Aluna gadis lugu yang penuh dengan cobaan hidup. Sebenarnya dia gadis yang baik. Namun sejak dia dikhianati kekasih dan sahabatnya dia berubah menjadi gadis pendiam yang penuh dengan misteri. Banyak hal aneh dia alami. Dia sering berhalusinasi. Namun siapa sangka orang-orang yang datang dalam halusinasinya adalah orang-orang dari dunia lain. Apakah Aluna akan bahagia dengan kejadian tersebut. Atau malah semakin terpuruk. Ikuti kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 🌹Ossy😘, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 8
Datangmu semakin membuatku terluka. Kau tahu ini pedih dan akan ku pastikan kamu akan merasakan hal yang sama. Bahkan bisa lebih pedih dari yang kurasakan...
🔥🔥🔥
"Assalamualaikum Aluna..."
Dewi dah Aluna yang sedang berbincang, mereka menoleh bersamaan kearah pintu.
Terlihat seorang gadis cantik dan berpakaian seksi masuk berjalan ke dalam ruangan. Dia melihat ke sekeliling ruangan.
Begitu mendengar suara langkah kaki, Aluna langsung memejamkan mata. Ditambah ada suara salam dari seseorang yang sangat dihindari saat ini. Aluna serasa tak harus menemui. Aluna memang tidak mau bertemu siapapun. Apalagi dengan Alisha. Sahabat yang telah menusuknya. Rasanya Aluna ingin terus tidur saja.
"Selamat sore Tante.. Saya Alisha sahabatnya Aluna..." Alisha berjalan mendekati Dewi yang berdiri menyambutnya. Alisha mengulurkan tangan pada Dewi. Dan Dewi menyambutnya dengan hangat.
" Oh ini yang namanya Alisha..." Dewi melihat ke arah Alisha sambil tersenyum ramah. Namun mata Dewi terlihat menelisik seluruh tubuh Alisha. Dewi merasakan sesuatu yang berbeda pada sikap Alisha
" Iya Tante ... Bagaimana keadaan Aluna. ." Alisha ikut tersenyum. Ada rasa canggung ketika dipandang sedemikian rupa oleh Dewi." Apakah Aluna pernah bercerita tentang saya pada Tante.." Sambung Alisha pelan.
" Tentu Aluna pernah bercerita. Kamu gadis yang baik. Terima kasih telah menjaga ALuna dengan baik.." Lagi-lagi Dewi tersenyum. Dia kemudian berjalan mendekati ranjang Aluna. Alisha mengikutinya.
"Aluna .. kenapa kamu bisa seperti ini. Aku sedih melihat kamu yang terluka seperti ini. Maaf.. baru bisa menengok hari ini. Di kantor lagi banyak kerjaan. Semenjak kamu tidak masuk pekerjaan dialihkan padaku.." Alisha memeluk Aluna.
" Aluna baru saja tertidur setelah minum obat. Biarkan beristirahat. Mari duduk di sofa saja. Kita berbincang-bincang.."
" Baik tante. Bagaimana kecelakaan ini bisa terjadi pada Aluna ? Apakah luka Aluna parah Tante.." Alisha melirik Aluna, ingin melihat luka yang dialami Aluna. Namun sebentar kemudian dia berjalan mengikuti Dewi yang beranjak ke arah sofa dan duduk di sampingnya.
" Alhamdulillah Aluna baik-baik saja. Hanya sedikit benturan di kepala dan luka lecet di kaki dan tangannya. Bagian tubuh yang lain Alhamdulillah aman.." Ucap Dewi pelan. Namun matanya berkaca-kaca. Mengingat apa yang telah menimpa putrinya.
" Oh ya .... dan ada sedikit luka dalam di dadanya.." Tambah Dewi memegang dadanya, sambil terus memandangi Alisha. Dia ingin tahu bagaimana reaksi Alisha yang ternyata terlihat biasa saja, sebagai seorang sahabat yang mendengar keadaan sahabatnya. Kemudian pandangan Dewi kembali pada Aluna.
" Tante yang sabar ya. Semoga Aluna segera pulih seperti sediakala.." Alisha menyentuh tangan Dewi.
Dewi menoleh dan tersenyum sambil mengangguk. Dia membalas mengusap tangan alisha dengan tangan kirinya.
" Assalamualaikum..."
Bram masuk ruangan. dia terlihat tersenyum pada Alisha. Dan semua itu tidak luput dari penglihatan Dewi. Tangan kanan yang berada dipangkuan terlihat mengepal. Seandainya saja Aluna mengijinkan, sudah di bantai kedua pengkhianat tersebut.
" Eh .. Ada Alisha. Udah dari tadi Lis.." Bram menengok ke arah Alisha sambil mengedipkan mata.
" Baru saja mas..." Alisha menganggukkan kepala. Tersenyum manis dan tersipu.
