Runa seorang gadis cantik yang sudah lelah menjalin hubungan dengan kekasihnya yang posesif memilih mengakhiri sepihak. namun apakah Abi akan membiarkan gadis yang sudah di claim sebagai miliknya lolos dari genggamannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wattped Love, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jalan-jalan
Malam hari di kediaman Mahendra.
" Tumben tadi minta di jemput supir sayang?" tanya Laras bunda runa.
Keluarga kecil Mahendra tengah makan malam di ruang makan.
" Emangnya Roy kemana?" tanya Hendra setelah meminum air putih.
" Tadi pulang sama Roy." balas runa.
Memang kedua orang tuanya tidak ada yang tau kalo runa sudah menjalin Hubungan dengan laki-laki. Bahkan sejak kelas 10 sampai sekarang kelas 12.
Hendra maupun Laras melarang keras putri tunggalnya cinta-cintaan saat SMA. Tentu Hendra tidak terima sampai putri tersayangnya di sakit laki-laki lain. Ia hanya percaya kepada Roy untuk menjaga runa. Selain karena sudah tetanggaan, Hendra dan bima ayah Roy juga sahabat sejak SMA. Jadi mereka sudah seperti keluarga.
Andaikan mereka tau kalau putri merekalah yang sering membuat laki-laki patah hati. Bisa-bisa Laras jantungan saat tau kelakuannya di sekolah.
" Bunda kira kamu lagi marahan sama Roy."
" Ngga lah bunda, emang kita anak kecil apa masih suka berantem." bantah runa.
" Ohh yah....terus siapa yang kemarin ngambek tiga hari gara-gara di tinggal Roy pergi ke bandung." sindir Hendra tersenyum mengejek.
" Ngga tau tuh, runa amnesia."
" Ohhh mau ayah telfon Roy nih..." Hendra pura-pura merogoh sakunya seakan mengambil hp.
" Ihh ayah apaan sih, iya...iya runa yang ngambek. Besar kepala nanti dia kalo tahu."
" Lagian gengsi banget anak ayah ini kaya bunda kamu aja." ucap Hendra mengusap kepala putrinya tapi matanya melirik istrinya.
" Enak aja bunda di bawa-bawa, kamu tuh mas gengsinya yang tinggi sejak dulu." balas Laras tak terima di tuduh.
" Lah bukannya kamu yang suka sama mas duluan tapi ngga ngaku." goda Hendra menaik turunkan alisnya.
" Ihh ngga yah." bantah Laras tapi pipinya bersemu merah malu.
Runa memutar bola matanya malas. Ini kenapa jadi mereka yang flashback.
***
Di kamar runa tengah vidio call dengan kedua sahabatnya. Runa merebahkan tubuhnya di kasur dengan laptop yang menyala yang menampilkan gambar Cika, Amel, dan dirinya yang memenuhi layar leptop berlogo apel krowak.
[Iya kesel banget gue, mana itu hp kesayangan gue lagi.] adu runa memasang wajah cemberut.
[Terus gimana? mau lo ambil besok?] tanya Amel.
[ Iyalah besok gue ambil.]
[Tumben pricess runa kalah sama cowok?] ucap Cika di sebrang.
[Ini bukan masalah kalah menang yah, tapi tadi gue udah capek banget habis ulangan malah kena copet.] balas runa menyebut Abi copet.
[Mana ada copet seganteng Abi run.] ucap Cika.
[Lah itu, dia ambil hp gue tanpa ijin. Apa namanya kalo bukan copet.] bantah runa.
Mereka cukup lama saling ngobrol lewat vc. Hanya membahas hal-hal random tidak penting. Setidaknya dengan ini runa cukup melupakan hpnya sampai besok.
Tok
Tok
" Sayang ada Roy nih di bawah." panggil Laras mengetuk kamar putrinya.
" Iya bunda sebentar."
Cklek
" Ngapain malam-malam Roy ke sini bun?" tanya runa.
" Katanya mau ngajak kamu keluar."
"Kemana?"
" Kamu tanya sendirilah, bunda mana tau." balas Laras.
Runa menuruni tangga menuju ruang keluarga.
Terlihat Roy dengan duduk di sofa sembari menonton tayangan tv yang menyala.
" Emang ada yang nyuruh lo makan?" sindir runa yang melihat stoples kripik kentang pedas kesukaannya di pangkuan Roy.
" Hehe.... habisnya enak." ucap Roy menampilkan gigi putihnya.
" Makanya beli."
" Kalo ada yang gratis kenapa harus beli."
" Mau pergi kemana?" tanya runa mengabaikan kripiknya yang tinggal setengah.
Runa ikut duduk di sofa depan Roy duduk. Mengambil bantal sofa menaruhnya di atas pangkuannya.
" Gua pengin makan bakso mang Iwan nih, temenin yuk."
