Demi menyelamatkan nama baik keluarganya, Audrey dipaksa menggantikan adik tirinya untuk menikahi Asher, seorang tuan muda yang dikenal cacat dan miskin. Audrey yang selama ini dianggap anak tiri yang tidak berharga, harus menanggung beban yang tak diinginkan siapa pun.
Namun, hidup Audrey berubah setelah memasuki dunia Asher. Di balik kekurangan fisiknya, Asher menyimpan rahasia besar yang bahkan keluarganya sendiri tak pernah tahu. Perlahan, Audrey mulai menyadari bahwa suaminya bukan pria biasa. Ada kekuatan, kekayaan, dan misteri yang tersembunyi di balik sosok pria yang diabaikan itu.
Ketika rahasia demi rahasia terungkap, Audrey mendapati dirinya terjebak di antara cinta, intrik, dan bahaya yang tak pernah ia bayangkan. Siapkah Audrey menghadapi kenyataan tentang Asher? Dan apakah takdir yang mempertemukan mereka adalah kutukan atau justru anugerah terbesar dalam hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qaeiy Gemilang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dark Lord Specter
Flavio melangkah ke dalam kediamannya dengan kedua rahang mengeras disertai dua tinjunya terkepal.
“Selamat datang, Tuan besar.” Sambut beberapa pelayan.
Dengan Emosi yang berkobar-kobar, Flavio melewati tubuh para pelayan-pelayan itu. Mengabaikan mereka dan terus melangkah.
“Devan!” panggil Flavio dengan suara lantang sambil menyisir ruas setiap bangunan kediaman.
“Devan, kemari kau! Ayah ingin berbicara denganmu!”
Dari kejauhan terdengar suara langkah kaki menuju ke arah Flavio. “Ada apa, Ayah? Kenapa berteriak begitu nyaring?” tanya Devan dengan paras keheranan.
Plak!
Pria paruh baya itu melayangkan tamparan kuat di pipi anaknya. Devan tercengang, dia menatap Flavio dengan mata mendelik tajam.
“Kau gila, Ayah? Kenapa kau menamparku, hah?!”
Flavio bercakak pinggang. “Anak sialan, yang kamu maksud pria cacat dari Grup Eadric adalah Dark Lord Specter? Apa kamu gila mencari masalah dengannya, hah?” pekik Flavio.
Devan semakin bingung dengan ucapan ayahnya. “Siapa dia? Aku tidak peduli. Jika dia berani mengusikku, aku tidak akan segan-segan melenyapkannya!” sentak Devan yang merasa keberatan.
Plak!
Devan merasakan tamparan kedua dari ayahnya yang membuatnya terhuyung mundur. Wajahnya terasa terbakar dan matanya memancarkan kemarahan yang tak terbendung.
“Diam, kau tak tahu apa-apa!” bentak Flavio dengan suara yang penuh amarah. “besok, aku tidak mau tahu, datang ke grup Eadric dan minta maaf kepadanya. Jika kau tidak ingin Flavio berada dalam target selanjutnya.”
“Aku masih punya harga diri. Datang dan meminta maaf kepada orang cacat? Yang benar saja-“
“Lakukan. Atau aku akan menendangmu keluar dari keluarga ini!” potong Flavio dengan tegas dan penuh penekanan.
Flavio memutar tubuhnya berlalu, meninggalkan Devan yang masih tidak terima atas perlakuan ayahnya.
“Asher, dasar pria cacat itu. Berani-beraninya kau memprovokasi ayahku. Apakah kau sedang meremehkan ku, hah? Maka akan aku tunjukkan dengan siapa kau bermain,” gumam Devan menahan amarah yang bergejolak.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Asher masih berdiri tak bergeming, dadanya berdebar dengan cepat. Dari paha, sorot mata Asher menuju ke arah bibir plum Audrey, membuat hasrat Asher tiba-tiba bergejolak. Dia ingin sekali merasakan bibir Audrey yang memanggilnya begitu menggoda.
“hmm... terima kasih, Asher.” Audrey mengigau.
Deg!
“Dia berterima kasih kepadaku? Untuk apa?” pikir Asher.
Asher dengan pelan duduk di sisi ranjang, dia masih betah menatap Audrey, nafas Audrey yang teratur membuat Audrey semakin gelisah.
“Ayo Asher, dia itu istrimu. Kamu seorang pria. Dengan musuhmu saja, kau berani. Dia hanya wanita. Cobalah sedikit memberikan kecupan di bibirnya,” Asher tampak bertempur dengan batin dan pikirannya, tanpa sadar, tubuh Asher pun berkeringat.
