Berjuang sendirian sejak usia remaja karena memiliki tanggungan, adik perempuan yang ia jaga dan ia rawat sampai dewasa. Ternyata dia bukan merawat seorang adik perempuan seperti apa yang dirinya sangka, ternyata Falerin membesarkan penghianat hidupnya sendiri.
Bahkan suaminya di rebut oleh adik kandungnya sendiri tanpa belas kasihan, berpikir jika Falerin tidak pernah memperdulikan hal itu karena sibuk bekerja. Tapi diam-diam ada orang lain yang membalaskan semua rasa sakit Falerin. Seseorang yang tengah di incar oleh Faldo, paparazi yang bahkan sangat tidak sudi menerima uangnya. Ketika Faldo ingin menemui paparazi itu, seolah dirinya adalah sampah yang tidak pantas di lihat.
Walaupun Falerin terkesan selalu sendiri, tapi dia tidak sadar jika ada seseorang yang diam-diam melindunginya. Berada di saat ia membutuhkan pundak untuk bersandar, tempat untuk menangis, dan rumah yang sesungguhnya. Sampai hidupnya benar-benar usai.
"Biarin gw gantiin posisi suami lo."
Dukungannya ya guys
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Angel_Enhy17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
⋇⋆CHAPTER 7 : EXPECTING YOU⋆⋇
Keduanya melangkah secara bersamaan menelusuri lorong, hanya berdua saja. Tapi tidak ada yang menyinggung akan itu karena mereka berdua memang sudah terlihat dekat sejak pertama kali pria itu di ambil untuk menjadi seorang aktor. Dan kini dia sukses, bersama dengan pendirian agensi yang dia jadikan sebagai tempat untuk mencari uang.
Harka melirik ke arah Falerin, sebenarnya ia sedikit gugup setelah tampil di atas panggung untuk pertama kalinya sekaligus ia menyanyikan sebuah lagu yang ia tulis sendiri, di depan orang yang dia jadikan inspirasi.
"Lagu mu bagus, aku rasa itu akan menambah popularitas mu nanti." Ucap wanita itu untuk memuji pria di sebelahnya, sedangkan yang di puji hanya tersenyum tipis.
"Terimakasih, aku menghargai itu... "
"Ngomong-ngomong, siapa yang kamu jadikan inspirasi lagu mu? Aku lihat kamu sangat menghayati lagu mu, memikirkan sesuatu?"
Langkah Harka berhenti, bukan karena dia terlalu gugup dengan satu pertanyaan itu. Melainkan ada sosok pria di depannya, ia tidak suka pria itu sejak awal. Walaupun sebenarnya Harka sudah lapang dada untuk menerima semua takdir yang ia miliki, tapi sepertinya tuhan memberikan sebuah kesempatan walaupun wanita di sebelahnya mungkin tidak pernah mengharapkan semua ini.
Faldo, dia berdiri di depan kedua orang itu dengan tatapan datar. Dia sekarang hanya sendirian, tanpa membawa asisten yang biasanya selalu ada bersamanya. Apakah ada niat lain? Harka secara reflek melangkah maju, tapi sesuatu yang membuatnya berhenti melangkah dan tatapannya seketika tertuju ke arah Falerin yang menatap lurus ke arah suaminya.
"Ayo pulang, ada yang mau ku katakan... " Harka menoleh ke arah Falerin, dia berharap jika wanita itu tidak menerima ajakan itu. Firasatnya berkata lain.
"Ada apa? Katakan di sini,"
"Jangan kekanakan, Erin. Di sini ada orang lain, tidak sepantasnya masalah pernikahan kita di dengar oleh orang lain, ayo ikut aku sebentar saja."
Falerin memikirkan keputusannya sekarang, ia sebenarnya sudah memiliki pikiran buruk tentang Faldo. Walaupun sejujurnya perasaannya menolak, menyangkal akan hal itu. Perempuan, jika saja seorang perempuan sudah memiliki perasaan itu secara reflek tanpa alasan, maka seburuk apa pun pria itu, ia tidak akan perduli. Masih siap menerima, bahkan lebih keterlaluan nya lagi siap memaafkan seberat apa pun kesalahan pria yang dia cintai itu. Itu nyata, jangan sangkal akan itu.
"Baiklah, ayo-" Langkahnya terhenti, Harka tidak yakin untuk membiarkan Falerin sekarang walaupun ia sebenarnya tidak begitu mempermasalahkan.
"Kamu yakin? Setelah apa yang terjadi?" Falerin mendongak ke arah pria di sebelahnya, dan tersenyum.
"Aku yakin, maafkan aku. Sepertinya aku akan bicara dengan mu lain kali, aku harus urus semua ini. Terimakasih atas kerja keras mu hari ini, kalau kamu lelah bisa langsung pulang saja, aku pergi... " Di sana Harka tidak bisa menahan lagi.
