuka suara dan Kiran pun juga tidak membuka suara. Ia mengikuti Ailard, jika diperintah barulah ia membuka suara.
Sampai di perusahannya atau lebih tepatnya kantor utama Wiratama Group, setengah jam lebih cepat, tentu Ailard memiliki maksud lain. Ia sengaja memarkirkan mobilnya didalam parkiran basement, tempat yang lebih privasi yang terkhusus untuk keluarga dan rekan-rekan pentingnya.
Ailard tampaknya sengaja memilih tempat ini, dan Kiran tidak bisa mengabaikan kecurigaannya. Ia mencoba tetap tenang, namun gerakan tangannya yang menggenggam erat tali tas menunjukkan kegelisahannya.
Ailard mematikan mesin mobil dan melirik ke arah Kiran dengan senyum tipis yang sukar diterjemahkan. "Kamu tahu kenapa kita sampai lebih cepat, bukan?" tanyanya dengan nada rendah, hampir berbisik.
Kiran menggeleng pelan, meskipun hatinya mulai memikirkan berbagai kemungkinan. "Tidak, Mas," jawabnya hati-hati.
Ailard mendekatkan diri sedikit, tatapannya intens. "Benarkah?" Ia terkekeh pelan, "sepertinya kita harus mempraktikkannya langsung ya sayang."
"Mas Ailard," Kiran berusaha menjaga suaranya tetap tenang, "kenapa harus ditempat yang seperti ini?"
Ailard mengangkat alisnya, tampak sedikit terhibur dengan pertanyaan Kiran, "atmosfer baru, kamu harus terbiasa bersama saya seperti ini, mengerti?"
"Mas, aku akan melakukannya tapi aku mohon, jangan ditempat yang seperti ini. Bagaimana kalau ada orang lain yang lihat? Nanti bisa jadi skandal dan kamu pasti dalam masalah besar."
Ailard menatap Kiran dengan tatapan dingin, kemarahannya semakin terlihat jelas. "Kamu mulai berani menolak, ya?" katanya dengan nada rendah yang mengancam. "Jangan pikir kamu bisa menawar atau menunda apa yang saya inginkan."
Kiran menelan ludah, jantungnya berdebar kencang. Ia tahu harus berhati-hati dalam situasi ini. Ailard adalah pria yang terbiasa mendapatkan apa yang diinginkannya, dan menolak bukanlah pilihan yang mudah.
"Mas Ailard, aku bukan menolak. Aku hanya ingin menjaga reputasi Mas. Aku hanya ingin memastikan tidak ada yang akan merugikanmu," kata Kiran dengan nada yang hati-hati, berharap bisa menenangkan ego Ailard.
"Skandal dan reputasi? Bahkan tempat ini tidak bisa dimasuki sembarang orang, Kiran," ucap Ailard dengan suara rendah, tubuhnya mendekat dengan perlahan. Tanpa peringatan, ia menci*m tengkuk Kiran dengan lembut, seolah-olah itu adalah hal yang biasa ia lakukan, dan memang Kiran akan terbiasa juga.
Kiran mengejang, merasakan napas Ailard yang hangat di kulitnya. Tangannya secara refleks mencengkeram tali tas lebih erat, tapi ia tetap berusaha menjaga ketenangannya. "Mas Ailard," suaranya hampir berbisik, bergetar halus, "tolong, jangan seperti ini..."
Ailard mengabaikan permohonannya. "Nikmati saja Kirana Cahyaning!"
Tangan kekar Ailard mulai bergerak turun memasuki pakaiannya dibawah sana, membuat Kiran semakin tak nyaman.
"Mas Ailard, kumohon... ini salah," ucap Kiran dengan nada terputus-putus, matanya memohon agar Ailard mau menghentikan tindakannya. "Tolong... jangan lakukan ini disini."
Ailard tak mendengarkan. Dia seolah merasa berhak atas tubuh Kiran, dan semakin memasuki tangannya dibawah pakaiannya tanpa memedulikan penolakan yang tampak jelas di wajah perempuan itu.
"Mas..."
"Tubuhmu tidak bisa menolak Kiran, jangan munafik dan sok suci. Kamu tidak lain hanyalah perempuan rendahan yang butuh uang!"
Ya, benar sekali. Ialah perempuan itu, perempuan yang menjual tubuhnya untuk ditukar dengan uang dalam jumlah besar. Ini adalah harga yang harus ia bayar mahal juga, untuk memberikan kesenangan dan kenikmatan kepada pria bedebah ini. Tidak peduli seberapa terlihat menyedihkan dirinya, ia sendiri yang memilih jalan ini. Buktinya ia bisa membayar hutang tepat waktu dan para penagih itu tidak lagi berkoar.
Kirana menetralkan degup jantungnya, ia memberanikan diri naik keatas pangkuan Ailard, ia menantang pria ini dengan tatapan yang tegas.