" Tante ini makanannya. Maaf lama.." Bram mengangsurkan bungkusan yang dia bawa. Ada nasi Padang, martabak dan juga sop durian seperti permintaannya.
Dewi tersenyum. Menyambutnya dengan semangat dan segera duduk kembali di tempat semula kemudian membuka bungkusan tersebut. " Wah terima kasih ya, kamu calon menantu yang baik.." Dewi berucap tanpa memandang Bram. dia hanya ingin makan. Dewi yakin Bram tidak akan meracuninya. Jadi dia segera melahap semua makanan yang Bram bawa.
" Saya makan ya Bram. Tante lapar, belum makan dari siang.." Tanpa menunggu jawaban dari Bram, Dewi membuka bungkusan dan mulai menyuap.
Tanpa menengok kanan kiri Dewi melahap habis makanan di depannya. Bahkan tanpa basa-basi menawari Bram ataupun Alisha.
Sedangkan Alisha dan Bram hanya melihat sambil menelan ludah. Apalagi melihat cara Dewi menyuap, sungguh terlihat kalau makanan itu terasa sangat lezat.
Alisha melirik Bram sambil cemberut. Namun Bram hanya terkekeh dan mengerlingkan mata. Dia menyentuh tangan Alisha sekilas, dia melihat sekeliling terlebih dahulu takut ada yang melihat.
" Aduuuh... Huh....huh..."
Aluna merintih. Matanya terbuka dengan perlahan. Tangannya memegang kepalanya. Bram segera melepas pegangan tangan nya pada Alisha dan segera mendekati Aluna.
"Ada yang sakit sayang... Mana..mana biar aku tiup. Atau bisa kamu pindahkan sakitnya ke aku saja. Hem.." Bram mengusap pelan lengan Aluna.
" Disini yang sakit mas, terasa sesak.." Aluna mengusap dadanya. Memang tidak salah. Yang paling sakit memang di sana. Melihat pengkhianatan Bram dan Alisha di depan mata. Bahkan saat Aluna terkapar tak berdaya sempat-sempatnya mereka malah bermesraan.
"Aku panggil dokter yang sayang.. Biar diperiksa.." Bram melangkah keluar ruangan diikuti Alisha.
"Tidak usah mas, cukup kamu di dekat saya saja.." Aluna menarik tangan Bram agar tidak menjauh darinya.
Bram berbalik dan tetap berada di sisi ranjang. Aluna tidak pernah begini. Bram tersenyum menatap ke arah Aluna.
" Takut banget di tinggal . Hehehe.." Bram terkekeh. Baru kali ini Aluna berinisiatif memegang tangan Bram.
" Memang tidak boleh ya mas.." Aluna melepas pegangannya dan berpura-pura cemberut. Aluna melirik ke arah Alisha yang terlihat kesal. Walaupun dia berusaha menyembunyikan, tetap terlihat dari cara matanya menatap mereka berdua.
" Boleh dong sayang. Di peluk pun boleh juga. Hehehe..." Bram kembali terkekeh.
" Itu kan mau kamu mas..." Aluna melengos. Dalam hatinya dia merasa jijik bersentuhan dengan Bram. Dia hanya ingin Alisha merasakan apa yang dia rasakan.
" Mas, nanti kalau aku sembuh, aku mau jalan-jalan ke pantai. Kamu mau kan menemani..." Aluna berkata manja. Dia mainkan jari jemari Bram. Matanya masih melirik ke arah Alisha. Aluna tersenyum penuh arti.
" Tentu dong. Kemanapun, Mas pasti akan selalu menemani kamu sayang.." Bram menjawab sambil melirik ke arah alisha juga. Di lihatnya Alisha duduk di sofa sambil bermain ponselnya. Namun kentara sekali kalau dia sedang kesal.
Bram menjadi serba salah. Kemudian Bram melepas genggamannya pada tangan Aluna. Aluna menyadari itu. Dia segera menarik kembali tangan Bram.
" Aduh.. Kepala ku sakit.." Ucap Aluna sambil meringis. Walaupun sebenarnya dia tidak apa-apa. Hanya ingin mengalihkan perhatian Bram dari Alisha. Aluna ingin tahu, Bram lebih memilih siapa.
" Mana yang sakit, mana... Mana..? Mas panggil dokter ya..." Bram bergegas keluar ruangan. Namun sebelum sampai pintu, Dewi berkata.
" Tidak usah keluar. Tinggal tekan tombol kan ada saklar pemanggil perawat.." Dewi berkata walaupun mulutnya penuh. Bahkan dia masih makan dengan santai. Dia hanya menoleh sebentar dan kembali menikmati makanannya.
" Eh iya Tante. Lupa saya. Hehehe.." Bram terkekeh. Kemudian mendekati ranjang dan mencari saklar yang biasanya ada di tempat tidur sebelah atas.