Dia bahkan dengan pasrah melepaskan genggamannya, dan melihat wanita itu pergi dengan pria lain. Pria itu hanya diam, tanpa perlawanan atau bahkan pembelaan apa pun karena ia sudah mulai menyadarkan perasaannya sendiri. Apa yang Harka harapkan mustahil untuk terjadi. Berharap dia kembali hanyalah sebuah angan-angan yang tidak bisa ia dapatkan.
Di satu sisi lainnya, Falerin berada di dalam mobil bersama suaminya. Keduanya nampak saling terdiam satu sama lain, tanpa ada percakapan apa pun dan hanya ada suara radio yang mampu memecahkan suasana hening di antara pasangan suami istri itu. Faldo juga enggan membuka suara karena ia melihat bagaimana reaksi Falerin yang sudah benar-benar sepertinya membiarkan dirinya.
"Kamu menampar Rumi?" Falerin hanya diam, ia sudah muak dengan segala hal. Permasalahan yang bahkan tidak pernah ia mulai sekali pun, tapi ketenangannya selalu di usik.
"Aku akan menunjukkan rekaman cctv kepada mu,"
"Jawab saja," Faldo seperti memaksa jawaban yang sebenarnya, padahal tidak ada yang terjadi di sana. Hal itu yang membuat Falerin mulai lelah.
"Jika aku menjawab pun, aku tahu kamu tidak akan percaya. Aku sudah mengirim rekaman cctv-nya, lihat saja sendiri." Di sana Falerin sudah menaruh ponselnya.
Di sana suara notifikasi ponsel Faldo yang bergantian berbunyi menandakan jika rekaman yang di kirim oleh Falerin sudah masuk ke ponsel Faldo. Pria itu hanya diam seraya fokus mengendarai kendaraannya, sesampainya di rumah. Tanpa mengatakan satu kata apa pun, Falerin langsung membuka pintu mobil itu tapi pintunya tidak bisa di buka karena pengendara belum membuka kunci mobilnya. Dia seperti menahan istrinya agar tetap di dalam mobil.
"Apa lagi? Buka pintunya-"
"Aku hanya ingin bicara dengan mu, kenapa kamu begitu susah untuk di ajak bicara?"
"Karena kamu tidak akan pernah mendengarkan ucapan ku, untuk apa?" Falerin memotong ucapan itu, ia sudah muak dengan semua ini. Pernikahan yang berusaha ia pertahankan selama satu tahun, dan selama itu juga ia harus memakan hatinya sendiri karena sudah tahu semuanya.
"Aku hanya tidak mau jika kamu menyakiti Rumi-"
"Kalau begitu ceraikan aku dan nikahi saja Rumi, apa susahnya?" Falerin langsung menatap datar ke arah Faldo, seperti sudah tidak ada lagi tatapan lama yang sering Faldo lihat.
Kenapa mendadak Faldo berharap jika Falerin mempertahankan pernikahan mereka? Apa sudah ada perasaan yang mulai tumbuh? Wanita itu sepertinya sudah mulai lelah dengan pernikahan tanpa perasaan ini, seperti berjuang sendirian. Mana ada wanita yang mau bertahan dengan hubungan yang tanpa perasaan, hanya satu pihak yang berjuang sedangkan yang di perjuangkan justru lebih memilih memperjuangkan orang lain?
"Ada apa dengan mu?" Pertanyaan yang membuat Falerin tertawa pelan, wanita itu memalingkan pandangannya. Menyembunyikan bendungan air mata yang akan segera turun.
"Tanyakan itu kepada dirimu sendiri, buka pintunya atau aku akan memecahkan kaca mobil mu?" Faldo terdiam pada awalnya, seperti menolak ketika Falerin memaksa untuk keluar dari mobilnya.
Tapi pada akhirnya pria itu pasrah dan membuka kunci mobilnya, Falerin langsung keluar dari mobil tanpa mengatakan apa pun. Wanita itu berjalan angkuh masuk ke dalam rumah itu dengan beberapa pelayan yang sudah menyambutnya dari dalam rumah. Dia sudah beberapa hari tidak pulang ke rumah utama, tidak ada yang berani banyak bertanya atau pun memberi tahu tertua tentang masalah yang tengah melanda. Karena urusan pernikahan itu hanya urusan dua orang yang bersangkutan. Sedangkan Faldo masih sibuk melamun di dalam mobil, dengan pertanyaan yang istrinya lempar kepadanya, seketika dia hanya bisa diam dan mengutuk dirinya sendiri.
Faldo memukul setir mobilnya sendiri dengan kesal. Dengan pikirannya yang terlalu berantakan, ia mengambil ponselnya dan melihat rekaman yang di kirimkan oleh istrinya. Melihat riwayat chat di sana, sama sekali tidak ada komunikasi sejak 3 bulan yang lalu. Terakhir istrinya mengirimkan pesan sama sekali tidak ia jawab. Membuang nafas berat ketika ia melihat rekaman itu sampai selesai.
"Ada apa dengan diriku?"