Ailard tertegun sejenak sebelum senyuman tipisnya tercipta, ia suka dengan perempuan patuh seperti ini. "Tapi saya tidak akan membiarkan kamu mendominasi!" Ailard mencium bibir Kiran begitu rakus, sang empu sama halnya membalas cecapan nakal dan penuh gairah dari pria itu. Tangannya bergerak mengalungi lehernya dan ia mendesah panjang kala bibir Ailard menyentuh naf*u leher jenjangnya.
"Baru beberapa hari tapi kamu sudah mahir seperti ini Kiran...hahhh..." Kiran yang kini berbalas menghabisi tengkuk pria ini, menyentuhnya dengan godaan tangannya yang bergerak lihai menari diatas kulitnya yang tegang karena urat-urat nya menonjol.
Pancingan panas perempuan ini mampu membangkitkan adik kecilnya yang tampak begitu sesak dibawah sana, meronta-ronta kala gesekan halus milik perempuan ini terasa ngilu menyentuh sisi paling sensitifnya.
Tentu saja pria ini mengeluarkan miliknya yang sudah tegang, sudah siap menggempur sarang milik perempuan yang sudah belajar nakal ini. Saat ia menggesekkannya, Kiran berhenti menggoda dada bidangnya yang kini telah terekspos akibat tangan tidak tahu dirinya yang membuka dasi dan tiga kancing teratas Ailard.
Tetapi Ailard, Begitu ia berkuasa, ia tidak serta merta langsung memasukinya melainkan ingin membuat perempuan ini mengemis padanya untuk dibawa dalam kenikmatan duniawi. Kala jari-jemari tangannya menggoda disana, hingga berhasil membuat Kiran menggelinjang hebat penuh intuisi.
"Uhh...Mas... tolong jangan begini!"
"Try Begging, Kiran!" (Mulailah mengemis, Kiran!)
Kirana tak kuasa menahan rintihan suara mendayu nya kala benda itu bergesekan dengan titik sensitifnya dibawah sana yang masih terbungkus dengan kainnya, sungguhan pria ini ingin membuatnya memohon habis-habisan kala ia tetap tak mau mengemis padanya.
Bukan hanya memainkan miliknya yang sengaja digesekan kencang dibawah sana akan tetapi pakaian atasnya mulai dibuka hingga dada Kiran kentara terlihat tepat didepan wajah pria itu, dengan gerakan gemulai tangan berototnya membuka kain yang menutupinya hingga miliknya yang sudah menegang itu terkespos bebas dihadapannya.
Tak butuh izin dari sang pemilik tubuh kala sapuan hangat membasahi kedua bongkahan itu bergantian, gerakan menekan yang dilakukannya juga kala kedua tangannya tak dibiarkan menganggur. Satu tangan memainkan inti tubuhnya dibawah sana, sedang yang satunya memegang diantara kedua benda yang tak terlalu besar itu, meremasnya kuat-kuat hingga sang empu mendes*h tak karuan.
"Sampai mana kamu bertahan hmm? Sudah sebasah ini Kirana. Saya tidak suka dibuat menunggu, kamu harus tahu itu." Dan kali ini Ailard lebih membuat Kiran merasa tak berdaya, ia yang tadinya berusaha bertahan akhirnya menyerah dan mengikuti ritme permainan pria ini dibawahnya. Kiran tidaklah mendominasi tetapi Ailard lah yang harus menguasainya, karena pria ini tak suka tempatnya di rampas bahkan dalam hal be*cinta sekalipun.
"Aku mohon Mas, eungh...iya aku gak tahan..." Kala ia akhirnya memohon Ailard belum juga melakukan aksinya yang lebih dalam, ia masih ingin mendengar rintihan kecil dari mulut perempuan ini.
"I really beg you, Mas..." (Aku benar-benar mohon padamu).
"Bagus, perempuan seperti kamu memang harus tahu posisi. Saya tidak mau lagi memberitahu, kamu harus terbiasa selama kamu bersama saya."
"Iya Mas."
Pria ini tidaklah berbohong. Setelah ucapannya selesai, ia menggempur Kiran dengan miliknya dibawah sana yang sudah menyatu dengan surga duniawi milik pacar gelapnya ini, kala kain segitiga yang menutupinya itu di sisihkan kesamping.
"Uh..."
Tangan satunya yang berpangku pada pinggangnya kini bergerak menundukkan kepala Kiran. Dalam pandangannya yang semakin kabur, pria itu terus-menerus menatapnya seolah-olah ingin membuatnya melihat dengan jelas siapa yang memberinya kenikmatan.
Ketika tubuhnya bergetar, daging kecil di dadanya ikut mengeras diantara kulit dada bidang Ailard yang tersentuh. Jari pria itulah yang memainkan kembali daging tebal itu.
Memutar, menekan, menggulung, dan menggoda… dia telah menyiksa titik-titik sensitifnya yang semakin meningkat dengan berbagai cara sementara bagian bawahnya terus digempur miliknya yang terasa membesar dalam perut Kiran.
"Ha-uhk! "
Suara daging basah yang beradu terus memenuhi dalam mobil, dan e*angan pelan terdengar di sela-selanya disertai napas yang kasar.