Bakso mang Iwan memang terkenal sangat enak. Meskipun warungnya lesehan tapi di jamin bersih dan higienis. Warungnya pun tidak jauh dari komplek perumahan mereka. Hanya cukup jalan kaki.
" Okeh tapi tlaktir yah."
" Gampang lah."
" Gue siap-siap dulu."
"Hmm."
Kalo soal bakso runa tidak pernah menolak. Bakso menjadi salah satu makanan favorit runa yang harus ia makan minimal tiga kali dalam satu Minggu.
Meskipun terlahir hidup mewah bukan berarti runa tidak suka makanan pinggir jalan. Adalah satu dua yang ia suka.
Kembali ke kamar runa hanya mengambil kardigan dan mempoles bibirnya dengan lipstik agar tidak kering. Meski kenyataannya bibirnya selalu terlihat basah dan pink. Sangat idaman perempuan-perempuan.
" Yok jalan."
" Bunda runa pergi dulu yah." pamit runa berteriak agar bundanya yang di dalam kamar mendengar.
" Kebiasaan, ngga sopan." Roy menyentil kening runa pelan.
" Ihh sakit tau." rengek runa lebay.
" Ululuh....bayina om Hendra kesakitan." goda Roy mengusap-usap bekas jentiknya.
" Gue ngambek nih." ancam runa tidak suka di anggap bayi. Heyy dirinya sudah hampir tujuh belas tahun ya enak ajah di panggil bayi.
" Gitu aja ngambek." Roy memeluk leher runa agar berjalan.
" Ishhh....awas." runa menghempaskan tangan Roy di lehernya. Dikira tidak berat apa, berat banget lohh.
Komplek tempat mereka tinggal tidak banyak penghuninya. Hanya ada sekitar tiga puluh rumah yang menempati. Jadi suasananya juga tenang dan nyaman.
Karena perumahan di sini harganya cukup mahal. Hanya orang-orang yang benar-benar kaya yang bisa menghuni di sini. Tentu saja penjagaan yang juga sangat ketat. Tidak sembarang orang bisa keluar masuk.
" Non runa sama den Roy mau kemana nih malam-malam." sapa satpam yang berjaga di depan pagar.
" Biasa pak nemenin bocil makan bakso."
" Enak aja, lo yah yang ngajak gue. Dasar fitnah." bantah runa berdecak pinggang.
" Hahaha ya udah sok atuh." balas satpam itu membuka gerbang agar keduanya bisa keluar.
Warung bang Iwan di sebelah kiri gerbang kompleks tidak terlalu jauh. Warungnya saja sudah terlihat dari sini.
Malam ini warung bang iwan tidak terlalu ramai. Membuat runa sangat senang. Ia memang tidak terlalu suka pergi ke tempat yang berisik karena itu sangat menggangu.
Runa memilih mencari tempat duduk, sedangkan Roy yang memesan. Ia memilih tempat duduk yang menghadap ke jalan raya. Melihat kendaraan yang berlalu lalang memanjakan mata.
Disini tidak hanya ada warung bakso. Banyak pedang kaki lima yang mangkal. Seperti penjual tahu golek, mie ayam, sate, wedang ronde, segala jenis es, dan goreng-gorengan.
" Nih persenan lo." Roy menyodorkan semangkok bakso berisi, bakso bulat besar isi daging, bakso urat, bakso kecil, juga tetelan.
" Ihhh makasih." dengan tangan kecilnya runa mulai meracik berbagai saos ke dalam mangkuknya.
" Jangan banyak-banyak." tegur Roy menahan tangan runa yang hampir memasukkan sendok sambal yang ketiga kalinya.
" Ihhh ngga enak kalo ngga pedes." Protes runa.
" Mau lo masuk rumah sakit lagi."
Runa memanyunkan bibirnya namun tak berani membantah. Siapa juga yang mau masuk rumah sakit.
Meskipun pencinta makanan pedas namun lambung runa tidaklah sekuat itu untuk bisa tahan dengan cabai. Ia pernah masuk rumah sakit selama satu Minggu karena memakan makanan seblak idaman ciwi-ciwi geng Z.
Tentu Hendra dan Laras marah besar saat tau putrinya makan makanan sembarangan. Laras tidak berhenti menasihati runa agar tidak makan jajanan pinggir jalan lagi.
Roy terkekeh kecil saat melihat runa menggeleng-gelengkan kepalanya ke kanan-kiri setiap mengunyah bakso.
Apakah memang itu kebiasaan perempuan jika mereka menyukai makanan yang mereka suka? Entahlah Roy tidak tau. Tapi yang pasti runa selalu melakukan hal itu.
" Habis." lapor runa menunjukkan mangkuknya yang sudah kandas tinggal kuah sedikit.
" Mau lagi?" tawar Roy.
" Ngga udah kenyang gue." ucap runa mengelus perutnya yang sedikit membuncit karena kekenyangan.
