Sinopsis :
Mozea Cantika alias Zea, si hijaber sekolah yang galak dan tidak suka pelajaran matematika. Alzio Ray alias Zio, si kapten basket ganteng dengan tubuh jangkung, hidupnya sempurna nyaris tidak ada celah. Apa jadinya jika dua orang ini dipaksa menikah karena perjodohan orangtua mereka?.
Di sekolah mereka saling membenci, bahkan saling panggil dengan nama ledekan yaitu si keong dan si kodok. Di rumah mereka harus berakting menjadi pasangan suami istri muda yang romantis untuk menyenangkan hati orangtua mereka. Meski demikian Zea dan Zio sepakat merahasiakan pernikahan mereka dari teman-teman di sekolah.
Kata orang benci dan cinta adalah rasa yang sangat tipis perbedaannya. Mungkin karena terbiasa bertengkar dan bersama, tumbuhlah rasa cemburu dihati mereka, sebuah rasa tidak suka jika milik diri di ambil orang lain. Akankah Zea dan Zio menyadari rasa cinta mereka masing-masing? Dan memberikan cucu seperti yang diharapkan kedua orangtua mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wanita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 08 : Cemburu
"Zio dan Robbi berantem ..." teriak orang-orang.
Koridor ujung menjadi tempat heboh karena Zio dan Robbi saling pukul. Denis dan Arka yang berniat melerai tidak mampu melakukannya. Yang ada malah mereka yang jatuh tersungkur karena terdorong. Nunu si culun tidak bisa berkata apa-apa, dia hanya dia ditempat seperti patung gemetar ketakutan melihat Zio dan Robbi saling pukul.
Orang-orang bahkan hanya datang untuk menonton.
"Zea!" teriak Amara. Dengan wajah yang marah, Amara berjalan cepat menghampiri Zea dan Nina yang hendak masuk ke kelas.
Plak
Tampar Amara di pipi Zea.
"Apa-apaan ini?" ucap Zea tidak terima. Dia meringis memegang pipinya yang ditampar Amara.
"Heh cewek centil, ada masalah apa Zea sama Lo, perasaan yang Jambak rambut Lo tadi gue, bukan Zea," bela Nina pada temannya.
"Puas Lo sekarang? Zio dan Robbi lagi berantem dikoridor ujung, mereka ngerebutin Lo. Sok banget sih Lo!" jawab Amara, dengan nada tinggi.
"Robbi berantem?" Zea terkejut. Tanpa pikir panjang Zea langsung berlari ke koridor ujung. "Gawat, Zio bukan lawan yang mudah. Aduh, bisa-bisa muka pacar gue bonyok oleh si kodok itu," batin Zea, cemas.
"Zea tunggu!" teriak Nina yang berlari menyusul Zea. "Aduh, tuh anak persis atlet lari maraton, larinya kenceng banget. Nafas gue mau habis," keluh Nina.
"Berhenti!" titah Zea berteriak. Zio dan Robbi mendengar suara Zea, mereka pun berhenti untuk saling pukul.
Zea melihat sudut bibir Zio dan Robbi berdarah. Diantara mereka berdua yang parah adalah wajah Robbi. Bahkan dipinggir mata Robbi juga memar akibat tinju Zio.
"Zea, aku mukul dia buat kamu, bisa-bisanya dia cium kamu. Memangnya kamu perempuan murahan sampai dia memperlakukan kamu begitu?" Robbi mengadu pada Zio.
"Cih, bukannya Lo nantangin gue berantem karena Lo yang mau jadi ciuman pertama Zea. Lo iri kan?" jawab Zio.
"Kurang ajar!" kesal Robbi lagi, dia hendak maju.
"Stop Robbi! Malu diliatin orang! Ikut gue!" Zea langsung menarik tangan Robbi, membawanya keluar dari keramaian.
"Bubar kalian!" titah Zio. Semua orang pun satu persatu bubar karena takut pada perintah Zio.
"Kok Lo masih disini?" tanya Zio pada Nina dengan nada agak tinggi.
"Lo gak papa?" tanya Nina.
"Bukan urusan Lo!" jawab Zio ketus. Zio pun pergi.
"Nina, Lo pasti gak percaya atas apa yang terjadi tadi," kata Denis.
"Apaan?" Nina tidak mengerti.
"Awalnya tadi mereka cuma adu mulut. Waktu Robbi bilang dia gak terima ciuman pertamanya dengan Zea dirampas, Zio mulai kesal. Terus Robbi bilang lagi, dia sebenarnya udah merencanakan kencan romantis sama Zea dan mau ciuman pertama di momen itu. Habis itu Zio langsung mukul Robbi duluan. Akhirnya mereka saling pukul," jelas Denis.