Pelan-pelan, Asher membungkukkan wajahnya. “sepertinya, aku benar-benar menginginkan dirinya untuk menjadi milikku seutuhnya. Aku tidak tahan melihat wanita ini begitu mengejekku walau dalam keadaan tidur sekalipun.” Asher membatin, wajahnya terus maju hingga bibir Asher beberapa senti hendak menyentuh bibir Audrey.
Bugh!
Asher tercengang saat Audrey mengayunkan bogemnya ke pipi Asher dengan kuat. Sontak rahang Asher mengeras, dia tidak terima jika pipinya menjadi subjek dari tinju Audrey.
“Kau berani-beraninya-“
“Rasakan kau Callie! Apa kau mau gigimu ku patahkan?” Audrey meracau dengan tidak jelas.
“Hufft...!” Asher membuang nafas panjang saat mengetahui kalau Audrey mungkin sedang melakukan pertarungan di dalam mimpinya. Asher dengan cepat meraih selimut dan menutupi tubuh Audrey.
Kini Asher menjatuhkan bokongnya ke lantai sambil menopang kepalanya dengan rasa frustasi. “Apa yang aku pikirkan? Hampir saja aku ingin memakannya. Ini bukan aku. Tapi kenapa aku melakukannya dengan reflek?” Asher membuang nafasnya berulang kali, dia mencoba menenangkan perasaan yang semakin berdebar-debar.
Pagi hari, Asher sudah duduk di meja makan sambil mengiris sarapannya dengan wajah dingin tanpa ekspresi. Karena dari semalam, setelah Asher keluar dari kamar Audrey, pria itu selalu mengutuk dirinya karena berlaku di luar kendali hingga pagi menjelang.
“Hooaamm...!” Audrey melangkah menuju ke arah meja makan sambil menguap. Langkahnya terhenti ketika melihat Asher sudah rapi dengan setelan jas dan duduk dengan tegak di meja makan.
“Asher sudah bangun? Tumben pagi sekali.” Audrey segera menghampiri Nathan.” Maaf, ternyata aku kesiangan sehingga tidak membuatkanmu sarapan-“
“Duduk dan sarapanlah.” Potong Asher dengan ketus.
‘Ada apa dengannya? Kenapa suaranya terdengar seperti saat awal kita baru bertemu? Kesalahan apalagi yang aku lakukan?’ pikir Audrey menduga-duga.
Audrey dengan cepat menarik kursi dan duduk di samping suaminya. Saat Audrey menoleh ke arah Asher, Audrey begitu terkejut.
“Haaaa...!” seru Audrey sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan.
“Kenapa kau berteriak?” tanya Asher dingin.
Audrey bergegas berdiri dengan perasaan khawatir. “Asher, apakah gigimu sakit? Kenapa pipimu bengkak?” tanya Audrey yang hendak menyentuh pipi Asher.
Asher menggenggam garpu dan pisaunya dengan kuat, rahangnya mengeras saat mengingat insiden semalam.
“Menyingkir!” bentak Asher.
Audrey terkejut dan menghentikan tangannya yang terulur ke pipi Asher. Seperti ini lagi. Padahal, baru saja pria itu berlaku manis. Sekarang, kembali ke mode awal dengan wajah kaku dan dingin.
“Maaf, aku hanya mengkhawatirkan pipimu,” ucap Audrey yang kemudian duduk.
Asher tak menjawab dia sibuk dengan sarapannya. ‘Apakah wanita ini tidak ingat jika bengkak di pipiku karena ulahnya?’ Asher melirik ke arah Audrey yang tampak sudah makan dengan lahap. ‘Ingin sekali aku melempari wajahnya pakai piring agar dia tahu bagaimana rasanya,’ Asher membatin.
Asher segera berdiri dari duduknya. Audrey yang melihat Asher seperti itu pun juga ikut berdiri. “Asher, kamu sudah selesai? Apakah sepagi ini kamu ke perusahaan?” tanya Audrey.
“Aku sudah kenyang!” Asher melangkah.
“Asher...” panggil Delisa.
Pria itu menghentikan langkah kakinya. Menunggu Audrey berbicara.
“Aku ingin minta izin,” ucap Audrey dengan hati-hati.
“Ke mana?”
“Reunian sekolah teman-teman SMA. Apakah kamu akan mengizinkanku?”
“Apakah ada pria yang menyukaimu di sana? Dan apakah kamu mempunyai mantan ?”
