Abimana jatuh cinta pada seorang gadis cantik bernama Sarah Candra sejak pertemuan pertama dimalam mereka berdua dijodohkan.
Abimana yang dingin tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia menyukai Sarah.
Hal itu membuat Sarah khawatir, jika ternyata Abiamana tidak menyukai seorang wanita.
Berbagai hal ia lakukan agar mengetahui kebenarannya. Sampai pada akhir dimana Abi menyatakan perasaannya dan mengajak ia menikah.
Berbagai ujian menghampiri keduanya, hingga sempat terancam membatalkan pernikahan yang sudah disusun jauh-jauh hari, hingga kembalinya sang mantan kekasih yang meminta nya untuk kembali dan menyebar rahasia yang dilakukan Sarah jika ia menolak.
Akankah hubungan keduanya berhasil hingga ke jenjang pernikahan? Ataukah keduanya akan mencari jalannya masing-masing?
Simak terus disini, yah! 🖐️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairunnisa Nur Sulfani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wisata
Hari ini aku mengajak Sarah berkeliling ke berbagai tempat yang ingin ia kunjungi. Aku menikmati kebersamaan kami, dan aku cukup menyukai kedekatan yang terjadi.
Aku menyadari perasaanku, bahwa aku telah jatuh cinta pada Sarah, aku tidak tahu apakah Sarah akan menyukaiku atau tidak lebih dari hubungan kami. Walau aku tahu, bahwa kami sudah bertunangan, hal itu tetap tidak menutup kemungkinan jika Sarah melakukannya karena kedua orangtuanya pun sama sepertiku.
Aku terdiam sepanjang perjalanan, memikirkan apakah aku perlu menanyakan itu atau tidak. Mengenai latar belakangku, haruskah aku memberitahukan itu padanya. Jika Ayahku yang sekarang, bukanlah Ayah kandungku.
Aku, bahwa aku bukanlah orang kaya seperti yang ia dan kedua orangtuanya pikirkan. Semua ini bukan milikku.
Aku mengurungkan niatku dan memutar arah, aku akan membawa Sarah mengunjungi tempat Ayahku di makamkan. Mungkin ia agak bingung kemana aku akan membawanya. Tapi aku, aku ingin ia mencari jawabannya sendiri ditempat ini.
Sebelum dia menjadi Istriku, sebelum hubungan kami semakin jauh aku tidak ingin menutupi apa-apa dari nya. Bukankah sumpah pernikahan akan seperti itu ketika di Altar nanti?
"Ada apa, Abi? Kenapa kita berhenti?,” tanya Sarah menatapku kebingungan.
"Aku ingin mengenalkanmu pada seseorang!,” jawabku singkat.
"Oh ya, siapa?.”
"Kau akan mengetahui nya nanti, kita hanya perlu sedikit berjalan untuk sampai kesana!,” ujarku sambil menatap ke arah Sarah. Ia tidak mengatakan apa-apa lagi selain berjalan mengikutiku.
"Tempat apa ini sebenarnya Abi. Kenapa kau ingin aku ke tempat seperti ini? Ya, aku mengakui tempat ini cukup indah, tapi ini hutan ,” sahutnya tiba-tiba.
Aku terdiam menatapnya. Sambil tersenyum aku menarik tangannya agar kami lebih cepat sampai, hingga tibalah kami di depan Makam Ayah.
Sarah tak hentinya menatapku tanda bahwa ia sedang mempertanyakan apa yang sedang terjadi, dan siapa yang ada di hadapannya sekarang.
Ia masih menatapku, tidak ada kata yang keluar dari mulutnya sedikitpun.
"Hai, Ayah! Perkenalkan ini Sarah. Sarah, tolong sapa Ayahku!,” pintaku.
"Ayah?,” ucapnya, meski itu cukup mengejutkannya dan ia masih belum cukup mengerti. Tapi Sarah tetap mengikuti perkataanku. Ia memperkenalkan dirinya sebagai tunanganku, ia cukup menawan. Setidaknya begitu bagiku.
Kami memutuskan untuk pulang. Karena waktu sudah menunjukkan pukul sore hari.
Sarah berjalan lebih dulu dariku, tidak seperti tadi. Jika tadi aku harus memegang tangannya agar kami tidak telat mengingat waktu. Sekarang ia malah berjalan mendahuluiku tanpa mengatakan apa-apa.
Langkahku terhenti karena Sarah menghentikan langkahnya dan berbalik menatapku.
"Ayah!,” ucap Sarah menghembuskan nafasnya berat. Aku tahu ia sedang kesal, ini pertama kalinya aku melihat ia begitu kesal dan wajah yang terbiasa tersenyum itu seperti sedang menahan amarah.
"Itu urusanmu jika kau memiliki rahasia, tapi aku kecewa karena kau baru memberitahuku sekarang. Harusnya kau jujur lebih awal, apakah orangtua ku tahu masalah ini?,” aku cukup terkejut mendengar ucapan Sarah dengan nada setengah berteriak.