Roy tersenyum mengusap kepala runa.
" Bentar lagi gue selesai."
Runa hanya mengagukan kepalanya. Ia sibuk mengamati orang-orang yang mulai ramai. Mungkin karena semakin malam jadi banyak anak-anak muda yang nongkrong.
" Mau pulang atau jalan-jalan dulu?"
" Pulang aja gue udah ngantuk." balas runa. Matanya juga sudah mulai merah tanda mengantuk.
" Bentar gue bayar dulu." ucap Roy yang di balas anggukan kepala runa.
***
" Gue denger-denger lo udah putus sama Abi." ucap Roy memecah keheningan.
Mereka tengah berjalan pulang.
" He'em." balas runa cuek.
" Kenapa?" tanya Roy penasaran.
Perasaan yang ia lihat hubungan keduanya terlihat baik-baik ajah. Jika kalian pikir ada something di antara keduanya, kalian salah besar.
Roy benar-benar murni menganggap runa sebagai adiknya, juga runa yang sudah menganggap Roy sebagai abangnya.
Sebenernya Roy sedikit setuju dengan hubungan runa dengan Abi dari pada pacar-pacar runa sebelumnya yang menurutnya kurang baik.
Sedangkan Abi meskipun terkenal dingin dan irit bicara. Tapi Roy tahu kalo Abi anak yang baik. Apalagi dengan prestasinya yang membawa nama baik sekolah. Meskipun ia jarang berkomunikasi langsung dengan Abi.
Hanya beberapa kali itu pun saat runa memberi tahu ia menjalin hubungan dengan Abi.
" Gue ngga suka cowok yang ngebosenin dan lurus. Masa apa-apa harus gue dulu yang peka. Dia cuma bisanya iya-iya doang." ucap runa.
" Aneh lo di kasih cowok yang baik salah yang nakal komplen. Mau loh apa sih markonah."
" Yang menantang gitu, ngajak gue naik gunung, naik motor ngebut di jalan, ngajak gue bolos sekolah, pokoknya gitu deh pasti seru banget." ujar runa membayangkan cowok idamannya.
" Dan nama gue runa Liliana Mahendra bukan markonah." tambah runa.
" Terserah lo deh." Roy angkat tangan jika harus menasihati sahabatnya itu. Ada aja jawabannya kalo lagi di kasih tahu.
" Udah sana masuk." suruh Roy saat mereka sudah tiba di depan rumah runa.
" Iya, inget yah mulai besok loh anter jemput gue lagi yah."
" Hmm."
Saat masih pacaran dengan Abi, dari rumah runa memang selalu di antar Roy namun di tengah jalan ia akan meminta berhenti dan berpindah ke motor pacarnya. Agar orang tua runa tidak curiga.
Awalnya Roy menolak tapi dengan segala ancaman tuan putri akhirnya Roy hanya pasrah. Untunglah sampai mereka putus om Hendra tidak tau. Kalo ketahuan mau di taruh di mana mukanya. Pasti Roy malu banget karena tidak bisa mengemban amanah om Hendra.
" Udah pulang sayang?" tanya Laras yang tengah menonton tv dengan ayahnya yang tiduran di paha Laras. Romantis sekali bukan.
" Bunda kok mau nahan beban seberat itu?" sindir runa melirik ayahnya yang anteng tak menghiraukan kehadirannya.
Hendra memang terkenal bucin Jika sudah menyangkut sang istri.
" Orang sirik kuburannya sempit." balas Hendra semakin menduselkan kepalanya ke perut sang istri.
" Mau bayii." guman Hendra pelan.
" Hehh!....ngga mau ayah runa punya adik. Awas aja kalo tiba-tiba dengar bunda hamil. Runa bakal kabur ke rumah nenek." ancam runa. Enak saja dirinya yang hampir lulus SMA punya adik. Bisa jadi bahan ketawaan sahabat-sahabatnya nanti.
" Orang ayah sama bunda yang buat kok kamu yang sewot." Hendra memang senang sekali menjahili putrinya.
Toh siapa juga yang mau punya anak lagi. Satu aja udah bikin pusing tujuh keliling apalagi tambah. Bisa-bisa ia mati muda.
Hendra juga tidak sanggup jika harus melihat istrinya berjuang keras melahirkan lagi. Cukup satu kali ia melihat istrinya kesakitan.
" Pokoknya runa ngga terima punya adik titik." teriak runa sembari menaiki tangga.
" Suka banget sih jailin anaknya." gemas laras mengusap-usap kepala suaminya.
" Hehe....Ayuk sayang." Hendra mengubah tubuhnya menjadi duduk menatap istrinya penuh cinta.
" Kemana?" tanya Laras bingung.
" Buat adek, aku kangen." ucap Hendra tiba-tiba mengangkat tubuh istrinya bridal style.
" HEHH!"