"Kok dari cerita kalian malah Zio yang marah? Harusnya kan Robbi yang marah karena pacarnya dilecehkan?" tanya Nina tidak mengerti.
"Awalnya Robbi yang marah. Mereka sempat adu mulut. Habis Robbi bilang dia udah ngerencanain kencan romantis buat Zea dan mau ciuman di kencan itu, tiba-tiba Zio langsung mukul," jelas Denis lagi. Arka dan Nunu mengangguk membenarkan perkataan Denis.
"Kok aneh, di sini siapa sih yang cemburu sebenarnya? Zio atas Robbi?" tanya Nina lagi.
"Zio," jawab Nunu.
Nina, Denis dan Arka terdiam. Mereka menoleh melihat Nunu. Kemudian mereka saling pandang. Apakah pemikiran mereka sama. "Gak ah, gak mungkin," ucap mereka bertiga bersamaan.
"Gak mungkin, gak mungkin. Kok otak gue mikirin yang aneh-aneh sih?" kata Nina.
"Iya, mereka kan kaya tikus dan kucing," kata Denis.
"Si kodok dan si keong gak mungkin suka-sukaan," kata Arka juga.
"Mungkin aja. Gak ada yang mustahil di dunia ini," jawab Nunu.
"Diem Lo!" titah Nina, Denis dan Arka bersamaan. Mereka menatap Nunu dengan tatapan tajam. Nunu langsung terdiam.
Sementara itu Zea dan Robbi berhenti di dekat tangga sebelah gudang peralatan olahraga.
"Robbi, walaupun Lo marah, sebaiknya Lo jangan mukul Zio. Dia bukan lawan yang mudah. Lihat kan muka kamu memar begini gara-gara di tinju Zio?" ucap Zea, khawatir.
"Ini gak adil. Pacar kamu itu aku, bukan Zio. Kenapa malah dia yang dapat ciuman pertama kamu?" kesal Robbi.
"Itu bukan ciuman. Dia melakukannya saat aku lengah. Bagiku itu hanya tabrakan bibir," jawab Zea, meyakinkan Robbi. "Ayo kita ke UKS, kita obati luka kamu," tambah Zea.
"Aku masih marah," jawab Robbi.
"Jangan marah lagi, ya?" bujuk Zea.
"Oke. Tapi ada syaratnya," kata Robbi.
"Syarat apa?"
"Kata kamu tadi itu hanya tabrakan bibir kalau begitu berikan ciuman pertama kamu ke aku. Baru aku gak marah lagi."
Zea terkejut mendengar ucapan Robbi. Seperti bukan Robbi saja. Selama ini Robbi selalu berkata lembut dan mengeluarkan kata-kata yang baik dari mulutnya. Itulah yang membuat Zea menerima cinta Robbi saat sebulan yang lalu Robbi menyatakan cinta. Sekarang kenapa Robbi mendadak berubah.
"Kamu minta apa sih sama aku? Aku gak ngerti."
"Aku minta ciuman pertama kamu."
"Tega kamu ya? Ini bukan pacaran yang sehat. Awalnya memang ciuman, nanti lama kelamaan kamu malah minta lebih."
"Toh bibir kamu sudah terlanjur pernah dicium cowok lagi. Di depan banyak orang pula. Aku gak terima. Masa aku dapat bekas Zio."
Zea kecewa mendengar perkataan Robbi. Seolah-olah dirinya gadis yang kotor bagi Robbi. "Robbi, lebih baik kita putus," ucap Zea.
"Putus?" Robbi terkejut.
"Aku lebih baik putus dari pada di suruh mencium kamu."
"Zea, benar-benar ya? Kamu jahat. Di cium Zio mau, dicium olehku tidak mau."
"Cukup, Rob. Perkataan kamu seolah-olah aku sengaja menyuruh Zio menciumku. Padahal bukan begitu kejadiannya."
"Bagiku sama saja."
"Sepertinya memang kita sudah gak cocok lagi. Putus adalah keputusan yang tepat. Mulai sekarang kamu bukan cowok aku lagi." Zea sudah terlanjur kecewa. Dari pada dia merasa rendah dimata kekasihnya, lebih baik Zea berpisah dengan kekasihnya.
"Zea berhenti! Kamu akan menyesal! Zea! Zea!" teriak Robbi, namun Zea tetap pergi. Robbi mengepal keras tangannya. Dia marah ditinggalkan oleh Zea. "Kurang ajar, Zio, Zea, kalian udah bikin aku marah, awas kalian!" kesal Robbi.
Lo itu udah kalaaaaaah jauuuh banget dari Zea...
udah la move on,kek gak laku aja jadi perawan...
putus satu ya cari lagi...
plong kan rasanya....