" Ini dia..." Bram segera menekan saklar tersebut. Posisi saklar yang ada di bagian atas tubuh Aluna, membuat posisinya seperti memeluk Aluna.
Alisha terlihat menghentakkan kakinya. Matanya menatap tak berkedip ke arah Aluna dan Bram. Aluna tersenyum penuh kemenangan.
" Begitu rasaku Alisha. Sakit bukan.." Gumam Aluna sangat lirih.
Tak lama datang seorang perawat dan Seorang dokter laki-laki.
" Permisi...Apa ada yang terjadi dengan pasien. " tanya dokter setelah tiba di dekat tempat tidur. Dengan cekatan dokter tersebut memeriksa Aluna.
Mata, denyut jantung, denyut nadi dan semua luka yang Aluna derita dia periksa dengan teliti.
Aluna memandang sang dokter lekat. Semua yang dokter itu lakukan tak luput dari pandangan Aluna. Aluna sampai memicingkan mata. Mengamati dan mengikuti dengan pandangan matanya setiap gerakan yang dokter itu lakukan.
" Aduuhh..." Tiba-tiba Aluna memekik.
" Ada apa nona. Mana yang di rasa sakit.." Sang dokter tersenyum. Dia sengaja menekan sedikit luka di tangan Aluna. Kemudian kepalanya menunduk di dekat kepala Aluna. Kemudian dia berbisik. " Jangan memandangi saya seperti itu. Saya bisa khilaf..."
Aluna terkejut mendengar ucapan sang Dokter. Dia teringat suara tersebut. Apalagi dalam jarak yang begitu dekat. Jantungnya semakin cepat berdebar.
"Mana yang sakit nona...." sang dokter berkata lagi. Dia tidak ingin ada yang curiga dengan apa yang dia lakukan pada Aluna. Senyuman kecil dia sunggingkan.
Aluna menatap sang dokter yang saat itu juga menatapnya. Aluna cemberut. Dia merasa sangat terkejut dan tentu juga merasa sakit. Bagaimana tidak lukanya di tekan sedemikian rupa.
" Mata itu, apakah benar dia Davian..." Dalam hati Aluna bertanya-tanya. Namun ternyata sang dokter mendengarnya. Dia terlihat tersenyum dan mengangguk.
" Apa dia mendengar apa yang barusan aku ucapkan. Tapi tidak mungkin..." Pandangan Aluna tidak beralih dari sang dokter.
" Aduhh.. " Aluna terpekik kembali. Davian menekan kembali luka ditangan Aluna.
" Ada apa sayang..Mana yang sakit...." Bram segera mendekati ranjang.
" Tidak ada apa-apa... " Jawab Aluna sedikit ketus. Dia kembali tersadar ketika mendengar suara Bram yang baginya sangat memuakkan.
Sang dokter kembali tersenyum. Kemudian dia melirik ke arah alisha dan Bram.
" Mine... Kamu harus segera sembuh. Ayo bangkit. Tenang saja saya akan bantu membalas semua rasa sakit yang kamu terima." Bisik nya lagi.
Kemudian Davian berdiri tegak. Merapikan semua peralatan yang dia pakai untuk memeriksa Aluna.
Aluna kembali diam . Dia terus memandangi wajah sang dokter. Dia masih belum percaya Davian datang di sini. Di dekatnya dalam wujud nyata sebagai seorang dokter.
" Nona, sebaiknya jangan terlalu banyak melamun. Tidak baik. Lampiaskan semua yang nona rasakan. Jika ingin memukul seseorang lakukanlah.." Davian melirik Alisha dan Bram bergantian. Rasanya dia ingin menyuntik mati saja mereka berdua.
" Dokter bagaimana keadaan kekasih saya. Apa lukanya parah..."
" Nona ini kekasih anda. Hm ok. Luka di dadanya sangat parah. Saya berharap anda menjaganya dengan baik...." Davian mengangkat tas peralatannya.
" Saya permisi.. Jaga pasien dengan sebaik-baiknya..." Davian berjalan keluar ruangan. Namun dia kembali menoleh dan tangan nya menunjuk kearah Alisha dan Bram bergantian sambil berkata. " Anda teman pasien nona.. Dan anda kekasihnya ? Kalian berdua harus hati-hati. Jangan sampai tergelincir, karena itu sakit sekali..."
Davian melangkah keluar ruangan sambil tersenyum licik. Dia sengaja ingin membuat suasana tegang. Karena dia yakin ucapannya akan membuat Alisha dan Bram menjadi waspada.
Bersambung
ikut tegang ga sih...
Terlihat kasih untuk yang sudah mampir. Jangan lupa tinggalkan jejak.
Lopeee ❤️❤️❤️❤️❤️