Audrey tersenyum kikuk mendapatkan pertanyaan beruntun dari Asher. ‘Tinggal jawab apa susahnya? Kenapa menyerempet ke mantan segala?’ Audrey membatin.
“Kenapa tidak menjawab? Apakah kamu sedang merangkai kalimat untuk membohongiku?”
Suara Asher membuat Audrey menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Bu-bukan. Tidak ada yang naksir denganku. Begitu pun dengan mantan. Aku... Aku tidak punya mantan,” jawab Audrey terbata.
“Umm... nanti Marta yang akan menemanimu,” jawab Asher.
Audrey yang merasa gembira, segera berlari ke arah Asher dan memeluk tubuh Asher dari belakang. “Terima kasih, selamat bekerja!”
Asher tersentak oleh gerakan tiba-tiba Audrey yang memeluknya. Tubuhnya kaku dan matanya memancarkan perasaan tidak nyaman. Dia merasa tercekik oleh kehangatan Audrey yang memeluk tubuhnya.
“Lepaskan. Aku buru-buru,” ucap Asher.
Audrey melepaskan pelukannya. “Maaf, aku lupa jika kamu tidak terlalu suka dengan kontak fisik.”
Asher tidak menjawab, dia segera melangkah menuju pintu keluar. ‘Dasar wanita yang tidak peka, aku menyukainya bodoh. Besok-besok, aku akan memintamu untuk melakukan morning kiss setiap kali aku berangkat kerja,’ gumam Asher.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sementara di kediaman Dax, Brianna kini sedang menyiram tanamannya, sedangkan Callie tengah duduk di teras sambil menikmati sarapannya. Dua hari setelah insiden di toko perhiasan itu, Brianna dan Callie ingin membahas masalah Asher yang bisa berjalan.
Namun, usaha mereka selalu gagal karena Dax selalu berada di antara mereka berdua. Membuat Brianna dan Callie selalu mengurungkan niat mereka membicarakan masalah tersebut. Brianna ingin mencari kesempatan untuk berbicara dengan Callie secara pribadi mengenai Asher, namun sepertinya situasi ini tidak memungkinkan.
“Callie, apa kamu tahu kenapa ayahmu akhir-akhir ini selalu berada di antara kita?” tanya Brianna dengan suara pelan agar tidak terdengar oleh Dax.
Callie mengerutkan alisnya, menunjukkan kebingungannya. “Mungkin ayah hanya ingin mengawasi kita,” jawab Callie ragu.
Brianna menghela nafas frustasi. Dia tidak ingin Dax tahu mengenai Asher yang pura-pura lumpuh. Biar bagaimanapun, Audrey masih anak kandung Dax.
“Callie, video yang waktu itu di toko perhiasan, apakah kamu masih menyimpannya?”
“Itu, Bu, yang ingin aku bahas kepada Ibu”
“Ssst... kecilkan suaramu, ayahmu masih di dalam.”
Callie berdiri dari duduknya dan melangkah menghampiri Brianna. “Bu, sepertinya kita ditipu oleh Asher. Ibu lihat kan, bagaimana Asher menghajar Devan hingga seperti itu? Dia tidak lumpuh dan jauh dari seseorang yang berpenyakitan.”
Brianna mengangguk menyetujui ucapan anaknya. “Iya, kenapa dia pura-pura lumpuh, ya?”
“Apakah dia sengaja? Masa Devan kalah dengan Asher, sih, Bu? Sia-sia dong kita menjelek-jelekan Audrey di depan Devan yang ternyata hanya pria pecundang.”
“Mungkin Asher pura-pura lumpuh agar kita membencinya? Itu alasan yang masuk akal. Tapi, bagaimana bisa Asher memiliki pengaruh di dalam toko perhiasan itu padahal itu bukan toko perhiasan dari grup Eadric?”
Callie tampak bingung. “Mungkin Asher memiliki koneksi yang kuat, atau dia memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain ,” ucap Callie.
Brianna mengangguk setuju. “Kita perlu mencari tahu lebih lanjut mengenai Asher. Apakah ada cara untuk mengungkap kebenarannya?”
Callie berpikir sejenak. “Mungkin kita bisa mencari tahu latar belakang Asher. Jika dia lebih berkuasa dari Devan, aku tidak akan segan-segan mengumumkan kepada publik jika Audrey telah merebut suamiku,” ujar Callie dengan seringai licik.
Salam kenal
Jangan lupa mampir ya 💜