Kiran tentu butuh waktu untuk menemukan ritme napasnya. Sensasi milik pria yang kuat ini bergerak masuk dan keluar darinya, perasaan yang telah ia alami berkali-kali selama hampir satu minggu ini, dan ia akan terbiasa setidaknya sampai hutang-hutang keluarganya, lunas serta ia memiliki uang simpanan yang cukup banyak.
"Ah…"
Dengan setiap dorongan ringan dari pria itu, anggota tubuhnya perlahan kehilangan kekuatan. Pada akhirnya, lengannya, yang sebelumnya melingkari lehernya dengan kuat terkulai lemas jika saja pria ini tidak memeluk tubuhnya.
Erangan menggaung bagaikan dua binatang yang sedang bir*hi. Ya, memang mereka terlihat seperti binatang, ah lebih tepatnya seperti musang jantan dan betina yang sedang bir*hi.
Kerusuhan didalam mobil itu tentu saja tidak menganggu siapapun, bahkan guncangan yang tiada henti sebab dua manusia itu berg*mul tidak bisa menarik perhatian siapapun.
"Ahhh..." Erangan kuat berteriak dari bibir Kiran kala mereka klimaks bersama-sama. Itu hanya untuk yang pertama dan sayangnya Kiran harus menunggu lebih lama lagi kala Ailard masih memiliki waktu sebanyak seperempat jam.
•••
Tentu saja tubuh Kiran lemas sekali setelah digempur pria itu, bukan hanya sekali melakukannya di mobil namun berlanjut di sofa ruang kerja pribadinya, dengan mudahnya pria itu meminta penambahan waktu selama setengah jam pada sekretarisnya agar diatur, semata-mata hanya untuk mengenyangi dahaga nafsunya.
Kiran diizinkan nya tertidur didalam kamar khusus, sampai menjelang siang ia dibangunkan pria itu dengan sentuhan lembut di pipinya.
"Nyaman sekali tidur sampai siang, ya?" Ailard berkomentar dengan nada datar.
"Mas... maaf, aku benar-benar minta maaf," Kiran menjawab dengan suara pelan, melirik jam yang sudah menunjukkan pukul dua belas siang.
"Temani saya makan siang," ucap Ailard singkat sebelum bergegas keluar kamar tanpa menunggu responsnya.
Kiran menghela napas panjang sebelum bangkit dari tempat tidur. Ia menuju kamar mandi untuk menyegarkan wajahnya. Setelah merasa lebih baik, ia keluar dan mendapati Ailard sedang menatap layar ponselnya. Kiran berhenti sejenak, menatap pria itu.
"Saya benci melihat kamu lamban seperti itu!" Suara Ailard memecah keheningan, membuat Kiran segera mendekat. Ia menundukkan kepalanya, meminta maaf sekali lagi.
"Duduklah, kamu perlu makan untuk mengisi tenaga. Bagaimanapun, bercinta membutuhkan banyak energi, bukan?"
"Iya Mas."
Kiran menuruti perintah Ailard dan duduk di meja makan kecil di ruang pribadinya. Di hadapannya, makanan sudah tersaji rapi, semuanya sudah diatur dengan sempurna. Namun, selera makannya benar-benar hilang, tak ada dorongan untuk menyentuh makanan di depannya meskipun perutnya mulai meronta lapar.
Ailard duduk di seberangnya, menikmati makanannya tanpa berkata banyak. Tatapan tajamnya sesekali melirik Kiran, seakan menunggu sesuatu. Tekanan di dalam ruangan itu begitu terasa, hingga Kiran hanya bisa menelan ludah, berusaha untuk tidak memperlihatkan ketidaknyamanannya.
"Kenapa tidak makan?" Ailard tiba-tiba bertanya, suaranya terdengar dingin.
Kiran mengambil napas dalam-dalam, lalu perlahan mulai menyuap makanannya. "Maaf, Mas... aku hanya masih sedikit lelah," jawabnya pelan, mencoba menghindari tatapannya.
"Lelah?" Ailard tertawa kecil, suaranya terdengar sinis. "Kamu harus terbiasa. Ini bukan yang terakhir kali."
Kiran hanya bisa menunduk, berusaha menenangkan dirinya di tengah ketegangan yang terus mengikatnya. Setiap kali pria itu berbicara, ada rasa dingin yang menjalar ke seluruh tubuhnya, membuatnya merasa semakin terperangkap. Ia tahu, tidak ada yang bisa ia lakukan selain patuh.
Selesai makan, Ailard berdiri dan merapikan jasnya. "Saya akan pergi sebentar untuk rapat. Tetap di sini sampai saya kembali, dan jangan ke mana-mana tanpa izin saya. Mengerti?"
"Mengerti Mas."
Sepeninggalnya, tanpa disadari, air mata mulai mengalir di pipinya. Bukan karena ia menyesal telah mengambil jalan ini tetapi ia memang butuh menangis untuk menetralisir hidupnya yang sudah berubah begitu besar kala ia mulai menjadi manusia dengan sisi kehidupan yang gelap.