Aku mungkin salah, tapi apakah saat ini ia masih membicarakan tentang apakah orang tuanya mengetahuinya atau tidak.
"Sarah, aku tidak tahu jika reaksimu akan seperti ini? Aku hanya ingin jujur padamu!.”
"Jujur katamu? Abi, ayolah. Kau sedang becanda sekarang? Aku tidak tahu masalah pertunangan ini kecuali orangtuaku yang mengaturnya dan mereka menyangka jika kau adalah pemuda baik-baik,” balasnya memaki.
"Apa, pemuda baik-baik katamu?,” aku tersenyum sinis mendengar perkataan Sarah. Itu cukup kasar untuk dikatakan. Bahkan itu tidak layak untuk di dengarkan. Aku berlalu tanpa mengatakan apa-apa lagi, aku meninggalkannya disana.
"Hentikan saja pertunangan ini, aku akan memberitahukan nya kepada kedua orangtuaku,” balasnya tak kalah menantang. Kembali meninggalkanku sendiri.
\*\*\*
Ayah bertanya padaku mengapa aku tidak ingin ikut Ibu? Saat itu, aku menjawab seadanya. Menjawabnya sebagai seorang lelaki bahkan aku akan mengubah hidup kami. Membawa nya tinggi hingga tidak ada yang bisa memandang rendah kami. Termasuk ibu.
Saat itu, sebenarnya aku tidak bisa benar-benar memilih. Antara Ayah kah atau Ibu. Aku ingin ikut keduanya. Bukankah hidup kami akan lebih lengkap jika bersama?
Namun ibu seperti tak cukup dengan hanya ingin membawaku.
Ibu tidak lupa kesombongannya. Kata-katanya menyakitkan Ayah. Jadi aku menjawabnya dengan berusaha bijak agar harga diri ayah tidak terluka. Kami memang miskin saat itu, tapi Ayah, adalah seseorang yang paling menyayangiku.
Sejak saat itu Ayah jatuh sakit. Kehidupan ekonomi yang semakin menurun, ayah semakin tertekan dengan datangnya surat gugatan cerai yang ibu ajukkan. Aku benci ibu saat itu, membencinya akan sikapnya yang begitu saja. Kenapa tidak menunggu ayah sembuh dulu, baru menceraikannya? Kenapa tidak memberikan kesempatan dulu pada Ayah untuk naik?
Aku benci Ibu, karena nya Ayah ku pergi. Ayah pergi bukan karena sakit yang di alaminya. Tapi tekanan yang selalu di beri Ibu. Ayah memilih mengakhiri hidupnya.
Aku yang masih kecil saat itu, hanya menangis ketakutan tanpa tahu ayah kenapa. Aku menangis sekencangnya saat tahu jika ayah sudah tidak bisa menjawab tanyaku. Iya, ayah memilih mengakhiri hidupnya dengan gantung diri.
Saat ayah meninggal, ibu tidak datang. Mungkin ia tidak tahu, atau ia tidak peduli. Tapi kemudian ibu datang, membawaku bersamanya. Aku menolak dengan keras, tapi Ibu tidak peduli, lagi.
Kepergian Ayah bukan karena ibu saja. Tapi juga suami barunya. Karena itu sekarang aku tidak begitu dengan ayah tiriku.
Aku tahu ia begitu menyayangi Ibu.
°°°
Aku cukup dan sangat terkejut begitu tahu jika Abi membawaku ke Makam seseorang yang di panggilnya Ayah. Aku tidak tahu itu milik siapa, mengapa ia memanggil seseorang itu dengan sebutan Ayah? Yang aku, juga ayah dan ibuku tahu, jika ayahnya adalah seorang pemilik perusahaan besar.
Apa ia becanda? Apa dia hanya ingin mengerjaiku? Aku terlanjur marah dan meninggalkannya sendirian di Jalan. Aku tidak tahu bagaimana Abi akan pulang, saat aku meninggalkan nya sendirian tanpa Mobil.
Ah sudahlah, anggap saja jika itu adalah hukuman karena ia berani membohongiku.
Aku akui aku cukup keterlaluan, aku mengatakan bahwa aku akan menghentikan pertunangan kami tanpa bertanya lebih lanjut padanya.
Aku juga mengakui jika aku sudah mulai tertarik padanya. Tapi tidak tahu apakah ia akan menyukai wanita atau tidak.
Aku sendiri begitu cukup bingung membedakannya.
Saat bersamanya aku cukup terkesima akan perlakuannya yang menghormatiku sebagai seorang wanita. Aku begitu ingat kejadian itu, cukup memalukkan jika aku mengingatnya lagi. Tapi ketika ia menutupi tubuhku dengan selimut, sungguh, aku jatuh cinta pada Abi.
Kata Meila selalu muncul di kepalaku. Jika itu terjadi karena ia tidak menyukaiku.
Ayolah, aku bingung. Tapi apa yang sudah aku lakukan, bukankah aku sudah melukainya? Ayolah, ayah dan ibu akan segera membunuhku jika tahu apa yang sudah kulakukan untuk tidak melanjutkan ini.